Kamis, 30 Desember 2010

Jumat,31 Desember 2010 (Inspirasi Hari Ini)-Belajar Semakin Peka

Dahulu, di sebuah desa kecil yang terpencil, ada sebuah rumah yang dikenal dengan nama "Rumah Seribu Cermin." Suatu hari, seekor anjing kecil sedang berjalan-jalan di desa itu dan melintasi Rumah Seribu Cermin itu. Ia tertarik pada rumah itu dan memutuskan untuk masuk dan melihat-lihat apa yang ada di dalamnya.
Sambil melompat-lompat ceria, ia menaiki tangga rumah dan masuk melalui pintu depan. Telinganya terangkat tinggi-tinggi. Ekornya bergerak-gerak secepat mungkin. Betapa terkejutnya ia ketika masuk ke dalam rumah. Ia melihat ada seribu wajah ceria anjing-anjing kecil dengan ekor yang bergerak-gerak cepat. Ia tersenyum lebar. Seribu wajah anjing kecil itu juga membalas dengan senyum lebar, hangat dan bersahabat.

Ketika ia meninggalkan rumah itu, ia berkata pada dirinya sendiri, “Tempat ini sangat menyenangkan. Suatu saat, aku akan kembali mengunjunginya sesering mungkin.”

Sesaat setelah anjing itu pergi, datanglah anjing kecil yang lain. Namun, anjing yang satu ini tidak seceria anjing yang sebelumnya. Ia juga memasuki rumah itu. Dengan perlahan ia menaiki tangga rumah dan masuk melalui pintu. Ketika berada di dalam, ia terkejut melihat ada seribu wajah anjing kecil yang muram dan tidak bersahabat. Segera saja ia menyalak keras-keras dan dibalas juga dengan seribu gonggongan yang menyeramkan. Ia merasa ketakutan dan keluar dari rumah sambil berkata pada dirinya sendiri, “Tempat ini sungguh menakutkan. Aku takkan pernah mau kembali ke sini lagi.”
Kita senantiasa berhadapan dengan wajah-wajah dalam hidup ini. Ada wajah yang seram, namun hatinya baik. Ada wajah yang ramah, namun bisa saja hatinya penuh dengan iri dan dengki. Tampilan wajah-wajah itu pun tidak sama setiap saat. Bahkan sebuah wajah itu bisa berubah-ubah dalam berbagai situasi.

Karena itu, kita dituntut untuk memiliki kepekaan yang tinggi untuk menafsirkan makna dari wajah-wajah itu. Hidup bersama akan menjadi lebih indah dan harmonis, kalau kita mampu menangkap makna dari wajah-wajah itu. Bisa jadi tampilan wajah seseorang merupakan cermin dari wajah kita sendiri. Kita mesti tanggap ketika wajah seseorang sedang cemberut kepada kita. Menurut survei, anak-anak jaman sekarang sulit sekali menangkap makna wajah ayahnya yang sedang cemberut. Mereka juga sulit sekali mengerti ketika ibu mereka sedang menasihati dan memarahi.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena anak-anak jaman sekarang kurang punya kepekaan terhadap lingkungan di sekitarnya. Yang mereka pelajari di sekolah adalah ilmu pasti yang tidak butuh penafsiran atas yang tampak. Yang tampak itulah yang ada.
Karena itu, sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa mencari makna dari apa yang tampak. Ada apa di balik senyum manis yang tersungging di wajah seseorang? Kepekaan terhadap situasi di sekitar kita merupakan hal penting dalam hidup kita. Dengan kepekaan itu, kita dapat mengerti tentang situasi hidup sesama kita. Mari kita berusaha untuk semakin peka akan dunia sekeliling kita. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales, SCJ

Rabu, 29 Desember 2010

Kamis,30 Desember 2010 (Inspirasi Hari Ini)-Kau Yang Berjanji,Kau Yang Mengingkari

Suatu hari ada seorang pedagang berjalan bersama kudanya pulang dari pasar. Barang dagangan dimuat oleh kuda jantan itu. Barang-barang itu akan dijual kembali di desa, tempat pedagang itu tinggal
Di tengah jalan, di daerah yang sepi dan jauh dari desa-desa lain, tampaklah dari kejauhan segerombolan perampok bergerak maju mendekatinya. Melihat pertanda yang membahayakan itu, dengan gugup pedagang itu berkata kepada kudanya, “Ayo, kita lari ke desa yang paling dekat di depan kita. Jika tidak, perampok-perampok itu akan menyiksa kita dan menjarah barang dagangan kita.”
Kuda itu tidak mempedulikan kata-kata tuannya. Tetapi kemudian ia menjawab, “Maafkanlah hambamu ini, tuan. Mengapa kita harus lari tunggang langgang menjauhi perampok-perampok itu?”

Pedagang itu semakin panik. Lantas ia berkata dengan nada keras, “Ah, kamu tolol. Jika kita tidak lari, kita pasti akan ditangkap oleh perampok-perampok itu. Aku akan mereka lukai dan barang dagangan kita akan dirampas. Sedangkan kamu sendiri akan mereka bawa.”

Kuda itu malah berhenti. Ia sulit sekali ditarik oleh pedagang itu. Kemudian ia berkata, “Jadi masalahnya hanya soal ganti tuan? Selama bebannya masih sama dan harus hamba pikul di punggung hamba, tak soal bagi hamba siapa orang yang menjadi tuan hamba."

Pemilik kuda itu tertegun sejenak lantas mulai lari menjauhi para perampok. Sementara kuda itu berlari di belakangnya dengan santai.

Begitu banyak pemimpin sudah yang kita miliki dalam hidup kita. Ada pemimpin pemerintah dari ketua RT hingga presiden. Ada juga para pemimpin kelompok-kelompok tertentu yang juga silih berganti memangku jabatan. Pertanyaannya, apakah para pemimpin itu sungguh-sungguh membawa perubahan bagi kehidupan masyarakat atau para anggotanya?

Menjelang pemilukada atau pemilu legislatif yang lalu di berbagai daerah di Indonesia kita mendengar janji-janji. Misalnya, kalau nanti terpilih menjadi bupati atau walikota atau gubernur, ia akan menciptakan ribuan lapangan kerja. Kesejahteraan masyarakat akan ditingkatkan. Macam-macam janji dilontarkan kepada para calon pemilih.

