Selasa, 30 November 2010

Rabu,1 Desember 2010 (Inspirasi Hari Ini)~Sebarluaskan Cinta Kasih

Dalam suatu acara reuni keluarga, seorang anak kagum akan semangat bapaknya. Dengan antusias dan bangga, ayahnya menceriterakan seluruh perjuangan dan pengalaman hidupnya. Ia berbagi keprihatinan, tantangan dan kesulitan yang telah berhasil ia lewati dan atasi. Kini seluruh anggota keluarga mengecap kebahagiaan hidup berkat pengorbanan sang ayah. Keteguhan dan kesetiaan beliau mengatasi badai kesulitan dan keprihatinan.
Kata anak itu, “Sekarang kami menuai gelombang kasih dari orangtua. Bapak bangga dapat mengungkapkan kegigihan usaha, perjuangan dan pengorbanan kepada anak-anak dan cucu-cucunya. Ia sudah mewariskan nilai kehidupan dan mempersatukan anak-anak dan cucu-cucunya. Ia sungguh berusaha memberikan kebahagiaan hidup kepada mereka. Melalui peristiwa reuni keluarga, semua dapat berkumpul bersama. Hal ini ternyata semakin mempererat persaudaraan kami. Semua anggota keluarga dapat memahami jerih payah orangtua dalam upaya memberikan kebahagiaan kepada anak dan cucu pada masa berikutnya. Kami semakin mengenal cinta mereka yang murni. Kami menghargai usaha dan pengorbanan mereka yang sungguh istimewa, mengagumkan sekaligus membanggakan ini.”
Setiap orangtua selalu berusaha memberikan kebahagiaan hidup kepada anak-anak dan cucu-cucunya. Cita-cita memberikan kebahagiaan kepada keturunan mereka itu mereka wujudkan dan ungkapkan dalam bentuk yang nyata. Mereka mau berkorban, menderita asal anak cucu mereka bisa hidup lebih baik, bersatu dan bahagia.
Karena itu, mereka berjuang dengan penuh sukacita kendati menemukan keprihatinan, tantangan dan kesulitan. Kesulitan dan penderitaan itu tidak mereka rasakan sebagai beban hidup. Sebaliknya, mereka merasakan sukacita dan kebahagiaan. Cinta akan anak-anak membuat orangtua mampu mengatasi penderitaan, bahkan mereka merasa bahagia dalam kesulitan dan perjuangan itu.

Ini yang namanya berbagi cinta. Cinta itu disebarluaskan. Cinta itu mesti menjadi seperti virus yang menyebar ke mana-mana. Dengan demikian, semakin banyak orang mengalami cinta itu.

Dalam hidup ini, setiap orang ingin berbagi cinta. Tuhan sendiri telah memberikan cintaNya yang begitu besar kepada kita. Cinta Tuhan itu tampak dengan menciptkan manusia, memeliharanya dan mengarahkan manusia kepada kebaikan.

Untuk itu, tugas seorang beriman adalah menyebarluaskan cinta itu kepada setiap orang yang ia jumpai dalam hidup ini. Ia mesti merasa bangga bahwa ia mampu membagikan cintanya kepada semua orang. Ini yang namanya cinta universal. Cinta yang tidak memandang siapa yang dicintai. Cinta yang ditujukan kepada semua orang, karena Tuhan mencintai semua orang. Mari kita sebarluaskan cinta dengan setulus hati, agar setiap orang mengalami cinta Tuhan dalam hidupnya. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

Senin, 29 November 2010

Selasa,30 November 2010 (Inspirasi Hari Ini)-Cinta yang Mengubah Hidup Manusia

Pepatah mengatakan, cinta bisa mengalahkan segalanya. Hal tersebut sepertinya dihayati benar oleh Antonio Cassano yang mengaku dirinya kini telah berubah dan tak lagi bengal, gara-gara cinta.
Terkenal sebagai salah satu pesepakbola paling bengal di Italia, Cassano menunjukkan prilaku di luar dugaan banyak orang selama Piala Eropa lalu. Nyaris tak terdengar berita negatif seputar tindak-tanduk striker Sampdoria itu selama di Austria-Swiss.
Soal sikap santun yang belakangan ditunjukkan, Cassano mengaku dirinya sudah berubah. Kalau dulu sanksi dari klub dan hukuman berupa denda tak membuatnya jera, kunci untuk menjinakkan Cassano ternyata ada pada Carolina Marcialis, wanita yang dipacarinya dalam beberapa bulan terakhir.

Tentang hal ini, ia berkata, “Carolina Marcialis telah mengubah hidup saya. Saya mencintai malaikat ini. Karena dialah saya tak lagi bersikap seperti yang sudah-sudah karena saya tak ingin mengecewakan dia.”

Pada awalnya kisah cinta dua insan ini sempat mengalami hambatan. Karena status Cassano yang cuma pinjaman dari Real Madrid, kepulangan sang pemain ke Spanyol akan membuat hubungan mereka kandas.

Ia berkata, “Saya sangat bahagia. Jika saya tidak bertahan di Genoa saya pikir kisah cinta ini bisa bertahan, saya katakan ini dengan sangat hormat pada Carolina. Saya sangat takut kalau saya harus kembali ke Madrid, jadi saya menunggu mencoba menikmatinya. Sekarang saya dipastikan bertahan, saya tak bisa berbicara tentang wanita lain di kehidupan saya.”

Cinta itu kuat laksana air yang deras yang menguasai hidup manusia. Orang yang mengandalkan cinta di atas segala-galanya akan dikuasai oleh cinta itu. Namun yang dibutuhkan adalah cinta yang tulus dan murni. Bukan cinta yang egois yang hanya mementingkan diri sendiri.

Cinta yang murni itu biasanya cinta yang menumbuhkan harapan. Orang memiliki harapan yang besar untuk senantiasa bertahan dalam cinta yang murni itu. Orang juga memiliki kepastian dalam hidup ini, karena orang yang dicintai itu tidak bermain-main dengann cinta.

