Selasa, 28 Juni 2011

Kejujuran Itu Bersumber dari Hati Nurani yang Jernih

Kejujuran Itu Bersumber dari Hati Nurani yang Jernih
Beberapa waktu lalu seorang gadis ingin sekali memiliki SIM C. Dia berusaha mengikuti semua aturan, termasuk mengikuti ujian tertulis dan praktik. Ujian tertulis dia lalui dengan sangat memuaskan. Semua soal yang diberikan dia jawab semua. Dan semua benar. Namun apa lacur, dia gagal di ujian praktik.
Dia gagal di ujian praktik membawa motor di jalur zigzag. Salah satu kakinya menyentuh aspal di tempat ujian itu.
Karena gagal, dia pun berusaha menyogok petugas polisi. Dalam bayangannya, polisi itu akan mau meluluskannya. Tapi anggapannya salah. Justru dia dinasihati petugas polisi itu karena berusaha menyogoknya.

Seolah tidak ada jalan lagi, dia mengeluh, “Duh, susahnya membuat SIM.”
Tidak berapa lama saat berada di tempat pembuatan SIM, seorang petugas mengumumkan, “Bapak ini telah menyogok polisi sebesar 20 ribu rupiah.” Polisi itu menunjuk seorang pria yang tertunduk lesu.

Gadis itu pun terdiam. Seandainya polisi yang dia coba sogok itu terima saja uangnya, mungkin dia juga akan diumumkan seperti pria itu. Betapa malunya dia. Untung, polisi itu menasihatinya untuk tidak menyogok polisi.

Dalam benaknya, gadis itu memang sangat kesal. Mengapa saat ini membuat SIM itu sangat sulit dan petugas pun tidak mau disogok? Karena gagal, akhirnya dia diberi waktu dua minggu untuk kembali menjalani praktik lapangan.
Kisah di atas sungguh-sungguh terjadi di Jakarta dua tahun lalu. Waktu itu pihak kepolisian memperketat semua bentuk pengurusan SIM. Kepolisian RI tidak mau dicap sebagai lembaga terkorup di Indonesia. Mereka mulai berusaha untuk membersihkan diri.

Sogok menyogok memang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Untuk memperlancar usaha, orang berani mengeluarkan uang dalam jumlah besar sebagai pelicin. Demi sepucuk surat ijin, orang berani melakukan apa saja, termasuk menyogok. Sebenarnya, sogok menyogok itu menghilangkan suasana fairness, suasana sehat dalam bersaing. Orang ingin menang sendiri. Orang mau memaksakan kemauannya sendiri.

Tentu kondisi seperti ini menghalangi kemampuan orang lain untuk bersaing secara sehat, secara jujur. Karena itu, kejujuran mesti diutamakan. Kalau polisi sudah mulai menciptakan kejujuran dengan menolak sogok pembuatan SIM, kita berharap bahwa akan banyak aspek kehidupan terjadi dalam suasana yang jujur pula.
Sebagai orang yang beriman kepada Tuhan, kita mesti belajar untuk mengendalikan diri kita. Keinginan untuk berkuasa, untuk memiliki kekayaan yang sebanyak-banyaknya mesti dikendalikan. Kalau tidak dikendalikan akan terjadi ketidakharmonisan dalam hidup kita. Orang yang tidak jujur biasanya dikejar terus-menerus oleh teguran suara hatinya. Akibatnya, ia tidak tenang dalam hidupnya. Ia tidak damai, karena merasa diri ditekan terus oleh suara nuraninya yang jernih.

Mari kita berusaha jujur dalam hidup kita. Kita berusaha untuk senantiasa memiliki hati nurani yang jernih. Dengan demikian, hidup kita menjadi tenang di hadapan Tuhan dan sesama. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ


sumber:http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2010/01/kejujuran-itu-bersumber-dari-hati.html