Tetapi apakah janji-janji itu ditepati? Kita tidak menyangsikan janji-janji itu. Tetapi adalah fakta bahwa kehidupan ekonomi masyarakat kita tidak semakin membaik. Ada BLT dari pemerintah untuk rakyat miskin. Tetapi utang negeri ini semakin menggunung. Seorang ahli ekonomi di negeri ini mengatakan bahwa selama empat tahun terakhir ini utang luar negeri kita bertambah empat ratus triliun. Ini siapa yang harus bayar? Buat apa utang sebesar itu?

Hal yang jelas adalah semakin banyak orang yang merasakan bahwa hidup ini semakin sulit. Ada orang yang hanya bisa makan kenyang satu hari sekali. Meski sudah ganti pemimpin, tetapi bebannya tetap sama. Bahkan beban hidup masyarakat semakin berat. Lalu di mana janji-janji itu?

Sebagai orang beriman, kita ingin agar kita berani menepati janji yang kita buat. Ingat janji apa pun yang kita buat itu merupakan utang yang mesti kita bayar. Karena itu, mari kita belajar untuk menepati janji-janji kita. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

Selasa, 28 Desember 2010

Rabu,29 Desember 2010 (Inspirasi Hari Ini)-Berusaha Menepati Janji

Suatu hari dua orang sahabat sepakat untuk mengadakan perjalanan jauh bersama-sama. Mereka sahabat karib yang telah mengenal satu sama lain bertahun-tahun. Yang satu, beranji kepada yang lain, "Aku akan mendampingimu dalam kesulitan dan kegembiraan. Apa pun yang terjadi aku tetap bersamamu lebih-lebih dalam kesulitan di perjalanan."
Teman yang kedua, yang sedikit lemah dan penakut sangat senang mendengar janji itu. Mereka kemudian bepergian bersama-sama. Dalam perjalanan itu mereka harus melewati sebuah hutan lebat. Karena janji itu, teman yang lemah tidak takut. Akan tetapi, sesudah setengah perjalanan tiba-tiba muncul dari kejauhan seekor beruang besar. Segera teman yang kuat itu memanjat sebatang pohon untuk menyelamatkan diri, meninggalkan temannya. Teman yang lemah tidak dapat mengikuti apa yang dilakukan oleh teman yang kuat. Di saat panik itu tiba-tiba muncul gagasannya. Dia segera berbaring di tanah pura-pura mati. Dia menutup matanya rapat-rapat dan tidak berani bernafas.

Teman yang di atas pohon mengamati beruang mendekati sahabatnya. Beruang melangkah ke tempat orang itu berbaring, berjalan mengelilinginya, berhenti sesaat dekat telinganya dan dengan tenang pergi menghilang. Dengan rasa lega teman yang berada di pohon itu turun, sementara yang satunya duduk.

"Aku mengamati beruang itu tampaknya membisikkan sesuatu kepadamu," kata teman yang lebih kuat.

"Ya, beruang itu berbisik bahwa begitu bodohnya aku mempercayai engkau," jawab orang itu dengan sikap dingin.

Sebuah janji mesti ditepai. Mengapa? Karena janji itu adalah utang yang mesti dilunasi. Kalau tidak, sebuah janji hanya meninggalkan rasa tidak damai di dalam hati seseorang. Kisah di atas mau menunjukkan bahwa sebuah janji yang tidak ditepati itu sangat menyakitkan hati. Suatu persahabatan bisa putus gara-gara janji yang tidak ditepati itu. Karena itu, orang mesti berani bertanggung jawab atas janji yang diucapkannya itu.

Dalam kehidupan berkeluarga ada janji perkawinan. Janji ini mesti ditepati oleh suami istri, agar hidup berkeluarga tetap harmonis. Kesetiaan pada janji perkawinan yang sudah diucapkan itu memberikan suatu bobot tersendiri dalam hidup berkeluarga. Dalam kesetiaan itu terjadi suatu suasana saling percaya. Ada kepastian dalam membangun hidup berkeluarga, karena suami istri saling percaya dan setia pada janji.

Keluarga seperti ini biasanya sebuah keluarga yang sungguh-sungguh menghayati iman kepada Tuhan. Sebuah keluarga yang tidak hanya mengandalkan kekuatannya sendiri dalam membangun hidup berkeluarga. Sebuah keluarga yang yakin bahwa tanpa bantuan Tuhan mereka tidak bisa berdaya.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk tetap setia pada janji yang telah kita ucapkan apa pun kondisi hidup kita. Hanya dengan setia dan menepati janji itu kita akan mendapatkan kepercayaan dari orang-orang di sekitar kita. Mari kita berusaha untuk tetap setia pada janji yang telah kita ucapkan. Kita laksanakan janji-janji itu demi kedamaian dan keharmonisan dalam hidup bersama. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

Senin, 27 Desember 2010

Selasa,28 Desember 2010 (Inspirasi Hari Ini)-Makna Kejujuran Dalam Hidup

Suatu hari seorang anak gembala menggembala ternaknya di padang tepi sebuah hutan. Beberapa lama kemudian ia merasa bosan, karena padang itu sunyi. Dia kemudian berpikir untuk membuat sebuah lelucon. Lalu ia berteriak, "Serigala… Serigala ... Seekor serigala menyergap dombaku! Tolong..!"
Dia yakin orang-orang dari desa terdekat, jika mendengar teriakannya, akan segera datang memberi bantuan dan itu akan mengusir kebosanannya. Benar, teriakannya menarik perhatian penduduk desa. Mereka segera datang bersenjatakan tongkat dan pentung, siap untuk menghalau serigala.

"Di mana serigalanya?" tanya mereka ketika mereka tidak melihat seekor serigala pun.

Anak gembala itu spontan menjawab, "Oh, tidak ada serigala! Saya hanya melucu saja." Ia tertawa terbahak-bahak.

Dengan marah, seorang penduduk desa berkata, "Tidak bisa melucu seperti ini!" Mereka kemudian pergi sambil bersungut-sungut.

Akan tetapi si anak gembala melakukan hal yang sama untuk kedua dan ketiga kalinya. Penduduk desa yang marah itu sampai mengancam akan memukulnya, jika dia berkata yang tidak benar lagi.
Suatu hari seekor serigala benar-benar memangsa domba-dombanya. Anak gembala itu berteriak minta tolong, tetapi sia-sia. Para penduduk desa berpikir bahwa itu hanya lelucon. Akibatnya, serigala berhasil membawa lari seekor domba miliknya dan anak gembala itu pun sangat sedih.