Cinta yang murni itu biasanya membahagiakan. Orang mengalami kebahagiaan dalam hidupnya, karena ia mendapatkan cinta dari sesamanya. Tetapi kebahagiaan itu terjadi dalam hidup seseorang, karena ia juga mampu mencintai sesamanya dengan cinta yang tulus pula.

Kisah Antonio Casano menjadi contoh bagi kita bahwa cinta itu mesti dapat mengubah hidup manusia. Cinta yang tulus dan murni itu membawa perubahan dalam hidup manusia dari yang kurang baik menjadi lebih baik. Untuk itu, orang beriman mesti selalu membuka hatinya kepada Tuhan untuk diisi oleh rahmat dan cinta Tuhan. Mari kita bertumbuh dalam cinta yang murni, agar hidup kita dapat berubah ke arah yang lebih baik. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

Minggu, 28 November 2010

Senin,29 November 2010 (Inspirasi Hari Ini)-Mendidik Hati Nurani

Suatu hari seorang anak membuang sampah di halaman rumah tetangganya. Sampah itu berupa kotoran sapi yang sangat banyak. Hal tersebut menimbulkan bau yang tidak sedap bagi tetangganya itu. Melihat hal itu, pemilik rumah itu sangat marah. Lantas ia menegur anak itu.
Namun anak itu tidak mau mendengarkan teguran itu. Ia bahkan berbalik marah terhadap pemilik rumah itu. Ia merasa diri tidak bersalah. Ia merasa benar. Terjadilah pertengkaran di antara mereka. Pemilik rumah itu merasa heran, mengapa anak itu merasa tidak bersalah. Padahal ia melakukan sesuatu yang tidak senonoh terhadap orang lain. Sampah, apalagi kotoran sapi, itu mesti dibuang pada tempatnya.
Melihat kondisi itu, pemilik rumah itu mengalah. Ia tidak mau bertengkar dengan orang yang tidak tahu sopan santun. Beberapa saat kemudian, anak itu pulang ke rumah dan melaporkan kejadian itu kepada kakaknya. Tanpa pikir panjang, kakaknya mendatangi tetangganya itu dengan sebuah golok. Tidak banyak bicara, ia langsung menghujamkan goloknya ke pemilik rumah itu. Untung, sang istri langsung menangkap golok itu. Kalau tidak, kepala suaminya yang kena bacok. Akibatnya, telapak tangannya hampir putus.
Sang kakak itu tidak merasa bersalah atas perbuatan kejinya. Pemilik rumah itu tidak mau menerima kejadian itu. Ia menuntut kakak dari anak itu bertanggung jawab atas perbuatannya. Setelah berrembug dengan alot, akhirnya, jalan damai dilakukan. Kakak dari anak itu mesti mengganti semua pengobatan atas luka yang diderita oleh istri pemilik rumah itu. Ia menyesali perbuatannya. Namun nasi telah menjadi bubur.

Kisah ini mau mengatakan kepada kita bahwa hati nurani manusia mulai mati terhadap sesama. Dalam kehidupan bersama semestinya orang saling menghargai dan menghormati. Apalagi dalam hidup bertetangga. Tetangga yang baik itu sebenarnya jauh lebih dekat daripada keluarga besar yang tinggal jauh dari kita. Tetangga yang saling peduli merupakan harta yang lebih berharga daripada harta benda yang kita miliki.

Karena itu, dibutuhkan suatu pendidikan hati nurani. Hati nurani yang baik dan bersih akan membantu manusia dalam membangun relasi dengan sesamanya. Orang yang memiliki hati nurani yang baik itu memberi kesempatan bagi sesamanya untuk selalu bertumbuh dan berkembang. Ia tidak akan merusak hubungan yang baik dengan sesamanya.

Sebagai orang beriman, kita ingin agar relasi kita dengan sesama terjalin dengan baik dan harmonis. Untuk itu, kita mesti mendidik hati nurani kita untuk peka terhadap orang-orang di sekitar kita. Dengan demikian, kita dapat menjadi sahabat bagi sesama kita. Kita dapat menjadi orang-orang yang membawa sukacita bagi sesama di sekitar kita. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

Sabtu, 27 November 2010

Minggu,28 November 2010 (Inspirasi Hari Ini)~Menaburkan Harapan

Seorang ibu tertegun memandang putrinya yang baru saja dilahirkannya. Ia tersenyum menatap mata anaknya yang begitu bening. Namun air matanya pun menetes satu per satu. Anak yang ia lahirkan itu ternyata cacat. Kakinya hanya sebelah. Meski begitu, ibu itu tetap mencintai anaknya.
Di telinga anak itu, ia berkata, “Nak, ibu menyayangimu. Ibu mencintaimu dengan segenap hati. Meski engkau lahir cacat, ibu tidak akan menolak engkau.”
Ia menggendong anaknya dengan penuh kasih. Tak terbersit sedikit pun rasa benci atau penolakan. Ia menerimanya apa adanya. Bayi itu telah ia pelihara selama sembilan bulan dalam kandungannya. Ia berjanji untuk membesarkan dan memberinya pendidikan yang sebaik-baiknya.

Suatu ketika, ibu itu mensharingkan pengalamannya. Ia mengatakan bahwa anak yang dikasihinya itu pemberian Tuhan. Tuhan menghendaki ia merawat anak itu dengan baik. Itulah tandanya ia mengasihi Tuhan dan sesama. Ia berkata, “Tuhan begitu baik kepadaku. Ia memberi saya seorang anak yang cacat, supaya saya dapat meneruskan kebaikan Tuhan itu.”

Inilah iman. Iman ibu itu telah meluputkan dia dari rasa benci atau menolak kehadiran buah hatinya yang cacat itu. Sumber iman itu ia timba dari Tuhan sendiri yang telah mengaruniakan seorang buah hati baginya. Masihkah iman seperti ini tumbuh dalam diri kita?