Kamis, 23 Juni 2011

Dipanggil untuk Saling Mengampuni

Dipanggil untuk Saling Mengampuni


Seorang bapak menceritakan pengalaman traumatisnya semasa kecil sampai remaja, yang menjadi bagian tak terlupakan dalam sejarah hidupnya. Dia anak seorang guru teladan yang menerapkan sistem hukuman fisik dalam mendidik anak-anaknya di rumah. Karena sebagian besar anak di keluarganya laki-laki, perilaku orangtuanya semakin terwajarkan secara jender.
Bapak itu berkata, “Dipukuli dan dibentak adalah makanan kami sehari-hari sejak umur lima tahun, bahkan sampai remaja lima belas tahun.” Matanya yang marah seketika berubah menjadi berair mata saat dia mencoba menceritakan satu per satu kisah hidupnya.
Karena itu, ketika dia membaca atau menonton televisi yang memberitakan kekerasan terhadap anak dan remaja, ingatan masa lalunya terngiang kembali di benaknya. Semua itu masih terekam sempurna dalam ingatan seseorang yang telah dewasa.
Di tengah budaya masyarakat tradisional Indonesia, hukuman fisik dianggap mujarab dalam mengarahkan tingkah laku anak yang tidak sesuai dengan etika kebiasaan masyarakatnya. Sejarah pendidikan kolonial ikut pula terlibat dalam membangun pola pendidikan tradisional yang melegitimasikan aksi hukuman fisik, berupa suatu tindakan yang menyakiti secara fisik, dengan tujuan untuk menekan perilaku negatif seorang anak. Melalui itu dipercaya bahwa perilaku positif anak saja yang akan terbentuk.

Pertanyaannya, mengapa mesti terjadi kekerasan dalam pendidikan? Menurut para ahli, terjadinya kekerasan yang dilakukan seorang pendidik itu karena ia sudah kehilangan akal. Akibatnya, emosinya yang bermain. Ia tidak kreatif dalam mengarahkan anak didiknya yang sulit diatur di dalam kelas. Alasan klasik yang dibuat adalah agar anak didik memiliki disiplin dalam hidup mereka.
Tentu kita semua prihatin menyaksikan, membaca atau mendengar kekerasan masih terjadi di sekolah. Semestinya lembaga pendidikan menjadi tempat untuk menanamkan nilai-nilai yang baik seperti mampu mengendalikan emosi, mampu mengampuni yang melakukan kesalahan.

Sebagai orang yang beriman, kita ingin belajar untuk mampu memaafkan mereka yang melakukan kesalahan orang lain seberapa besar dan banyak pun kesalahan itu dilakukan. Mengapa? Karena kita juga manusia yang lemah yang kadang-kadang atau sering melakukan kesalahan.

Orang yang mampu mengampuni kesalahan sesamanya adalah orang yang selalu mau melihat sisi positif orang lain. Sejelek-jeleknya orang, ia masih memilik hal baik dan positif yang mesti ditumbuhkembangkan dalam hidup ini.
Kita semua dipanggil untuk saling mengampuni ketika ada sesama yang bersalah. Semangat mengampuni mesti menjadi bagian hidup orang-orang yang beriman kepada Tuhan. Tuhan juga selalu mengampuni dosa dan kesalahan kita. Karena itu, kita juga mesti mengampuni sesama yang bersalah kepada kita.

Setiap hari ini kita menerima begitu banyak hal baik dari Tuhan dan sesama. Mari kita pelihara kebaikan itu dalam hidup kita. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

sumber:http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2010/01/dipanggil-untuk-saling-mengampuni.html

Rabu, 22 Juni 2011

Membiarkan Tuhan Terlibat dalam Hidup Kita

Membiarkan Tuhan Terlibat dalam Hidup Kita


Benyamin Langham tidak beda dengan balita lainnya. Tetapi ia lahir dari keluarga yang sebelumnya dinyatakan tidak mungkin bisa mendapatkan keturunan. Ayah kandung Benyamin lumpuh total. Namun keajaiban terjadi.
Orangtua Benyamin mengikuti suatu pilot project yang dijalankan di sebuah klinik kesuburan terkenal di London. Pelopor pengobatan baru yang memungkinkan jutaan pasangan tak subur lainnya memiliki keturunan. Di Inggris, setiap tahun tercatat 400 pria muda mengalami kecelakaan fatal yang membuat mereka lumpuh dari pinggang ke bawah. Secara teoritis, kecelakaan seperti itu membuat mereka tidak mungkin bisa membuahi atau mempunyai anak.
Melalui pilot project di London itu, ayah Benyamin dapat mengikuti berbagai program. Akhirnya, ia dapat mempunyai anak. Benyamin lahir dari pilot project itu. Ia lahir sebagai anak yang istimewa, karena secara normal sebenarnya ayahnya sudah tidak mampu lagi mempunyai anak.

Kisah seperti di atas juga kadang-kadang terjadi di sekitar kita. Ada keluarga yang sudah lama menikah, tetapi belum dikaruniai anak. Banyak dari mereka yang terus-menerus berusaha untuk memiliki anak kandung sendiri. Berkat kerja keras dari pasangan seperti ini suatu ketika Tuhan mengaruniakan kepada mereka buah hati yang mereka dambakan. Tentu saja mereka akan sangat mensyukuri hal ini.