Kejujuran ternyata masih diperlukan di jaman sekarang ini. Pembangunan bangsa dapat berjalan dengan baik kalau ada kejujuran. Sekarang ini sebenarnya begitu banyak orang mempertanyakan kejujuran dari para pemimpin bangsa baik di eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Pasalnya adalah begitu maraknya korupsi yang terjadi di berbagai lembaga negara kita.

Ketidakjujuran yang terjadi dengan adanya korupsi, kolusi dan nepotisme itu mesti dibayar mahal oleh masyarakat bangsa ini. Ada begitu banyak anggota masyarakat yang mesti menangis pilu, karena lilitan kemiskinan dalam hidup mereka. Gizi yang tidak cukup telah menyebabkan busung lapar dari anak-anak bangsa ini. Kalau hal seperti ini selalu terjadi akan berkibat buruk bagi kelangsungan generasi masa depan bangsa ini.

Kita akan memiliki suatu generasi penerus bangsa yang lemah dalam berbagai segi kehidupan. Mengapa? Karena terjadi kebohongan demi kebohongan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita telah menciptakan kecurigaan demi kecurigaan terhadap diri kita sendiri. Siapa yang mau percaya kepada kita, kalau kita mendasarkan hidup kita di atas kebohongan?

Kisah anak gembala tadi menjadi inspirasi sederhana bagi kita. Berkata yang benar masih sangat dibutuhkan di jaman sekarang ini. Kalau kita berkata jujur, kita tidak akan mengalami kesia-siaan dalam perjalanan hidup kita.

Karena itu, sebagai orang beriman kita mesti senantiasa berusaha untuk jujur baik dalam kata maupun perbuatan. Orang yang jujur itu dikasihi oleh Tuhan. Orang yang jujur itu akan mendapatkan rahmat berlimpah dari Tuhan. Mari kita tetap bertahan dalam kejujuran dan kebenaran. Hanya dengan cara ini, kita akan mengalami sukacita dan damai dalam hidup kita. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

Minggu, 26 Desember 2010

Senin,27 Desember 2010 (Inspirasi Hari Ini)-Cacat Bukanlah Halangan untuk Maju

Rachmita Harahap adalah anak keempat dari enam bersaudara, anak Ali Harahap dan Masniarti Siregar. Fisik ayah dan ibunya sempurna, tetapi empat di antara anak mereka, termasuk Mita cacat pendengaran. Saat kecil, Mita tidak menyadari cacatnya. Ia baru tahu saat duduk di bangku SD. Tetapi hal itu tidak membuatnya minder. Ia bersekolah di SD Fransiskus Bukittinggi, Sumatera Barat. Awalnya, semua berjalan lancar, tetapi di kelas 4, ia tidak naik kelas, karena gangguan pendengaran yang dialaminya.

Sejak itu, Mita memakai alat bantu dengar dan sekolah di SLB. Juga setelah keluarga mereka pindah ke Surabaya, ia kembali sekolah di SLB Karya Mulia. Namun, ia tidak kerasan karena merasa pelajaran di SLB tertinggal dari sekolah umum. Ia hanya tahan satu tahun di SLB. Ketika kelas 6, ia pindah ke SD umum. Namun, karena cacatnya, ia sering diolok-olok teman-temannya, tetapi ia tidak peduli. Selain itu, karena menyadari cacat pendengaran, ia memilih duduk di depan. Namun, karena posturnya tinggi, ia menghalangi anak-anak yang duduk di belakangnya. Hal itu membuat teman-temannya kesal, tetapi ia pura-pura tidak tahu. Ia lulus SD dengan menduduki ranking ke-20.

Di SMP dan SMA, ia juga masuk sekolah umum dan selalu masuk ranking sepuluh besar. Hal itu membuatnya bertekad untuk melanjutkan sekolah ke universitas. Ia mendaftarkan diri ke jurusan arsitektur Universitas Mercu Buana, Jakarta. Ternyata pilihannya tidak salah. Ia berhasil menyelesaikan kuliahnya dalam tempo empat setengah tahun dan dinobatkan sebagai lulusan terbaik.
September 1997, Mita masuk S2 teknik desain interior ITB dan ia kembali menunjukkan kemampuannya bersaing dengan mahasiswa normal. Dalam waktu dua setengah tahun kuliahnya selesai. Saat ini, ia menjadi dosen di UMB. Meskipun awalnya sempat mengalami banyak tantangan, ia berhasil melewati semuanya.
Kisah Mita memberikan suatu semangat kepada para penderita cacat. Mereka yang mengalami cacat fisik tidak mesti putus asa dalam hidup ini. Ada banyak kesempatan yang dapat mereka lakukan, kalau mereka punya kemauan dan tekad baja untuk sukses dalam hidup ini.

Memang, mesti diakui bahwa cacat fisik sering kali membuat seseorang minder dan patah semangat. Namun Mita tidak mau menyerah, ketika menyadari cacat pendengarannya. Ia maju terus menghadapi berbagai tantangan. Ia membuktikan bahwa ia tidak kalah dengan orang yang normal. Cacat tidak perlu menghalangi prestasi seseorang.

Sebagai orang beriman, kita mesti sadar bahwa hidup kita selalu berada dalam naungan Tuhan. Dia akan membantu kita dengan memberikan kekuatan-Nya. Dia dapat membantu orang yang mengalami cacat fisiknya untuk terus-menerus berusaha dan maju. Namun Tuhan juga menuntut bahwa orang yang punya kekurangan dalam hidupnya itu mesti terus-menerus berjuang. Orang tidak boleh terpuruk dalam kekurangannya itu.

Kekurangan yang ada dalam diri kita mesti menjadi pemacu semangat untuk berusaha meraih sukses dalam hidup kita. Mari kita singkirkan semua penghalang dalam diri kita. Kita terus memiliki semangat untuk tetap maju dan berkembang dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