Dalam banyak peristiwa kita menyaksikan ada orang yang begitu putus asa menghadapi suatu kegagalan dalam hidup. Bahkan mereka sampai tega mengakhiri hidup ini dengan minum racun atau gantung diri. Seolah-olah tidak ada secercah harapan dalam hidup mereka. Mereka kehilangan iman dalam hidup ini. Mereka kehilangan Tuhan dalam hidup ini.

Tentu sebagai orang beriman, hal ini merupakan suatu tragedi besar dalam kehidupan manusia. Semestinya orang beriman itu memiliki sikap pasrah kepada Tuhan. Suatu penyerahan diri yang total kepada kehendak Tuhan. Dalam iman itu tumbuh kreativitas. Dalam iman itu muncul berbagai usaha dan upaya untuk keluar dari kesulitan hidup.

Iman semestinya membangkitkan semangat hidup untuk semakin berproses dalam hidup ini. Sebagai orang beriman, kita diajak untuk berani membantu sesama yang berada dalam situasi putus harapan. Kita dipanggil untuk menaburkan harapan bagi mereka yang kehilangan harapan. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

Kamis, 25 November 2010

Jumat,26 November 2010 (Inspirasi Hari Ini)-Mengalirkan Kasih Tuhan


Seorang pengelana pernah menulis bahwa di suatu wilayah gurun terdapat dua buah danau yang dialiri oleh banyak sungai. Letak danau-danau itu tidaklah berjauhan, namun keduanya menampakkan perbedaan fenomena alam yang luar biasa.

Danau pertama adalah danau biasa berair tawar yang segar. Ia memiliki beberapa anak sungai yang mengalir ke hilir. Ia adalah danau sebagaimana danau lain dengan kehidupan sewajarnya.

Sedangkan danau kedua, yang lebih besar, menjadi keanehan yang tiada taranya. Ia tidak memiliki anak sungai yang mengalirkan airnya ke laut. Hanya sengat panas gurun yang menguapkan airnya. Tak heran, kandungan mineral dan garamnya amat tinggi. Begitu tinggi sehingga kita dapat mengapung di permukaan begitu saja. Hampir-hampir tidak ada kehidupan dalam danau itu. Pantaslah bila peta mencatatnya dengan nama "Laut Mati".

Hidup manusia itu bagai danau. Kalau manusia mau memberi hidup bagi orang lain, ia akan terus-menerus mengalirkan kasih. Ia selalu berkelimpahan meski ia selalu memberi kepada sesama. Rahmat Tuhan senantiasa menyertainya. Ia juga menjadi sahabat bagi banyak orang, karena ia dikenal sebagai orang yang murah hati.

Sebaliknya, manusia akan menjadi seperti danau yang beku, kalau ia tidak peduli terhadap lingkungan di sekitarnya. Banyak orang akan mengeluh berhadapan dengan orang seperti ini. Apa saja yang dibuat orang lain selalu salah dari sudut pandangnya. Hidup menjadi hambar. Tidak ada kasih yang mengalir dari diri orang ini. Orang seperti ini tidak pernah membuka tangannya untuk sesama. Tangannya selalu erat menggenggam.

Dalam kehidupan ini selalu saja muncul orang-orang yang begitu baik. Mereka selalu peduli terhadap sesamanya. Mengapa bisa terjadi? Karena pada dasarnya manusia itu baik. Manusia yang baik itu semestinya memiliki hati yang terbuka kepada Tuhan yang mahapengasih dan penyayang. Manusia yang baik itu membiarkan Tuhan bekerja dalam dirinya.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk tidak hanya berupaya mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Kita diajak untuk berani membagikan apa yang kita punyai kepada orang lain di sekitar kita. Dengan cara ini, kita mampu mengalirkan kasih Tuhan kepada sesama. Kasih Tuhan itu selalu kita peroleh setiap saat. Kita ingin agar kasih Tuhan itu tidak hanya menjadi milik kita. Kita ingin kasih Tuhan itu juga menjadi milik sesama yang ada di sekitar kita. **


Frans de Sales, SCJ

Rabu, 24 November 2010

Kamis,25 November 2010 (Inspirasi Hari Ini)-Menabur Kasih Dalam Hidup

Anne Frank adalah seorang gadis Yahudi yang mati di kamp konsentrasi Nazi Jerman. Di sana ia disiksa bersama ratusan ribu warga Yahudi pada masa Perang Dunia Kedua. Penderitaannya luar biasa hingga akhir hayatnya.
Namun aneh. Meskipun mengalami begitu banyak penderitaan, dalam buku hariannya Anne Frank menulis bahwa pada dasarnya manusia itu baik. Padahal kekejaman tentara-tentara Nazi begitu luar biasa ia alami. Soalnya, mengapa manusia itu bisa berbuat jahat? Menurut Anne Frank, hal itu disebabkan karena manusia tidak bisa menjaga hati. Akibatnya, hati manusia itu menjadi rusak.
Berbuat dosa atau kejahatan itu mudah. Semudah orang membalikkan telapak tangannya. Melakukan kejahatan itu tidak perlu dipikirkan terlalu lama. Sekali lewat saja orang bisa jatuh ke dalam kejahatan yang sangat kejam. Peristiwa kamp konsentrasi di Ausswitch adalah salah satu contoh. Tempat ini menjadi saksi bisu sekitar satu juta orang Yahudi yang dibunuh dengan gas beracun. Adolf Hitler yang kejam telah menyebabkan kejahatan yang luar biasa hebat terhadap hidup manusia.

Lain halnya menabur kasih. Menabur kasih itu belum tentu mudah dilakukan. Banyak pikiran yang keluar masuk dalam benak manusia. Seolah-olah melakukan kebaikan itu sesuatu yang berasal dari diri manusia. Semestinya kebaikan itu berasal dari hati manusia yang jernih. Anne Frank mengatakan bahwa manusia itu pada dasarnya baik. Jadi kebaikan itulah yang semestinya menjadi bagian dari hidup manusia. Kebaikan itu mesti ditumbuhkembangkan dalam diri manusia.