Sebagai orang beriman, hal ini mesti dilihat dari terang iman. Artinya, ada campur tangan Tuhan dalam proses-proses yang terjadi secara ajaib seperti ini. Kalau Tuhan tidak ikut campur tangan dalam hal-hal seperti ini, maka apa pun usaha manusia akan sia-sia belaka.
Seorang yang memiliki maksud baik untuk kelangsungan generasinya tentu tidak akan memalingkan diri begitu saja dari penyertaan Tuhan dalam hidupnya. Baginya, Tuhan mesti mendapat tempat utama dalam hidupnya. Tuhan mesti menjadi bagian yang tak terpisahkan dari hidupnya. Hidup yang ia jalani ini berkat kasih karunia Tuhan atas dirinya.
Ada orang yang membanggakan semua maksud baiknya dan keberhasilan dalam hidupnya sebagai usaha-usahanya sendiri. Ini baik. Tetapi ia juga mesti sadar bahwa ia selalu bersama orang lain dan Tuhan dalam perjalanan hidupnya. Karena itu, suatu kesombongan hanya akan membawa orang seperti ini ke dalam jurang kebinasaan.

Karena itu, sebagai orang beriman kita ingin agar hidup dan karya kita senantiasa berjalan di bawah bimbingan Tuhan yang mahapengasih dan mahapenyayang. Orang yang berada di bawah naungan Tuhan akan selalu mengalami kebahagiaan. Ia tidak merasa hidup ini sebagai suatu keterpaksaan. Justru ia akan mengalami suatu sikap bebas dalam mengekspresikan dirinya. Syaratnya adalah orang mau menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Orang membiarkan Tuhan terlibat dalam hidupnya.

Mari kita berusaha untuk hidup di bawah naungan Tuhan. Kita menciptakan suasana, agar Tuhan mau terlibat dalam persoalan-persoalan hidup kita. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

sumber:http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2010/01/membiarkan-tuhan-terlibat-dalam-hidup.html

Selasa, 21 Juni 2011

Rabu, 22 Juni 2011(Ziarah Batin 2011)-Bacaan Injil : Mat. 7:15–20

Rabu, 22 Juni 2011
Pekan Biasa XII (H)
St. Paulinus dr Nola; St. Thomas Moore;
Sta. Yulia Billiart; St. Albanus; St. Yohanes Fischer

Bacaan I: Kej. 15:1–12,17–18
Mazmur : 105:1–2,3–4,6–7,8–9; R: 8a
Bacaan Injil : Mat. 7:15–20


”Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas. Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri? Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik. Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api. Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka.”


Renungan

Apakah yang dapat dibanggakan dalam hidup Abraham sehingga Allah memilihnya untuk menjadi pemilik tanah terjanji, tanah Kanaan, bahkan keturunannya akan sebanyak bintang di langit yang tidak terhitung jumlahnya? Allah mengenal iman Abraham yang besar karena ia berani percaya kepada-Nya meskipun tidak ada bukti yang sudah jelas. Percaya tanpa syarat bukanlah tanpa akal budi, tetapi Abraham berani memutuskan untuk mengandalkan seluruh masa depan hidupnya kepada Allah yang ia kenal, ”Akulah TUHAN, yang membawa engkau keluar dari Ur-Kasdim untuk memberikan negeri ini kepadamu menjadi milikmu” (Kej. 15:7).

Allah yang diimani Abraham itulah yang terus-menerus diwariskan dari generasi satu ke generasi berikutnya. Warisan iman itu sungguh berbuahkan dalam diri bangsa Israel, sampai pada keturunannya. Sikap batin Abraham yang penuh percaya kepada Allah yang dikenalnya, itulah yang sebenarnya menjadi inti sikap hidup orang beriman sekarang ini. Ia mampu mengenal Allah karena ia mendengarkan firman-Nya dengan sungguh-sungguh dan menaatinya.

Pertanyaannya adalah bagaimanakah hidup kita akan berbuahkan ”kasih” kalau kita sendiri tidak mengenal siapa Allah yang mengasihi kita? Bagaimana kita akan mengenal Allah itu kalau kita lebih suka mendengarkan suara dunia yang menawarkan gaya hidup serba nikmat, instan, populer, kuasa untuk mengontrol orang lain? Bukankah kita lebih suka menutup telinga saat suara Allah berbisik selembut angin sepoi-sepoi basa, yang memanggil kita untuk kerja keras dalam pengharapan, rendah hati tanpa rendah diri, murah hati dalam pelayanan tanpa pamrih?