Senin, 20 Desember 2010

Selasa,21 Desember 2010 (Inspirasi Hari Ini)-Tetap Memiliki Semangat Berusaha

Masa kecil Walt Disney ternyata tidak seceria kisah-kisah kartun yang digagasnya. Elias, ayahnya, sering gonta-ganti pekerjaan, tetapi lebih banyak gagalnya sehingga ekonomi keluarga mereka morat-marit. Selain itu, ayahnya pelit menunjukkan kasih sayang, sehingga anak-anaknya segera meninggalkan dia begitu mendapat kesempatan.
Si bungsu Walt Disney juga demikian. Ketika berusia 16 tahun, ia bergabung dengan Korps Ambulans Palang Merah selama Perang Dunia Pertama. Ia juga sempat bekerja di redaksi surat kabar, tetapi ia dipecat karena dianggap kurang kreatif. Kemudian, ia menjadi artis komersial di Kansas City, USA. Di sinilah ia mulai mengenal animasi. Antara 1926-1928 Disney memproduksi serial kartun Oswald the Rabbit untuk Universal Pictures.
Pada awal 1928, Disney mulai memperkenalkan tokoh kartunnya yang paling populer, Mickey Mouse, dalam film kartun Plane Crazy. Mickey Mouse mendapat banyak pujian karena dipandang menggambarkan semangat Amerika yang tidak pernah menyerah.
Tahun 30-an, Disney merangkul Technicolor untuk membuat film berwarna. Film berwarna pertama Disney adalah Flowers and Trees (1932). Meskipun ia bukan pembuat film animasi yang baik, ia membuktikan dirinya sebagai pembuat lelucon dan penyunting cerita kelas wahid. Dengan anggota tim artis-artis muda yang bersemangat, tim Disney berkembang dalam teknik dan ekspresi.
Film panjangnya yang pertama, Snow White and Seven Dwarfs, semula diragukan banyak orang karena dianggap naif dan sentimentil. Namun, ternyata publik menerima film ini dengan baik. Sampai berpuluh-puluh tahun kemudian, film ini terus ditonton orang. Disney terus melakukan eksplorasi teknik dalam film-film berikutnya. Dua filmnya: Pinochio yang gelap dan brilian dan Fantasia yang ambisius sangat kaya dengan inovasi teknik.

Perjuangan Walt Disney dalam kisah di atas sangat menarik. Ia tidak mau menyerah begitu saja pada keadaan. Ia berusaha bangkit dari kegagalan hidupnya. Satu hal yang juga menarik adalah ia tidak mau menyalahkan siapa-siapa dalam hidupnya. Ia berusaha untuk menerima kenyataan hidupnya dan berusaha memperbaiki hidupnya.

Hanya dengan cara seperti inilah orang akan mampu bangkit dari keterpurukan hidupnya. Untuk itu, orang mesti belajar terus-menerus untuk memperbaiki hidupnya. Orang tidak boleh berhenti melakukan inovasi dalam hidupnya.

Banyak rintangan dan tantangan yang kita hadapi dalam dunia ini. Apalagi di jaman serba sulit seperti sekarang ini. Apapun rintangan dan tantangan yang kita hadapi, kita mesti tetap berusaha untuk berjuang terus. Hanya dengan cara ini, kita akan menemukan kebahagiaan dalam hidup kita. Tuhan senang pada orang yang berani untuk menghadapi rintangan dan tantangan.

Namun Tuhan tidak pernah tinggal diam. Tuhan selalu membantu umat-Nya. Tuhan tidak pernah melupakan umatNya berjuang sendiri. Ia akan selalu membantu umatNya. Karena itu, sebagai orang beriman, kita mesti menanamkan dalam diri kita bahwa berusaha terus-menerus bersama Tuhan akan membahagiakan hidup kita. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

Senin,20 Desember 2010 (Inspirasi Hari Ini)-Mewariskan Nilai-Nilai Bagi Sesama

Waktu merayakan ulang tahunnya ke-85, almarhum Prof Sartono, mantan guru besar Fakultas Ilmu Budaya, UGM, meluncurkan buku berjudul "Sejak Indische sampai Indonesia. Buku itu merupakan kumpulan 27 tulisannya yang dimuat di media massa antara tahun 1989 hingga 2000. Buku ini berbeda dari buku-bukunya sebelumnya yang merupakan buah pikirannya secara utuh.
Ketika memperkenalkan bukunya, Prof. Sartono berkata, “Saya selalu ingat dulu ada kritikan dari orang muda UGM yang mengatakan, kalaupun ada karya manula, biasanya hanya berupa kumpulan karangan. Ternyata itu terjadi pada saya.” Meskipun begitu, menurut Prof Dr. Taufik Abdullah, buku setebal 316 halaman itu bukan sekadar kumpulan tulisan. Ia berkata, “Buku itu memperlihatkan corak kerja sesungguhnya dari seorang yang telah memilih kariernya sebagai sejarawan.”

Di hadapan tamu-tamunya, yang sebagian besar adalah murid atau mantan muridnya, Prof. Sartono memberikan nasihat. Salah satu pesan penting yang disampaikan adalah harapan agar generasi muda, khususnya sejarawan, tetap memegang prinsip mengandalkan kekuatan batin dan tidak bertumpu pada kemegahan dunia. Menurut dia, seseorang tidak pernah dinilai dari harta yang ia miliki, tetapi dari apa yang telah ia perbuat untuk orang lain. Ia berkata, “Lihat saja semua tokoh besar yang sudah meninggal. Tidak ada dari mereka yang dikenal karena memiliki mobil mewah atau rumah, tetapi karena karya yang telah ia buat selama hidupnya.”

Sesuai dengan prinsipnya, ia berusaha meninggalkan karya yang bermanfaat bagi orang banyak. Selain puluhan buku yang ditulisnya, ia juga melahirkan banyak sejarawan terkenal, seperti Kuntowijoyo, Taufik Abdullah dan Ibrahim Alfian. Dekan FIB UGM, Syamsul Hadi, menyebut Prof Sartono sebagai lumbung ilmu para sejarawan. Ia berkata, "Prof Sartono adalah guru dari tujuh generasi sejarawan di Indonesia. Ini tentu luar biasa.”
Meskipun sudah berusia 85 tahun, ia tidak berhenti berkarya. Ia masih berusaha menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat.

Orang egois hanya memikirkan kepentingannya sendiri atau paling banter keluarganya. Orang sosial berusaha berbuat baik bagi orang lain seperti apa yang dilakukan Prof Sartono. Orang saleh berbuat baik lebih dari itu. Ia berbuat baik kepada orang lain sebagai bentuk pengabdian kepada Tuhan, agar Tuhan dipermuliakan dan orang yang ia layani menerima berkat terbesar.

Sebagai orang beriman, kita semua dipanggil untuk terus-menerus berbuat baik bagi Tuhan dan sesama. Perbuatan baik yang kita lakukan itu akan sangat berharga bagi sesama. Untuk itu, orang mesti mampu menanggalkan egoismenya. Orang mesti berani membuka hatinya kepada Tuhan yang telah memberinya kehidupan.