Apa jadinya kalau manusia tidak membiarkan kebaikan dan kasih tumbuh dalam dirinya? Yang terjadi adalah hati yang rusak. Hati yang dikuasai oleh iri hati, permusuhan dan balas dendam. Manusia lebih dikuasai oleh dosa. Kasih hanya menjadi sebuah mimpi hampa. Kasih hanya menjadi dambaan manusia yang tak pernah terwujud.

Karena itu, manusia beriman mesti selalu mengasah kasih dalam hidupnya sehari-hari. Untuk itu, manusia mesti selalu mendengarkan firman Tuhan. Tuhan selalu berbicara kepada kita tentang kasih dan kebaikan dalam hari-hari hidup kita. Kalau kita sungguh-sungguh mendengarkan firman Tuhan dan melaksanakannya dalam hidup kita, saya yakin hidup kita akan menjadi semakin baik. Kita akan selalu mendapat rahmat dan berkat Tuhan.

Kita mesti ingat bahwa pada dasarnya kita ini baik. Dosa dan kejahatan tidak berasal dari diri kita. Dosa itu berasal dari si jahat yang selalu berusaha untuk menjerumuskan manusia ke dalam kejahatan. Kalau kita bertahan dalam kebaikan dan kasih, si jahat tidak akan berani mendekati kita.

Mari kita berusaha untuk hidup baik di hadapan Tuhan dan sesama. Dengan hidup baik itu kita menyebarkan kabar sukacita bagi sesama. **


Frans de Sales, SCJ

Selasa, 23 November 2010

Rabu,24 November 2010 (Inspirasi Hari Ini)-Dalam Tangan Siapa? (sumber:www.indocell.net/yesaya)

Dalam Tangan Siapa?


Bola basket dalam tanganku berharga $19.
Bola basket dalam tangan Michael Jordan berharga $33 juta.
Tergantung ada dalam tangan siapa.


Baseball dalam tanganku berharga $6.
Baseball dalam tangan Mark McGuire berharga $19 juta.
Tergantung ada dalam tangan siapa.


Raket tenis tak ada gunanya dalam tanganku.
Raket tenis dalam tangan Venus Williams menghasilkan kemenangan dalam kejuaraan dunia.
Tergantung ada dalam tangan siapa.


Tongkat dalam tanganku menghalau binatang buas.
Tongkat dalam tangan Musa membelah lautan luas.
Tergantung ada dalam tangan siapa.


Ketapel dalam tanganku merupakan mainan anak-anak.
Ketapel dalam tangan Daud merupakan senjata dahsyat.
Tergantung ada dalam tangan siapa.


Lima roti dan dua ikan dalam tanganku menjadi beberapa potong roti isi.
Lima roti dan dua ikan dalam tangan Yesus memberi makan ribuan orang.
Tergantung ada dalam tangan siapa.


Paku-paku dalam tanganku menghasilkan sangkar burung.
Paku-paku dalam tangan Yesus Kristus menghasilkan keselamatan bagi segenap umat manusia.
Tergantung ada dalam tangan siapa.


Kau lihat sekarang, segala sesuatu tergantung ada dalam tangan siapa.
Jadi serahkan segala masalahmu, kekhawatiranmu, ketakutanmu,
harapan-harapanmu, impian-impianmu,
keluargamu, kawan serta sahabat-sahabatmu
dalam tangan Tuhan sebab…
segala sesuatu tergantung ada dalam tangan siapa.


Pesan ini sekarang ada dalam tanganmu.
Apa yang hendak KAU lakukan dengannya?

Tergantung ada dalam tangan siapa.


sumber:www.indocell.net/yesaya


Senin, 22 November 2010

Kuis Cinta:APA ITU CINTA?


Banyak orang menggunakan kata "cinta" secara keliru. Ketika seseorang mengatakan kepada yang lain "Aku cinta padamu, " seringkali yang dimaksudkannya ialah "Kamu membuat aku merasa bahagia." Sikap seperti ini adalah sikap yang mementingkan diri sendiri, bukan cinta sesungguhnya. Sebenarnya yang dikatakannya ialah, "Aku cinta diriku, dan kamu membuatku bahagia, jadi tinggallah bersamaku."

Jika demikian apa itu sesungguhnya cinta? Coba camkan ini:

Cinta itu murah hati serta sabar, ia tidak cemburu, tidak memegahkan diri, tidak sombong dan tidak melakukan yang tidak sopan. Cinta itu tidak mementingkan diri sendiri atau pun pemarah. Cinta tidak menyimpan kesalahan orang lain. Cinta bersukacita karena kebenaran, dan bukan karena ketidakadilan. Cinta senantiasa memberikan dukungan, setia, percaya segala sesuatu dan mengharapkan segala sesuatu. Cinta tidak pernah gagal!

Jadi cinta sejati adalah hal menginginkan orang lain bahagia, bukan menginginkan diri kita sendiri yang bahagia.

Berikut ini ada kuis sederhana. Lain kali jika kamu bercakap-cakap dengan seseorang yang katamu kamu cintai, cobalah hitung berapa kali kamu mengatakan kata "aku". Apakah kamu mengatakannya lebih dari dua kali dalam 5 menit percakapan? Gunakan tabel di bawah ini sebagai tolok ukur cintamu:

4 kali atau lebih :cintamu hanya mementingkan diri sendiri. Kamu perlu berubah.
3 kali :cintamu mungkin mementingkan diri sendiri.
2 kali  : cintamu mungkin tidak mementingkan diri sendiri.
1 kali atau kurang : cintamu tidak mementingkan diri sendiri.




sumber : News For Kids, Fr Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com

Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Fr. Richard Lonsdale.”