Doa: Bapa, bukalah hatiku agar aku tekun mendengarkan suara-Mu yang memanggilku untuk hidup dalam pengharapan-Mu sehingga banyak orang merasakan buah-buah Roh yang Engkau percayakan kepadaku: kehangatan dan kegembiraan! Amin.

sumber:Ziarah batin 2011

Senin, 20 Juni 2011

Membantu Sesama yang Mengalami Kesulitan

Membantu Sesama yang Mengalami Kesulitan



Ada seorang yang buta sejak kecil. Ia ingin sekali melihat indahnya dunia. Tetapi keinginannya itu hanyalah suatu mimpi panjang. Kalau tidak dibantu, ia tentu tidak akan dapat melihat.
Suatu hari, ia berusaha mencari pertolongan dari orang lain untuk membantu pekerjaannya. Kebetulan orang buta ini juga seorang pengarang prosa dan puisi. Ia menulis menggunakan huruf-huruf brail. Tulisan-tulisannya pernah diterbitkan oleh beberapa surat kabar dan juga dibukukan.
Menurut pengakuannya, ia dapat menulis berkat bantuan saudara-saudara di sekitarnya. Mereka menolongnya untuk mencarikan mesin ketik yang bisa ia pakai untuk menuangkan ide-idenya. Atau ada juga yang merekam kata-katanya yang kemudian dikumpulkan menjadi sebuah tulisan yang indah.
Hasil karyanya pun dikirim oleh saudaranya ke surat kabar atau majalah. Ketika ia mau menerbitkan sebuah buku, saudara-saudaranya itu membantunya dari awal hingga pemasaran. Dalam kondisi seperti itu, orang buta itu merasa sangat bahagia. Ia gembira ada orang-orang yang begitu memiliki perhatian yang besar terhadapnya. Betapa indah hidup ini.
Karena itu, ia memutuskan untuk tidak mencari penyembuhan atas matanya. Ia berkata, “Saya sangat mensyukuri apa yang saya miliki sekarang ini. Tuhan tentu punya maksud baik bahwa saya memiliki mata yang buta. Saya tidak mau merajuk kepada Tuhan.”

Di sekitar kita, kita jumpai begitu banyak orang yang membutuhkan pertolongan kita. Mereka merindukan tangan-tangan yang mampu menjamah mereka dengan hati yang tulus. Bantuan meski kecil sangat berarti bagi mereka yang membutuhkan pertolongan.

Di sekitar kita ada orang-orang yang kurang beruntung. Misalnya, para tunanetra, penderita kusta atau orang-orang jompo. Mereka semua membutuhkan bantuan dari kita. Sering orang hanya terharu melihat penderitaan sesamanya. Orang kurang tergerak hatinya untuk mengulurkan tangan bagi sesamanya yang menderita.

Karena itu, sebagai orang beriman kita diajak untuk memberikan perhatian kepada mereka yang mengalami kesusahan dalam hidup ini. Ketika kita membantu mereka, sebenarnya kita mendidik diri kita untuk memiliki hati yang peka terhadap sesama. Mereka adalah bagian dari kehidupan kita. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ


sumber:http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2010/01/membantu-sesama-yang-mengalami.html

Kamis, 16 Juni 2011

Menabur Kasih, Menuai Kebaikan

Menabur Kasih, Menuai Kebaikan
Suatu hari seorang anak bertengkar dengan ayahnya. Soalnya sebenarnya sepele saja, yaitu ayahnya tidak mau membelikan permen kesukaannya. Anak itu memberontak. Anak itu bahkan mengancam ayahnya. Sang ayah pun tidak mau mengalah. Ia mengancam balik kepada anaknya itu.
Melihat anaknya tidak mau mengalah, sang ayah menampar pipinya kuat-kuat. Pipi anak itu merah. Ia langsung menangis. Segera ia berlari keluar rumah dan naik ke tebing karang yang terjal di tepi laut.
Dari atas tebing itu ia berteriak bahwa ia akan terjun dari atas tebing yang tinggi itu. Ia ingin mati tenggelam dalam laut itu. Orang-orang tahu bahwa ia tidak main-main dengan ucapannya.
Ayahnya berlari menyusul. Seluruh keluarga dan separuh desa ikut terlibat menyelamatkan anak yang nekat itu. Dengan berbagai upaya, akhirnya mereka berhasil menghentikan anak itu dan membawanya pulang ke rumah. Namun hubungan antara anak dan ayah itu tidak pernah pulih kembali. Meski ayahnya sudah meminta maaf atas tindakannya yang keras, anak itu tetap tidak mau memaafkan ayahnya. Anak itu tumbuh menjadi pria yang bermuka masam. Tampak ia tidak pernah merasa bahagia dalam hidupnya.