Dengan cara ini, orang beriman dapat berguna bagi sesamanya. Orang tidak hanya memikirkan dirinya sendiri. Memikirkan orang lain dalam hidup ini merupakan suatu keutamaan yang mesti dikembangkan oleh orang beriman. Mari kita tidak jemu-jemu berbuat baik, karena Tuhan akan berkenan kepada kita. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

Rabu, 15 Desember 2010

Kamis,16 Desember 2010 (Inspirasi Hari Ini)-Tuhan Punya Rencana Atas Setiap Makhluk

Valerina Daniel adalah seorang pemain piano handal. Namun sudah lama ia tidak tampil dalam peristiwa-peristiwa besar. Karena itu, kalau belakangan ini Valerina Daniel kembali mendengarkan musik klasik, bukan cuma karena ingin mengasah kembali kemampuannya bermain piano. Rupanya Valerina yang kini berusia 28 tahun ini punya tujuan lain mendengarkan musik klasik.

Duta Lingkungan ini berkata, ”Kan, kalau usia kandunganku sekarang ini yang 4,5 bulan, katanya bayi sudah bisa dengar musik.”
Menurut Valerina, musik klasik memiliki ketukan yang bisa membuat pola pikir bayi jadi teratur. Karena itu, setiap malam sebelum tidur ia menyempatkan diri mendengarkan musik klasik.
”Lucunya, bayi juga nendangnya mengikutin musik. Kalau musiknya lagi heboh, ya nendangnya juga jadi lebih semangat,” cerita Valerina antusias.

Valerina melahirkan bayinya itu akhir November 2008 lalu. Namun, dengan bersemangat ia bercerita tentang rencana lain. Hal ini berkaitan dengan Hari Cinta Puspa Satwa Nasional yang akan jatuh pada 5 November 2008 lalu.
”Pada enggak tahu kan, padahal udah dicanangkan dari 15 tahun yang lalu, lho,” kata Valerina tentang hari yang mengampanyekan perlindungan dan pelestarian hewan ini.

Mencintai dan melestarikan hewan mesti menjadi obsesi setiap warga negara. Mengapa? Karena hewan bukan sekedar makhluk yang digunakan untuk kepentingan manusia. Hadirnya hewan itu pada dasarnya dikehendaki Sang Pencipta. Mereka hidup bukan hanya untuk diri mereka sendiri. Mereka diciptakan untuk kepentingan alam semesta yang lebih luas.

Karena itu, kalau mereka diperlakukan dengan baik, alam semesta ini menjadi tempat yang aman dan damai bagi hidup manusia. Untuk itu, pelestarian alam mesti senantiasa diperjuangkan. Valerina Daniel telah menunjukkan niat baiknya untuk melestarikan hewan yang mesti dilindungi. Meski ia baru melahirkan anaknya, ia tetap memiliki kepedulian terhadap hewan yang hampir punah dari dunia ini. Ia berusaha untuk melestarikan hewan-hewan itu. Dengan demikian spesies langka dapat berkembang biak sesuai dengan yang dikehendaki oleh Sang Pencipta.

Sebagai orang beriman, apa yang semestinya kita lakukan terhadap hewan yang cenderung semakin punah? Atau apa yang sudah kita buat untuk melestarikan hewan yang terancam punah? Kita semua diajak untuk memperlakukan hewan sebagai ciptaan Sang Pencipta. Tuhan punya tujuan tertentu, ketika menciptakan alam semesta termasuk hewan. Karena itu, ketika kita melestarikan hewan yang hampir punah, kita memberi suatu penghargaan yang besar terhadap Sang Pencipta. Mari kita tak henti berjuang untuk melestarikan hewan yang hampir punah. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

Selasa, 14 Desember 2010

Rabu,15 Desember 2010 (Inspirasi Hari Ini)-Berusaha Mengenyahkan Kekerasan

Miss Venezuela, Dayana Mendoza, langsung menitikkan air matanya begitu juri mengumumkan bahwa dialah yang menjadi Miss Universe 2008, Senin (14/7/2008) lalu. Dia menangis haru, meski berkali-kali ia menebar senyum kegembiraan. Ternyata tangis haru Dayana Mendoza itu punya alasan lain. Mahkota kemenangan itu sekaligus membuat dia lega, karena bisa meneriakkan sikap antikekerasan.

Bertempat di Nha Trang, Vietnam, Mendoza berhasil menyingkirkan pesaing dari 80 negara. ”Saya menangis begitu dalam. Saya bangga bisa terpilih,” kata perempuan kelahiran Caracas, Venezuela, 1 Juni 1986.

Mendoza mengatakan, kesempatan ini akan digunakan untuk membangkitkan semangat kampanye antikekerasan. ”Saat ini sesuatu telah terjadi di negara saya dan saya ingin tetap meneriakkan suara saya bahwa kekerasan bukanlah jawaban,” katanya.

Model yang bercita-cita menjadi desainer interior ini pernah menjadi korban penculikan di negaranya. Peristiwa pahit itu telah membentuk pribadinya agar selalu tampil tenang di saat tertekan.
Kekerasan masih saja terjadi di sekitar kita. Ada begitu banyak orang menderita karena kekerasan. Ada orang yang menderita sebagai akibat dari perang yang tak pernah berhenti di daerahnya. Ada anak-anak yang mengalami kekerasan dari orangtua mereka. Ada istri-istri yang mengalami kekerasan dari suami mereka. Pertanyaannya, mengapa kekerasan bisa terjadi di sekitar kita?
Tidak mudah menjawab pertanyaan ini. Namun yang pasti adalah kekerasan itu bisa terjadi karena matinya suara hati. Suara hati yang mati itu menyebabkan tidak ada cinta kasih dalam hidup manusia. Manusia hidup hanya untuk dirinya sendiri. Egoisme menjadi andalan hidup manusia. Ketika menghadapi benturan dan kesulitan, kekerasan kemudian menjadi kata akhir.