Senin,22 November 2010 (Inspirasi Hari Ini)-Memiliki Hati yang Terbuka Terhadap Sesama


Ada seorang pasien yang dirawat di salah satu rumah penampungan Ibu Teresa di Calcuta. Menjelang akhir hidupnya, pasien itu berkata, “Semasa hidupku, aku gelandangan seperti binatang. Tidak ada yang mau peduli. Tetapi sekarang aku mau mati, kok bisa seperti bidadari. Ada yang merawat, ada yang mengasihi...”
Begitulah cara Ibu Teresa peduli terhadap penderitaan sesamanya. Ia membawa para penderita di jalan-jalan kota Calcuta ke tempat penampungan miliknya. Di sana ia merawat mereka. Ia memberi mereka kesempatan untuk menghabisi hari-hari hidup mereka secara manusiawi. Bukan seperti binatang yang tergolek lesu di sudut-sudut kota.
Kata-kata pasien itu merupakan suatu cetusan hati yang tulus dan jujur. Ia mengucapkan terima kasih atas semua pelayanan kasih dari Ibu Teresa. Suatu jamahan kasih yang memberikan pengharapan hidup bagi mereka yang menderita.

Tentang kepeduliannya terhadap sesama, Ibu Teresa berkata, “Kalau semasa hidup mereka tidak layak sebagaimana seorang manusia hidup, biarlah sewaktu mati, mereka boleh mati sebagaimana layaknya seorang manusia mati.” Menurutnya, mereka yang miskin dan menderita harus tahu bahwa kita mengasihi mereka. Mereka tidak perlu rasa iba, tetapi mereka perlu tindakan nyata.

Begitu penting perhatian kita terhadap sesama yang mengalami penderitaan. Coba kita bayangkan kalau kita adalah orang yang sedang menderita. Kita tidak punya apa-apa untuk membantu kita keluar dari penderitaan kita. Apa jadinya? Kita pasti butuh bantuan sesama. Kita perlu perhatian dari sesama. Sedikit bantuan pasti sangat bermakna bagi hidup kita.

Kisah pasien di atas menunjukkan bahwa hidup itu begitu bernilai. Kasih seorang Ibu Teresa menggerakkan hati sang pasien untuk memiliki semangat dalam meneruskan hidupnya. Hidup itu tidak bisa dimusnakan begitu saja. Hidup itu berharga di mata Tuhan.

Karena itu, Tuhan mengirim orang-orang yang memiliki hati yang terbuka oleh penderitaan sesamanya. Tuhan sendiri tidak menghendaki ada ciptaanNya yang binasa. Tuhan selalu peduli terhadap keselamatan manusia. Untuk itu, Tuhan menggerakkan manusia untuk mempunyai kepedulian terhadap sesama.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk membuka hati kita bagi penderitaan sesama di sekitar kita. Hati yang terbuka itu akan membuat kita mudah mengulurkan tangan bagi mereka yang mengalami duka nestapa.

Mari kita berusaha untuk semakin memiliki hati yang peduli terhadap mereka yang sedang menderita. Hati kita juga semestinya merasa menderita ketika menyaksikan sesama menderita. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

Jumat, 19 November 2010

Sabtu,20 November 2010 (Inspirasi Hari Ini)-Menumbuhkan Iman dalam hidup

Nelson Mandela, siapa tidak kenal? Pria berusia 90 tahun ini terkenal sangat gigih memperjuangkan hak-hak asasi manusia. Ia pernah dipenjara selama 27 tahun oleh regim apartheid Afrika Selatan. Perjuangan kemudian ia lakukan dari dalam penjara sampai akhirnya kaum kulit hitam Afrika Selatan mendapatkan hak yang sama dengan kaum kulit putih.
Setelah ia terpilih menjadi presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela mengadakan suatu rekonsiliasi. Ia tidak membalas kekejaman yang telah dilakukan kaum kulit putih terhadapnya. Ia mengampuni semua yang bersalah dan mulai membangun Afrika Selatan bangkit dari keterpurukan.
Akhir Juni tahun 2008 lalu diadakan sebuah konser untuk ulang tahunnya di London. Dalam kesempatan itu, Nelson Mandela menyerukan kepada para pemimpin dunia untuk ambil bagian dalam perjuangan melawan kemiskinan, penindasan, dan penyakit yang melanda dunia. Ia berkata, “Inilah saatnya untuk mengangkat beban secara bersama-sama. Malam ini, kita berdiri di sini. Kami kembali ke London untuk memberikan penghargaan atas perayaan yang indah ini. Tetapi, kendati kita mengadakan perayaan malam ini, marilah kita kenangkan kembali bahwa pekerjaan kita belumlah rampung. Di mana kemiskinan, penyakit, termasuk AIDS dan kemanusiaan masih ditindas, maka menjadi tugas kitalah untuk membebaskan itu semua.”

Kepedulian terhadap sesama yang menderita mesti menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup kita. Ada begitu banyak peristiwa mengenaskan yang terjadi di sekitar kita. Peristiwa-peristiwa itu menuntut kita untuk memiliki kepedulian. Kita mesti menjadi pembawa solusi yang berguna bagi sesama.

Soalnya adalah ada begitu banyak orang yang kurang peduli terhadap penderitaan sesamanya. Mereka cuek. Mereka tidak mau tahu. Mengapa ini semua bisa terjadi? Tentu saja hal ini bisa terjadi karena kurangnya kesadaran bahwa semua manusia itu memilik harkat dan martabat yang sama. Kalau ada kesadaran mengenai kesamaan ini, saya yakin banyak orang akan mudah tergerak hatinya oleh belas kasihan.