Pendidikan yang salah pada awal pertumbuhan seorang manusia sering membawa orang tumbuh menjadi pribadi yang mengalami banyak kesulitan dalam hidupnya. Apalagi ada luka batin yang begitu dalam dan lama bertahan dalam diri seseorang. Orang hidup, namun ada hal-hal yang terpaksa yang dijalaninya. Kondisi seperti ini seringkali menghancurkan kehidupan manusia.

Karena itu, suatu pendidikan yang mendahulukan kasih dan persaudaraan mesti menjadi hal yang utama dalam hidup manusia. Ada pepatah yang mengatakan siapa yang menabur angin akan menuai badai. Tetapi yang menabur kasih akan menuai kebaikan demi kebaikan.

Kiranya pepatah ini sangat tepat diterapkan dalam hidup manusia di jaman sekarang ini. Kini kita mengalami banyak kesulitan hidup karena berbagai kebobrokan yang terjadi. Ada KKN yang begitu menguasai hidup manusia menjadi penghalang bagi kehidupan bersama yang harmonis. Ada kecemburuan sosial yang begitu tinggi dalam kehidupan bersama. Ada juga kecurigaan di antara warga bangsa ini. Terjadi kesenjangan yang begitu dalam antara manusia yang satu dengan yang lainnya.

Untuk itu, sebagai orang beriman, kita mesti berani mengubah cara pendidikan yang salah yang dilakukan oleh keluarga-keluarga. Cara-cara keras bukan lagi menjadi andalan dalam mendidik generasi penerus bangsa ini. Pendidikan mesti diarahkan pada pembatinan nilai-nilai cinta kasih dan persaudaraan. Mari kita coba mendidik generasi penerus bangsa ini dengan kasih yang mendalam. Kasih yang kita taburkan dalam diri mereka akan menghasilkan banyak kebaikan dalam hidup bersama. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

sumber:http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2010/01/menabur-kasih-menuai-kebaikan.html

Senin, 13 Juni 2011

Mampu Keluar dari Kesulitan

Mampu Keluar dari Kesulitan

Kalau Anda ke Yogyakarta, jangan lupa mampir ke Kota Gede. Kota Gede yang terletak di bagian selatan Yogya ini terkenal dengan sebutan Kota Perak. Di sana banyak pengrajin perak yang hidupnya tergantung dari usaha perak ini. Namun masa sulit pun menimpa masyarakat kota ini. Para turis asing yang menjadi andalan pembeli perak sudah jarang datang. Hal ini terjadi karena para pengrajin Kotagede kalah bersaing.

Produk ekspor dari kora perak ini kalah bersaing dengan produk dari negara lain seperti Hongkong, Thailand, Malaysia dan Vietnam. Negara-negara ini unggul dalam desain dan tidak dikenai pajak bahan baku.

Akibatnya, banyak pengrajin yang kewalahan memasarkan produk mereka. Di dalam negeri kurang banyak diminati. Turis-turis asing juga tidak mau datang lagi ke Kota Perak untuk membeli hasil karya dari perak ini. Para pengrajin terus-menerus mengalami kesulitan.

Dalam kesulitan seperti ini ada sejumlah pengrajin mulai membanting stir. Mereka membuka usaha-usaha lain yang menarik perhatian para turis. Nah, para pengrajin seperti ini mulai mendapatkan penghasilan yang memadai untuk kebutuhan hidup mereka sehari-hari.

Dalam hidup ini orang mesti berani untuk mengambil terobosan-terobosan. Kesulitan yang menghadang semestinya menjadi sumber inspirasi bagi seseorang untuk menemukan cara-cara baru untuk keluar dari kesulitan. Orang mesti memiliki kreativitas yang lebih untuk menjalani hidup ini dengan penuh antusias.
Ada orang yang mudah menyerah begitu menghadapi kesulitan-kesulitan. Seolah-olah tidak ada jalan lain bagi dirinya untuk keluar dari kesulitannya. Orang seperti ini biasanya tidak ingin maju dalam hidupnya. Ia mudah putus asa. Padahal orang yang mudah putus asa itu tidak mencerminkan dirinya sebagai orang yang beriman.

Karena itu, sebagai orang beriman, kita diajak untuk tidak terpuruk dalam kesulitan yang kita hadapi. Mengapa? Karena masih ada jalan keluar yang bisa ditempuh. Ada berbagai cara yang halal dan baik yang dapat kita gunakan untuk keluar dari kesulitan hidup ini.