Dalam rumah tangga kekerasan sering terjadi, karena melunturnya cinta kasih. Suami tidak memandang istri sebagai bagian yang tak terpisahkan dari dirinya. Suami cenderung menguasai istri dengan segala bentuk kekuasaan yang dimilikinya. Relasi yang dibangun bukan lagi berdasarkan cinta kasih, melainkan siapa kuat dia menang. Hasil relasi seperti ini biasanya selalu tidak harmonis. Kekerasan pun dapat terjadi.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa mengandalkan cinta kasih dalam hidup kita. Cinta kasih itu mampu menghidupkan relasi yang kurang harmonis. Cinta kasih itu mampu membantu kita untuk mengenyahkan segala bentuk kekerasan dari kehidupan kita. Mari kita terus-menerus berusaha untuk meniadakan kekerasan dari lingkungan hidup kita. Dengan demikian hidup kita menjadi damai dan tenteram. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

Minggu, 12 Desember 2010

Senin,13 Desember 2010 (Inspirasi Hari Ini)-Berusaha Melestarikan Lingkungan Hidup

Puteri Indonesia 2001, Angelina Sondakh, selama duna minggu (sejak 25 Agustus 2008 lalu) tinggal di hutan Kalimantan. Kedatangannya ke sana untuk mencari ”putri” atau princess yang tidak kalah mencuri perhatian. Siapa princess itu? Tidak lain adalah orangutan yang bernama Princess.
Angie menjalani syuting pembuatan film dokumenter tentang Princess, orangutan yang sukses menyesuaikan diri kembali dengan habitat aslinya di hutan Kalimantan. Banyak orangutan dewasa dibunuh pemburu. Anak-anaknya lalu diselundupkan ke luar hutan dan dijual secara ilegal. Salah satunya Princess.

Bagi Angie yang sejak tahun 2006 didaulat menjadi Duta Besar Orangutan oleh Orangutan Republik Education Initiative, penyelamatan orangutan berarti besar. Tidak hanya berarti menjaga orangutan dari kepunahan, tetapi secara luas juga melestarikan hutan yang menyediakan sumber air bagi kehidupan manusia. Namun, demi Princess ia rela meninggalkan hiruk-pikuk Jakarta.
”Sekalian untuk penyeimbangan. Jadi, senanglah mau masuk hutan. Siapa tahu bisa menemukan energi yang baru,” kata Angie.

Alam di sekitar kita bukan sekedar hiasan untuk kita pandangi. Namun alam di sekitar kita beserta isinya itu menjadi bagian dari hidup kita. Tanpa alam yang asri dan lestari, manusia akan segera punah. Karena itu, kepedulian terhadap alam sekitar seperti yang dilakukan oleh Angelina Sondakh merupakan sesuatu yang sangat positif.

Menyelamatkan spesies yang ada di sekitar kita berarti kita menyelamatkan diri kita sendiri. Hewan seperti orangutan itu bagian dari kehidupan manusia. Mereka dapat menjadi penyeimbang ekosistem yang baik. Namun seringkali manusia tidak menyadari kehadiran hewan di sekitarnya. Manusia memburu dan menembakinya untuk kepentingan diri sendiri. Akibatnya, terjadi banyak wabah penyakit yang mengganggu manusia itu sendiri.

Sebagai orang beriman, kesadaran akan pentingnya kelestarian alam mesti selalu menjadi bagian yang utama dalam hidup kita. Ekosistem yang rusak itu membawa akibat buruk bagi hidup manusia. Ekosistem yang rusak menghambat proses kehidupan ke arah yang lebih baik. Karena itu, kita mesti lebih memberi makna terhadap pentingnya ekosistem dan lingkungan yang menjadi bagian dari hidup kita itu.

Mari kita terus-menerus berusaha untuk memelihara lingkungan hidup di mana kita berada. Lingkungan yang sejuk dan segar memberi suatu kehidupan yang lebih menjanjikan. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

Minggu,12 Desember 2010 (Inspirasi Hari Ini)-Membangun Hidup Bersama Sesama

Seorang pemuda tampak sibuk dengan hand phonenya. Dengan tipe HP mutakhir, orang muda itu tampil pede. Ia menjadi semakin yakin bahwa menggunakan HP yang canggih, ia dapat berkomunikasi dengan teman-temannya. Ia tidak peduli di keramaian, ia tetap saja menggunakan hpnya. Seolah-olah ia memang orang yang sangat sibuk.
Selidik punya selidik, ternyata pemuda itu seorang yang kesepian. Ia hanya punya seorang teman dalam hidupnya. Seorang teman lelaki yang sebenarnya sudah bosan pula meladeni pemuda itu. Hanya dengan teman itulah pemuda itu mampu berkomunikasi. Orang-orang lain di sekitarnya sudah tidak mau bergaul dengan pemuda yang kesepian itu. Karena itu, setiap kali ada kesempatan untuk berkomunikasi dengan temannya itu, pemuda itu menggunakan kesempatan itu sebaik-baiknya di mana pun dan kapan pun.
Suatu hari pemuda itu menjadi stress. Ia membanting hpnya yang canggih itu. Pasalnya, teman satu-satunya itu tidak menghidupkan hpnya. Ia kesal. Ia sangat butuh orang yang mampu mendengarkan keluh kesahnya saat itu juga. Lantas ia memukul-mukul kepalanya hingga darah segera mengucur. Beberapa saat kemudian ia mengambil belati dan menikamkan ke perutnya. Ia pun meninggal dalam kesepian.

Kesepian sering kali melilit diri manusia. Ada banyak alasan yang membuat orang kesepian. Pemuda dalam kisah di atas mengalami kesepian, karena tidak punya sahabat yang dapat mendengarkan keluh kesah hidupnya. Mungkin ia sendiri yang menyebabkan ia kehilangan banyak sahabat.

Dalam konteks ini kita dapat melihat bahwa membangun relasi yang baik dengan sesama itu merupakan suatu bagian dari hidup kita, hidup beriman kita. Relasi yang baik itu suatu cara kita membuka hati kepada sesama. Apa jadinya kalau kita tidak punya relasi yang baik dengan sesama? Kita akan kehilangan sahabat. Kita tidak punya orang yang dapat kita ajak untuk memiliki kepedulian terhadap kita. Kita akan menjadi orang yang kesepian dalam hidup ini.

Karena itu, kita mesti membangun suatu sikap rendah hati. Orang yang rendah hati itu memiliki banyak sahabat dalam hidupnya. Orang yang rendah hati itu orang yang menghargai sesamanya. Orang yang tidak menganggap remeh sesamanya.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk membangun kerendahan hati di hadapan Tuhan dan sesama. Kita mesti mengakui bahwa kita tidak hidup sendirian dalam dunia ini. Kita hidup bersama orang lain. Kita butuh orang lain untuk berbagi suka dan duka. Kita juga butuh Tuhan yang memberikan semangat bagi kita untuk memiliki kerendahan hati. Mari kita bangun relasi dengan sesama dalam semangat kerendahan hati. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

Kamis, 09 Desember 2010

Jumat,10 Desember 2010 (Inspirasi Hari Ini)-Membangun Perhatian Dengan Sesama

Ada seorang janda tua yang telah membantu seorang kaya di sebuah rumah yang mewah selama lebih dari dua puluh tahun. Dia juga telah mendirikan sebuah gubuk dan selalu memberi makanan untuk orang kaya itu. Suatu ketika janda itu ingin mengetahui perkembangan ilmu yang telah dicapai oleh orang kaya itu.
Kebetulan, ada seorang gadis cantik dan kaya yang sedang ada dalam masalah. Si janda tua lantas menyarankan supaya gadis itu pergi kepada orang kaya tersebut untuk meminta nasihat. Janda tua itu juga menyampaikan salam dan pesan kepada orang kaya itu.