Nelson Mandela telah melakukan hal yang sangat indah dalam hidupnya. Ia berjuang untuk kesamaan hak bangsanya. Ia juga telah memaafkan semua orang yang telah menghukum dan menganiaya dia. Sosok Nelson Mandela menjadi contoh bagi kita bagaimana kita semestinya memiliki kepedulian terhadap sesama. Kita adalah bagian dari sesama kita.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa memiliki kepedulian terhadap sesama kita. Inilah iman yang hidup yang mesti terus-menerus berkembang dan bertumbuh dalam hidup kita. Tuhan memberkati.**


Frans de Sales, SCJ

Kamis, 18 November 2010

Jumat,19 November 2010 (Inspirasi Hari Ini)-Mendidik Kepekaan Hati

Ada seorang anak yang begitu peduli terhadap sesamanya yang menderita. Waktu terjadi gempa bumi di Bengkulu tanggal 12 September 2007 lalu, ia memecahkan celengannya. Ketika ditanya oleh ibunya untuk apa ia memecahkan celengannya, anak itu mengatakan bahwa ia ingin menyumbang untuk sesamanya. Banyak korban gempa yang membutuhkan pertolongan. Jadi ia ingin membagikan apa yang dimilikinya untuk sesamanya.
Untuk itu, ia sendiri membawa hasil tabungannya yang sudah bertahun-tahun ia kumpulkan itu kepada para korban. Banyak orang heran melihat sikap anak itu. Seorang ibu yang melihat perbuatan anak itu meneteskan air mata. Lantas ia bertanya kepada anak itu, “Nak, apa kamu tidak merasa rugi memberikan hasil tabunganmu yang sudah bertahun-tahun kamu kumpulkan itu?”
Anak itu tersenyum. Lantas ia menjawab, “Ibu, saya memberi dengan sepenuh hati. Saya tidak pernah merasa rugi.”

Dalam hidup ini banyak hal tidak terduga terjadi dalam hidup kita. Ada anak yang menurut kita memiliki egoisme yang begitu tinggi, ternyata begitu rela memberikan apa yang dimilikinya untuk sesamanya. Padahal yang dimilikinya itu sudah ia tabung bertahun-tahun. Hal seperti ini bisa terjadi, kalau orang memiliki hati yang mudah tergerak oleh penderitaan sesamanya.

Dalam hidup kita, kita berjumpa dengan banyak orang yang mengalami kesulitan. Mereka akan tetap tidak mendapatkan bantuan, kalau tidak ada orang yang tergerak hatinya untuk membantu. Siapa yang mesti membantu? Yah, kita yang ada di dekatnya. Kita yang mesti memiliki kepekaan hati untuk mereka. Kalau kita tidak mau membantu, siapa lagi yang akan membantu?

Untuk itu, kita perlu mendidik kepekaan hati. Hati yang peka itu tidak datang dengan sendirinya. Dibutuhkan suatu proses pendidikan yang berlangsung terus-menerus. Dibutuhkan banyak waktu untuk memiliki kepekaan hati itu. Ada kalanya orang merasa jenuh, karena orang yang dibantu tidak pernah mengucapkan sepatah kata terima kasih pun. Dalam hal ini orang ditantang untuk tetap bertahan dalam berbuat baik. Orang mesti tetap bertahan dalam membangun hati yang peka terhadap sesama.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk selalu memiliki kepedulian terhadap mereka yang menderita. Artinya, kita mau agar mereka yang menderita itu mendapatkan bantuan dari kita. Hanya dengan membantu itu kita memupuk kepekaan hati terhadap sesama yang menderita. Mari kita berusaha untuk selalu tetap setia pada komitmen kita untuk membantu sesama yang menderita. **



Frans de Sales, SCJ

Rabu, 17 November 2010

Kamis,18 November 2010 (Inspirasi Hari Ini)-Mengenal Kehendak Tuhan

Suatu hari seorang bapak kehilangan anjing yang sangat disayanginya. Ia berusaha keras untuk menemukan anjingnya yang hilang itu. Tetapi usaha kerasnya belum membuahkan hasil. Karena itu, ia memasang iklan di sebuah surat kabar dan memberikan ciri-ciri anjing yang hilang itu. Ia juga menjanjikan hadiah bagi siapa saja yang dapat menemukan anjing kesayangannya itu.
Dua hari kemudian ia menerima telepon dari seseorang yang tinggal lebih kurang 150 km dari rumah, tempat tinggalnya. Penelepon itu berkata bahwa ia telah menemukan anjing yang sangat cocok dengan ciri-ciri yang disebutkan dalam iklan surat kabar yang dibacanya. Anjing itu dibawa ke rumahnya dalam keadaan sangat lemah. Tetapi tetap tidak mau makan walaupun sudah dibujuk sekuat tenaga untuk makan. Pemilik anjing itu berkata, “Cobalah saya bicara dengan anjing itu.” Telepon itu dibawa ke dekat anjing itu dan pemiliknya berbicara memanggil-manggil nama anjing itu.
Mendengar suara tuannya, anjing yang tadinya lemah dan murung itu segera tampak segar dan ceria. Anjing itu mengibas-ngibaskan ekornya. Lantas ia mencari-cari tuannya di ruang itu serta berputar-putar di kolong meja. Ketika anjing itu tahu suara tuannya bersumber dari telepon, ia menghampiri telepon itu. Ia mendengar suara tuannya dengan penuh perhatian. Pemilik anjing itu mencatat alamat penelepon dan segera mengendarai mobilnya menuju ke sana. Ketika sampai di rumah itu, ia melihat anjingnya sudah segar kembali sebab sudah makan dengan lahapnya.

Dalam hidup ini sering kita lupa akan sesama kita. Kita lupa wajahnya. Kita lupa kulitnya. Kita lupa suaranya. Ketika suatu saat kita bertemu lagi, kita menjadi gembira. Yang kita lupakan itu ternyata masih hidup. Yang kita lupakan itu ternyata mampu menggembirakan kita. Mungkin seutas senyumnya dapat membuat kita bahagia. Mungkin suara merdunya membuat hati kita lega.

Kisah di atas mau menunjukkan kepada kita bahwa mengenali sesama itu sesuatu yang penting dalam hidup ini. Orang yang kita kenal itu membantu kita untuk membangun persahabatan yang baik dan harmonis. Kita bisa menghindari pertengkaran atau salah paham, karena kita mengenal sesama dengan baik.