Untuk itu, orang beriman mesti mengandalkan Tuhan dalam hidupnya. Orang beriman mesti bekerja bersama Tuhan. Tuhan siap membantu, kalau orang mau membuka diri dan hati meminta pertolongan dari Tuhan. Orang beriman mesti terus-menerus menggunakan pikirannya untuk menemukan cara-cara keluar dari kesulitan hidup. Mari kita coba. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ


sumber:http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com

Rabu, 08 Juni 2011

Berlatih untuk Meningkatkan Kemampuan

erlatih untuk Meningkatkan Kemampuan


Ada seorang penjual batu akik di pinggir jalan. Agar jualannya menarik dan diminati pembeli, ia pun menggosok batu-batu akik itu. Ia menggosoknya terus-menerus, sehingga orang-orang yang lewat mau berhenti dan melihatnya.
Suatu hari datang seorang pembeli. Ia heran melihat penjual batu akik itu tak henti-henti menggosok-gosok batu akik itu. Ia bertanya, “Pak, bagaimana bapak bisa tahu kalau batu-batu akik yang bapak gosok itu sudah siap dijual? Bagaimana bapak tahu kalau gosokannya sudah cukup halus?”
Sambil tersenyum, bapak itu memandang pembeli itu. Ia berkata, “Gampang sekali. Saya dekatkan saja batu akik ini ke wajah saya. Kalau wajah saya sudah terlihat di batu akik, itu tandanya batu akik itu sudah cukup mengkilap. Batu akik itu sudah siap dijual.”

Pembeli itu terdiam. Ia mengerti penjelasan penjual batu akik itu. Ternyata ada berbagai cara untuk menemukan keindahan dalam hidup ini.

Hidup manusia itu seperti batu akik yang terus-menerus digosok. Untuk menjadi baik dan benar, hidup ini mesti diolah. Tidak cukup orang hidup dengan apa yang ada dalam dirinya saat ini. Kemampuan yang dimiliki itu dapat berkembang menjadi lebih baik, kalau ia terus-menerus melatihnya.

Orang mengatakan bahwa sebagian besar keahlian seseorang itu dicapai dengan lebih banyak berlatih. Bakat dibutuhkan untuk memacu seseorang dalam mencapai keahlian. Namun bakat bukan segalanya. Hal yang sangat diperlukan adalah latihan terus-menerus.

Soalnya adalah ada orang yang sulit berlatih. Tidak ada kemauan dalam dirinya untuk berlatih. Padahal latihan yang terus-menerus itu meningkatkan keahlian seseorang. Seorang olahragawan hebat itu meraih kesuksesan bukan dengan malas-malasan. Tetapi ia meraih kesuksesannya dengan berlatih sebanyak-banyaknya.

Orang seperti ini biasanya tidak takut menghadapi resiko dalam hidupnya. Resiko dapat diatasi, kalau orang mau berlatih dengan baik dan benar. Orang seperti ini biasanya memiliki iman yang tangguh. Dalam pengalaman hidupnya, ia berani melintasi berbagai tantangan hidup. Ia berani menghadapi berbagai aral yang menghadang.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa berusaha dalam hidup yang nyata. Usaha keras kita pasti berkenan kepada Tuhan yang senantiasa menyertai kita. Tuhan tidak akan pernah meninggalkan kita berjuang sendirian. Untuk itu, kita mesti berani menyerahkan seluruh hidup kita kepada Tuhan. Dia akan memberikan segala yang kita butuhkan dalam hidup ini, kalau kita berani berserah diri kepadaNya. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ


sumber:http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2010/01/berlatih-untuk-meningkatkan-kemampuan.html

Selasa, 07 Juni 2011

Keluar dari Belenggu Kebodohan

Keluar dari Belenggu Kebodohan

Seekor induk ayam sedang mengerami telur-telurnya. Suatu saat, induk ayam itu berkata kepada anaknya yang masih dalam bentuk telur, “Nak, lihat itu di atas langit biru sangat indah, bunga mawar merah sangat memukau. Suara burung-burung berkicau sangat merdu. Rumput dan pepohonan berwarna hijau. Alam sekitar ini sangat nyaman dan mempesona.”
Sang anak yang masih berada di dalam telur menjawab, “Ibu bohong. Saya tidak melihat langit biru. Saya tidak mendengar burung-burung berkicau. Yang saya lihat hanyalah kegelapan. Tidak ada yang indah-indah. Ibu bohong!”
Tidak lama kemudian, sang induk menangkap seekor cacing tanah yang sangat lezat. Lalu ia berkata, “Nak, cacing tanah ini sangat lezat rasanya!”