Kata si janda kepada gadis itu, "Pergi dan datangilah dia. Tolong tanyakan bagaimana keadaannya sekarang."
Gadis itu pergi ke rumah orang kaya itu dan melakukan apa yang diminta janda itu. Tanpa banyak basa-basi, gadis itu langsung mendatangi orang kaya tersebut. Dia juga menanyakan keadaannya sebagaimana pesan si janda.

Orang kaya itu menjawab pertanyaan gadis itu dengan sangat puitis, "Sebatang pohon tua tumbuh di bebatuan pada musim dingin. Tidak ada kehangatan di sana."

Gadis itu memberitahukan semua yang ia dengar kepada janda tua tersebut.

Dengan kemarahan yang besar, janda tua itu berteriak, "Telah dua puluh tahun aku membantunya. Tetapi ternyata, dia tidak punya perhatian pada orang lain. Bahkan, dia tidak berniat untuk membantumu. Dia hanya memikirkan dirinya sendiri dan kesenangannya!"

Tidak lama kemudian, janda itu pun mendatangi rumah orang kaya tersebut dan membakarnya.

Hidup kita di dunia ini tidak hanya terbatas pada lingkup kita sendiri. Kita selalu bersosialisasi dengan sesama. Kita senantiasa bertumbuh dan berkembang dengan sesama di sekitar kita. Karena itu, relasi dengan sesama mesti ditumbuhsuburkan. Dengan relasi yang baik itu, kita memberi perhatian kepada sesama. Kita ingin agar hidup yang kita miliki ini bukan hanya untuk diri kita sendiri.

Kisah di atas memberi kita suatu kenyataan hidup bahwa kita mesti selalu berusaha untuk hidup bukan hanya bagi diri kita sendiri. Kisah ini menyadarkan kita bahwa kita memiliki sesama dan dimiliki oleh sesama di sekitar kita. Kadang-kadang kita memberi suatu senyum kepada sesama itu menjadi suatu yang sangat berharga bagi mereka. Itulah bentuk perhatian kita kepada mereka.

Namun perhatian yang kita berikan itu juga mesti suatu perhatian yang datang dari hati yang tulus. Kadang-kadang ada orang yang mau memberi perhatian kepada sesama karena mengingini sesuatu dari sesamanya itu. Untuk itu, kita mesti merefleksikan kembali bangunan relasi yang selama ini kita buat dengan sesama kita. Apakah relasi yang kita bangun itu dengan hati yang murni? Mengapa kita ingin membangun relasi dengan sesama?

Sebagai orang beriman, kita ingin agar relasi yang kita bangun dengan sesama itu berdasarkan cinta kasih sejati. Cinta kasih itu menguatkan kita untuk senantiasa memiliki perhatian bagi sesama. Mari kita bangun relasi yang baik dengan sesama berdasarkan cinta kasih. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

Selasa, 07 Desember 2010

Rabu,8 Desember 2010 (Inspirasi Hari Ini)-Hidup Ini Sangat Bernilai

Suatu hari seorang guru bijaksana berjalan-jalan bersama dengan beberapa orang muridnya. Mereka tiba di sebuah, hutan di mana ratusan penebang pohon tengah menebang pohon. Para penebang itu membabat habis seluruh pohon di hutan itu, kecuali sebatang pohon yang sangat besar.
Satu-satunya pohon yang ditinggalkan itu memang luar biasa besar. Cabang-cabangnya sangat banyak dan besar-besar. Lebih dari sepuluh ribu orang bisa berteduh di bawahnya. Pohon itu seakan menjadi tenda raksasa. Ratusan penebang pohon itu pun berteduh dan beristirahat di bawah pohon itu.

Guru bijaksana itu memerintahkan murid-muridnya untuk bertanya mengapa pohon itu tidak ditebang saja seperti pohon-pohon lainnya. Murid-murid itu mengikuti perintah gurunya. Mereka duduk bergabung dengan ratusan penebang pohon yang sedang beristirahat di bawah pohon raksasa itlu.

"Pak, mengapa kalian tidak menebang pohon ini sekalian?" tanya salah seorang murid kepada penebang pohon.
"Pohon ini tidak berguna sama sekali. Kita tidak bisa membuat apa-apa dari pohon ini, karena batangnya terlalu banyak dan melengkung. Tidak ada yang lurus. Kitajuga tidak bisa memakainya untuk kayu bakar, karena asapnya berbahaya untuk mata. Pohon ini betul-betul tidak berguna. Itulah sebabnya kami tidak memotongnya," jawab salah seorang penebang pohon itu.

Kemudian para murid kembali ke guru bijaksana itu dan melaporkan jawaban dan alasan para penebang pohon itu.
Guru bijaksana itu hanya tertawa dan berkata, "Jadilah seperti pohon itu. Kalau kamu berguna, kamu akan dipotong dan dijadikan perabotan untuk dipakai di rumah orang. Kalau kamu cantik, kamu akan dijadikan barang untuk dijual di pasar. Jadilah seperti pohon itu: sama sekali tidak berguna. Dengan demikian, kamu akan tumbuh, besar, berkembang, punya banyak batang dan cabang, sehingga ribuan orang akan mendapatkan kesejukan di bawah naunganmu!”

Bagi kita, kata-kata guru bijaksana ini terasa janggal. Bukankah manusia mesti bertumbuh dan berkembang? Bukankah kita mesti mengembangkan kemampuan-kemampuan kita seluas-luasnya untuk kemajuan diri dan sesama?

Tapi baiklah. Mungkin guru bijaksana itu punya suatu pandangan yang lain tentang hidup ini. Mungkin guru bijaksana itu mau mengatakan hidup ini akan sangat berarti bagi diri sendiri, kalau dimanfaatkan seefisien mungkin. Orang semestinya tidak boleh menyia-nyiakan bakat dan kemampuannya. Orang mesti menggunakannya untuk kesejahteraan diri dan sesama.