Dalam hidup berkeluarga, suami istri mesti sungguh-sungguh saling mengenal. Hal ini akan membantu mereka untuk membangun hidup bersama. Percecokan itu muncul, karena mereka kurang saling mengenal dengan baik. Untuk itu, suami istri mesti belajar mengenai pasangannya. Tidak cukup belajar hanya satu dua hari. Belajar tentang pasangan ini berjalan seumur hidup. Tidak pernah berhenti.

Sebagai orang beriman, kita ingin agar kita juga mengenal suara dan kehendak Tuhan dalam hidup kita. Apa yang dikehendaki oleh Tuhan bagi hidup kita? Orang beriman mesti yakin bahwa Tuhan selalu menghendaki yang terbaik bagi umatNya. Nah, mari kita berusaha untuk mengenal kehendak dan kebaikan seperti apa yang diharapkan dari kita. **


Frans de Sales, SCJ

Selasa, 16 November 2010

Selasa,16 November 2010 (Inspirasi Hari Ini)-Mewartakan Kebaikan Tuhan

Setiap hari seorang kepala suku Indian selalu bersaksi tentang betapa baiknya Tuhan bagi hidupnya. Di mana saja, kapan saja dan kepada siapa saja, ia pasti menceritakan betapa besar kasih Tuhan atas dirinya. Teman-temannya heran melihat sikap kepala suku itu. Apalagi sebelumnya ia selalu mengandalkan kemampuan dirinya sendiri.
Karena itu, mereka bertanya, “Mengapa Anda selalu membicarakan kebaikan Tuhan? Apa tidak ada topik pembicaraan lain yang lebih menarik?”
Kepala suku itu terdiam sejenak. Lalu ia mengumpulkan rumput dan ranting-ranting pohon yang ada di sekitarnya. Dengan bahan-bahan itu, ia membuat sebuah lingkaran kecil. Kemudian di tengah-tengah lingkaran itu ia meletakkan seekor ulat. Teman-temannya semakin heran melihat perbuatannya. Namun mereka menahan diri untuk tidak bertanya lebih jauh.
Lantas ia menyalakan api dan menyulut rumput dan ranting yang membentuk lingkaran itu. Dengan cepat api menyala dan ulat yang berada di tengah-tengahnya menggeliat mencari jalan keluar dari panas yang membara itu. Namun sia-sia saja perbuatannya itu. Sebentar lagi ulat itu akan hangus ditelan api yang kian berkobar. Tetapi ketika api semakin mendekati ulat, ulat itu mengangkat kepalanya setinggi-tingginya. Ia mengharapkan pertolongan. Ia tidak bisa menyelamatkan diri sendiri. Ia butuh pertolongan dari luar dirinya.
Beberapa saat kemudian kepala suku itu mengulurkan jari telunjuknya kepada ulat yang sedang mengangkat kepalanya. Dengan cepat ulat itu merapat di jari tangan kepala suku itu lalu keluar dengan selamat.

Kepala suku itu berkata, “Seperti itulah kebaikan Tuhan kepada saya. Saya ini orang berdosa yang terancam hukuman di api neraka yang kekal. Saya sungguh-sungguh tidak berdaya. Saya sudah terjebak dalam dosa yang begitu ngeri. Tetapi belas kasihan Tuhan telah menyelamatkan saya. Bukankah Tuhan begitu baik?”

Memang Tuhan itu baik. Tuhan tidak memandang betapa besar dosa manusia. Tuhan mau menyelamatkan manusia, meskipun begitu banyak dosa manusia. Meskipun manusia sering membangkang dan tidak setia, Tuhan tetap setia. Tuhan terus-menerus mendekati manusia untuk menawarkan belas kasihanNya.

Sadarkah manusia akan kebaikan Tuhan ini? Bukankah manusia lebih suka mengandalkan kemampuan dirinya sendiri? Bukankah manusia lebih setia kepada dirinya sendiri, meskipun dosa dan kejahatan sering menjadi bagian hidupnya? Kalau manusia mau menerima belas kasihan Tuhan, pasti Tuhan akan selalu hadir dalam hidupnya. Namun Tuhan selalu hadir dalam setiap pergumulan hidup manusia. Tuhan juga hadir dalam kegelapan dan penderitaan manusia.

Karena itu, orang beriman mesti selalu memberi kesaksian tentang kebaikan Tuhan. Di mana pun, kapan pun dan kepada siapa pun semestinya kita menceritakan bahwa Tuhan itu sungguh baik. Tuhan selalu terlibat dalam suka dan duka hidup kita. Mari kita senantiasa setia kepada Tuhan, karena Tuhan lebih dahulu telah setia kepada kita. **


Frans de Sales, SCJ

Senin, 15 November 2010

Senin,15 November 2010 (Inspirasi Hari Ini)-Hidup Ini Sangat Berharga


Ada seorang janda kaya yang kesehatan tubuhnya menurun drastis. Berkali-kali ia jatuh sakit. ketika dibawa ke dokter, dokter menyatakan bahwa jantungnya sangat parah. Dokter itu memberi taksiran bahwa umur janda itu tinggal satu tahun lagi.
Janda itu merasa sangat sedih. Ia merasa belum terlalu tua, tetapi hidupnya tidak lama lagi. Ia tidak percaya, kalau ia akan begitu cepat meninggalkan dunia ini. Ia ingin hidup lebih lama lagi. Paling kurang sepuluh tahun lagi. Tetapi kenapa umurnya tinggal satu tahun lagi?