Lagi-lagi anak yang ada di dalam telur itu menjawab, “Bu, Ibu bohong. Saya tidak merasakan sedikit pun rasa lezat itu.”
Keesokan harinya setelah menetas, anak ayam itu mulai melihat keluar dan menyaksikan keadaan sekelilingnya. Ia pun berkata kepada induknya, “Bu, Ibu benar. Memang langit yang biru itu sangat indah. Burung-burung berkicau sangat merdu. Bunga-bunga mawar berwarna merah memikat. Rerumputan dan pepohonan yang hijau itu sangat sejuk. Alam sekitar ini memang sungguh indah.”

Tidak lama kemudian induk ayam itu menangkap lagi seekor cacing tanah. Ia memberikannya kepada anaknya. Setelah makan, anak ayam itu berkata, “Bu, Ibu benar. Cacing tanah itu sangat lezat rasanya.”
Kegelapan dan kebodohan sering membelenggu hidup manusia. Orang yang buta huruf sering kali dibodohi oleh orang-orang pintar. Akibatnya, mereka ikut saja hasutan demi hasutan dari orang-orang pintar. Mereka bagai kerbau yang dicocok hidungnya. Mereka ikut saja kemauan orang-orang pintar ke jurang yang dalam sekali pun.

Karena itu, orang mesti keluar dari kebodohan dan kegelapan itu. Orang yang bodoh itu seperti ayam yang masih berada dalam telur yang tidak merasakan apa yang indah dan berguna bagi hidupnya. Kalau sudah keluar, barulah dia dapat merasakan betapa indah dunia ini dan betapa lezat makanan yang diberikan kepadanya.

Manusia mesti keluar dari belenggu kebodohan itu kalau ia ingin maju dan tidak ingin dijerumuskan ke jurang yang dalam. Caranya adalah dengan belajar dari kehidupan sehari-hari. Pengalaman hidup itu guru yang paling manjur dalam hidup ini. Banyak hal yang sangat baik dan berguna yang dapat dipelajar dalam kehidupan ini. Soalnya adalah manusia sering malas atau tidak mau tahu dengan pengalaman hidup dirinya sendiri dan orang lain.

Ada begitu banyak contoh dari orang-orang yang berhasil dalam hidupnya justru merangkak dari nol. Ada orang yang tidak punya apa-apa, tetapi karena mau belajar dari pengalaman hidup, ia menjadi orang yang berhasil dalam hidupnya.
Mari kita belajar dari pengalaman hidup yang mampu memberikan kepada kita kebahagiaan dan damai. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ


sumber:http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2010/01/keluar-dari-belenggu-kebodohan.html

Senin, 06 Juni 2011

Pentingnya Mengasah Cara Memandang

Pentingnya Mengasah Cara Memandang



Suatu hari seorang anak kecil berjalan menyusuri kampungnya sambil mencari buluh-buluh untuk dibuat seruling. Ia mematahkan sebuah buluh, memotongnya, melubanginya lalu mencoba meniupnya.

Sayang, buluh itu tidak mengeluarkan suara. Ia pun membuatnya lagi. Diambilnya sebuah buluh, dipotongnya, kemudian dilubanginya dan ia mencoba untuk meniupnya. Lagi-lagi buluh itu tidak mengeluarkan suara. Ia mencoba lagi dan lagi. Tetapi ia terus-menerus gagal lagi. Akhirnya, dengan putus asa ia membuang semua buluh itu ke dalam selokan.

Anak kecil itu berjalan kembali pulang ke rumahnya. Dalam benaknya, ia tetap bertekat untuk mencari dan menemukan buluh yang dapat ia gunakan sebagai seruling. Ia berkata, “Suatu hari Tuhan akan menolong saya menemukan sebatang buluh untuk sebuah seruling.”
Tekad anak kecil itu memang berhasil. Suatu hari ia menemukan sebatang buluh dipinggir jalan. Ia mengubahnya menjadi sebuah seruling yang indah bunyinya. Dengan suling itu, ia mulai mengembangkan bakatnya melalui alat musik tiup itu. Ia terus bermain dan suatu ketika ia menjadi terkenal di kotanya sebagai seorang pemain suling terbaik. Banyak pertunjukan yang menggunakan jasanya meniup suling.

Ia berkata kepada para penonton dalam satu pementasan, “Suling ini tidak istimewa. Saya menemukannya sebagai benda rongsokan di pinggir jalan. Saya mengambilnya dan membuatnya sebagai sebuah suling. Saya mengubahnya menjadi sesuatu yang terkenal.”