Sebagai orang beriman, kita ingin agar hidup kita memiliki nilai yang berguna untuk Tuhan dan sesama. Karena itu, kita menggunakan hal-hal yang ada dalam diri kita sebaik-baiknya untuk perkembangan dan kemajuan hidup kita. Hidup ini sangat bernilai dan berharga. Karena itu, jangan disia-siakan. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

Minggu, 05 Desember 2010

Senin,6 Desember 2010 (Inspirasi Hari Ini)-Belajar dari Hal-Hal Kecil

Suatu hari seorang murid bertanya kepada gurunya, “Guru, apakah jalan yang sejati itu?”

Guru itu menjawab, “Setiap hari adalah jalan yang sejati itu.”

Dengan penuh semangat, murid itu bertanya lagi, “Dapatkah aku mempelajarinya?”

Sang Guru menjawab, “Semakin kamu mempelajarinya, semakin kamu jauh dari jalan itu.”
Murid itu semakin kebingungan. Ia tidak habis pikir, mengapa gurunya yang bijaksana itu menjawab seperti itu. Ia pun bertanya lagi, “Kalau aku tidak mempelajarinya, bagaimana mungkin aku dapat menjalaninya?”
Sambil tersenyum, guru bijaksana itu menatap wajah muridnya dan berkata, “Jalan itu bukanlah benda yang dapat dilihat ataupun benda yang tidak dapat dilihat. Jalan itu juga bukanlah ilmu yang dapat diketahui maupun ilmu yang tidak dapat dikeketahui. Ia tidak perlu dicari, dipelajari atau didefinisikan. Untuk menjadikan jalan itu sebagai bagian dari dirimu, bukalah dirimu lebar-lebar seluas langit di angkasa.”

Ada banyak hal di sekitar kita yang dapat kita gunakan untuk kemajuan diri kita. Namun sering kali hal-hal itu kita anggap remeh. Kita menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak berguna. Akibatnya, kita banyak kehilangan kebijaksanaan yang semestinya dapat kita gali untuk hidup kita.

Alam, misalnya, menyediakan begitu banyak pelajaran yang berguna bagi hidup kita. Semut-semut kecil yang tampak berkeliaran di sekitar kita, ternyata memiliki semangat kebersamaan yang begitu tinggi. Dengan cara mereka sendiri, mereka dapat berkomunikasi di antara mereka. Hasilnya, mereka menemukan kebersamaan dan kerjasama yang baik. Hidup mereka damai. Mereka tidak berkelahi atau bertengkar.

Belajar dari kehidupan alam itu sangat berguna bagi kelangsungan hidup kita. Kita dapat menimba suatu suasana yang baik yang disediakan oleh alam dan segala isinya. Untuk itu, kita mesti membuka diri lebar-lebar terhadap setiap kebijaksanaan yang disediakan oleh alam dan sesama kita. Hal-hal yang tampaknya sepele itu ternyata memiliki nilai yang indah dan besar bagi kelangsungan hidup kita.

Membuka diri lebar-lebar berarti kita mau menerima sesuatu yang baik bagi diri kita. Kita ingin berkembang terus-menerus dengan belajar sesuatu yang baru dari dunia sekitar kita. Untuk itu, dibutuhkan suatu sikap rendah hati. Hati yang sombong itu biasanya menutup hal-hal baik yang berasal dari luar diri untuk dipelajari.

Mari kita berusaha untuk membuka diri lebar-lebar bagi kebijaksanaan yang ada di sekitar kita. Dengan demikian, kita dapat memiliki kebijaksanaan yang sempurna. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

Kamis, 02 Desember 2010

Jumat,3 Desember 2010 (Inspirasi Hari ini)~Selesaikan Persoalan Dengan Hati yang dingin

Ketika Chung Tzu sedang berjalan-jalan, ada seorang pemuda menghampirinya. Pemuda itu meminta bantuannya untuk mengatasi sifat buruknya. Tanya Chung Tzu, “Apa masalahmu?”

Pemuda itu menjawab, “Guru, aku ini orang yang sangat emosional. Aku cepat marah. Bagaimana caranya menghentikan sifat buruk ini, Guru?”
Chung Tzu berkata lagi kepada pemuda itu, “Tunjukan kemarahanmu itu kepadaku. Mungkin itu akan sangat menarik.”

Pemuda itu menjawab, “Aku sedang tidak marah saat ini. Jadi aku tidak bisa menunjukkannya kepadamu.”

Kata Chung Tzu, “Baiklah. Bawalah saja padaku, kalau suatu saat nanti kamu sedang marah.”

Pemuda itu mulai mengeluh kepada gurunya, “Tetapi aku tidak bisa membawanya kepadamu. Tentulah kemarahanku itu hilang, ketika kubawa kepadamu.”
Dengan bijak, Chung Tzu berkata lagi, “Jika demikian, menurutku, kemarahan itu bukanlah bagian dari dirimu. Maka jika bukan merupakan bagian dari dirimu, pastilah sifat burukmu itu datang dari luar. Jadi jika suatu saat nanti kamu marah lagi, pukullah dirimu sendiri dengan tongkat hingga rasa marah itu hilang. Dengan demikian sifat burukmu juga akan hilang.”

Sering kita mengeluh tentang persoalan yang sebenarnya tidak ada dalam diri kita. Kita begitu dalam memperhatikannya. Seolah-olah hal itu begitu penting. Seolah-olah hal itu yang sangat mendominasi hidup kita. Akibatnya, kita menjadi panik. Bisa-bisa menjadi stress, karena terlalu memikirkan hal itu. Siapa yang kemudian akan menderita? Kita sendiri.

Karena itu, kita mesti membedakan antara persoalan yang berasal dari dalam diri kita sendiri dan persoalan yang berasal dari luar diri kita. Kita mesti secara kritis menilai persoalan-persoalan itu. Lalu kita susun strategi-strategi untuk mengatasinya. Kita cari akar persoalan yang datang dari luar diri kita. Lalu segera kita selesaikan dengan hati yang dingin.

Lantas persoalan yang berasal dari dalam diri kita pun kita usahakan untuk diselesaikan dengan baik. Mungkin kita butuh bantuan orang-orang lain untuk melihat secara jeli persoalan yang sedang kita hadapi. Untuk itu, dibutuhkan suatu kerendahan hati. Kita mesti membuka hati kita lebar-lebar, sehingga persoalan yang ada dalam diri kita dapat diselesaikan dengan baik.

Sebagai orang beriman, kita ingin menyelesaikan persoalan-persoalan hidup kita bersama Tuhan. Kita ingin melibatkan Tuhan dalam suka dan duka hidup kita. Tuhan akan membantu, kalau kita berani membuka diri kepada Tuhan dan sesama. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