Pikir punya pikir, ia akhirnya menyerah kepada kenyataan itu. Ia tidak mau berlama-lama menyiksa diri dengan mengurus perusahaan miliknya yang sedang maju. Kepada para bawahannya, ia meminta mereka untuk menunggu. Tidak usah terlalu ekspansif. Ia meminta mereka menunggu hingga satu tahun berlalu.
Janda itu berkata, “Kita mau lihat, apakah ramalan dokter itu terjadi. Kalau memang tahun depan saya meninggal, kalian harus berani mengambil alih semua usaha ini. Tetapi dalam sisa waktu satu tahun ini saya masih mau berusaha untuk mengobati jantung saya. Saya yakin, Tuhan masih memelihara hidup saya.”

Satu tahun berlalu. Kesehatan janda itu justru membaik. Ia merasa bahwa kondisi ini merupakan rahmat dari Tuhan. Tuhan ternyata begitu baik kepadanya. Tuhan masih mau memelihara hidupnya. Ia pun bersyukur atas karunia Tuhan itu.

Hidup manusia itu tidak ditentukan oleh manusia. Hidup manusia itu ada di tangan Tuhan. Karena itu, apa pun yang terjadi, manusia mesti menyerahkan hidupnya ke dalam tangan Tuhan. Manusia tidak memiliki hak untuk menyatakan berakhirnya hidup manusia. Manusia tidak punya hak untuk mengakhiri hidup seseorang.

Karena itu, yang mesti dilakukan manusia adalah memberikan penghargaan dan dukungan terhadap kehidupan. Manusia mesti memperjuangkan kehidupan itu sampai detik terakhir. Mereka yang sedang mengalami penderitaan oleh penyakit yang ganas diharapkan tidak begitu saja menyerah.

Kisah di atas menunjukkan betapa hidup itu mesti diperjuangkan dengan berbagai cara. Janda kaya itu tidak begitu saja percaya terhadap vonis dokter atas hidupnya. Ia lebih percaya pada penyelenggaraan Tuhan. Ia yakin, Tuhan yang baik itu akan memberikan yang terbaik bagi hidupnya. Karena itu, ia tidak menyerah kalah begitu saja pada penyakit jantung yang sedang menderanya. Baginya, Tuhan itu segalanya. Biarlah Tuhan yang telah memberi hidup ini, Dia pula yang mengambilnya.

Bagi orang beriman, hidup ini mesti selalu diperjuangkan. Hidup ini sangat berharga. Hidup ini tidak boleh berakhir dengan kesia-siaan. Mari kita perjuangkan hidup ini, karena hidup ini sangat berharga di mata Tuhan. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

Jumat, 12 November 2010

Jumat,12 November 2010 (Inspirasi Hari Ini)-Membangun Hidup di Atas Kejujuran

Sudah lama seorang pemuda dari Montreal, Kanada, hidup menganggur. Suatu sore ia menemukan sebuah dompet milik seorang janda yang juga berstatus penganggur. Isi dompet itu hanyalah sehelai undian yang kelihatannya tidak berarti.
Tetapi pemuda itu menyimpannya baik-baik di saku celananya. Ia berharap, nomor undian itu akan menghasilkan sesuatu yang berguna bagi perjalanan hidupnya. Benar. Betapa terkejutnya pemuda itu, ketika ia pada suatu hari mencocokkan angka-angka di dalam lotere itu dan mendapati bahwa hadiah utama sebesar 1,2 juta dolar ternyata tepat dengan nomor kupon yang ada di saku celananya.

Timbullah pergumulan berat dalam hatinya. Apakah lotere itu akan ia kembalikan kepada pemiliknya yang sah atau diam saja pura-pura tidak tahu dan mengantongi uang yang demikian banyak seorang diri. Lama sekali ia memikirkan hal ini.
Akhirnya hati nuraninya tidak mengijinkan pemuda itu berbuat serakah. Dengan penuh percaya diri, ia mendatangi rumah janda penganggur itu dan menceritakan keadaan yang sebenarnya. Ternyata janda ini juga cukup baik hati. Ia rela membagi hadiah uang itu dengan pemuda itu. Masing-masing mereka kemudian membangun hidup yang bahagia dengan hasil undian itu.

Kita hidup dalam dunia yang kata orang sulit sekali menemukan orang-orang yang jujur. Orang lebih mudah saling mempecundangi daripada berusaha bersama untuk meraih sukses secara bersama-sama. Kita menyaksikan sesama saudara sampai bentrok. Tidak akur. Mengapa hal ini mesti terjadi? Hal ini terjadi karena kurangnya kejujuran. Hal ini menyebabkan kepercayaan terhadap sesama, bahkan saudara, menjadi luntur.

Kisah di atas mau mengingatkan kita bahwa hidup jujur itu lebih menguntungkan daripada hidup yang tidak jujur. Seandainya pemuda penganggur itu tidak jujur, ia akan hidup dalam ketidaktenangan. Hati nuraninya akan selalu mempertanyakan kejujuran dirinya. Ia selalu dikejar-kejar oleh hati nuraninya sendiri. Hidup yang selalu dikejar-kejar oleh hati nurani itu tidak membahagiakan. Orang menjadi tidak damai.

Karena itu, kedamaian mesti didukung oleh kejujuran dalam hidup ini. Para pendiri agama-agama di dunia selalu menekankan pentingnya kejujuran dalam hidup. Orang yang jujur itu berkenan kepada Tuhan dan sesama. Orang yang jujur dalam hidupnya itu senantiasa dipercaya oleh Tuhan dan sesama untuk mengemban tugas-tugas yang besar.

Sebagai orang beriman, kita ingin hidup kita dihiasi oleh kejujuran. Kita ingin agar kejujuran menjadi mahkota bagi hidup kita. Untuk itu, kita mesti mendasarkan hidup kita pada ajaran Tuhan. Tuhan selalu mengajarkan kita untuk hidup bersahaja dan jujur. Dengan cara hidup seperti ini, kita akan mampu menjadi orang-orang yang berkenan kepada Tuhan. Kita dapat menjadi orang-orang yang dipercaya oleh sesama.

Mari kita terus-menerus membangun hidup kita dalam kejujuran. Hanya dengan kejujuran kita akan menemukan damai dan ketenangan dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