Di sekitar kita ada begitu banyak hal yang tampaknya tidak berguna. Banyak orang memandang rendah terhadap hal-hal di sekitarnya yang tidak mereka gunakan. Mereka membuangnya. Atau mereka menghancurkannya. Namun bisa jadi sesuatu yang tidak dipakai itu dapat berguna untuk kebaikan bagi banyak orang.

Kisah tadi menunjukkan bahwa sesuatu dapat menjadi berguna tergantung pada kreativitas seseorang. Cara pandang seseorang terhadap suatu benda itu pun sangat menentukan. Karena itu, yang dibutuhkan dalam hidup ini adalah cara kita memandang sesuatu yang ada di depan mata kita.

Kalau sesuatu dipandang daru sudut yang salah, tentu akan selalu salah. Tetapi kalau sesuatu dipandang secara baik dan positif akan menghasilkan banyak hal baik bagi banyak orang. Karena itu, kita perlu memiliki cara pandang yang positif terhadap hal-hal yang ada di sekitar kita.

Dengan cara pandang positif yang kita miliki, kita akan memberikan sesuatu yang terbaik bagi hidup banyak orang. Orang akan mengalami sukacita dan damai, kalau apa yang kita berikan kepada mereka memiliki makna yang mendalam bagi kebaikan bersama. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ


sumber:http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2010/01/pentingnya-mengasah-cara-memandang.html

Rabu, 01 Juni 2011

Buah-buah Kasih dalam Hidup

Buah-buah Kasih dalam Hidup

Seorang ibu mempunyai kebiasaan yang unik setelah ditinggal mati suaminya. Setiap hari ketika ia makan, ia selalu ingat akan suaminya. Karena itu, setiap kali ia makan, ia selalu menyediakan dalam mangkok-mangkok kecil makanan yang ia santap. Mangkok pertama berisi nasi, mangkok kedua berisi air minum, mangkok ketiga berisi lauk pauk dan mangkok keempat berisi sayur-sayuran.
Kebiasaan itu tidak berasal dari adat istiadat di kampungnya. Tetapi kebiasaan itu muncul dari dirinya sendiri. Ia memiliki keyakinan bahwa suaminya yang sudah meninggal dunia itu tidak pernah meninggalkan dia sendirian. Ia yakin, suaminya masih hidup dalam roh. Suaminya masih menemaninya dalam meniti hari-hari hidupnya. Karena itu, sebagai wujud terima kasih atas penyertaan suaminya, ia menyediakan makanan untuk suaminya ketika ia makan.

Cinta itu memang sulit untuk dihapus begitu saja. Apalagi cinta di antara orang-orang yang sungguh-sungguh memberi diri satu sama lain. Ketika ditanya tentang kebiasaannya itu, ibu itu mengatakan bahwa hal itu ia lakukan karena kerinduannya kepada sang suami. Ia melakukan hal itu untuk mengungkapkan kerinduannya itu. Suaminya itu masih hidup di dalam hatinya. Karena itu, ia mendapatkan dorongan semangat dalam menjalani hari-hari hidupnya.
Cinta kasih itu segalanya bagi hidup manusia. Hidup tanpa cinta bagai hidup dalam kobaran api yang menyala-nyala. Orang melakukan pekerjaan hanya karena terpaksa. Orang saling memberi diri hanya karena tugas dan kewajiban. Orang melakukannya tanpa didasari oleh suatu dorongan cinta dari dalam dirinya.

Buah-buah yang dihasilkan tanpa kasih itu hanyalah suatu perbuatan amal tanpa makna. Buah-buah itu hanya memuaskan orang sesaat saja. Setelah itu, orang akan mengalami kekeringan dalam hidup. Tetapi buah-buah yang dihasilkan dari kasih akan bertahan lama. Buah-buah itu adalah sukacita, kelemahlembutan, kesalehan, kesabaran dan saling menghormati.

Karena itu, sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa melakukan suatu pekerjaan yang dilandasi oleh kasih yang mendalam kepada Tuhan dan sesama. Kasih itu akan membuat kita tetap setia satu sama lain. Kasih itu mendorong kita untuk tetap setia berbakti kepada Tuhan.

Mari kita hidup saling mengasihi, karena Tuhan senantiasa mengasihi kita. Tuhan tidak bosan-bosannya mencintai kita. Tuhan tidak meninggalkan kita berjuang sendirian dalam dunia ini. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

sumber:http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2010/01/buah-buah-kasih-dalam-hidup.html