Kamis, 29 Desember 2011

Jumat,30 Desember 2011~Pentingnya Pertobatan

Pentingnya Pertobatan


Beberapa tahun lalu seorang pembunuh akan dihukum mati di salah satu negara bagian di Amerika Serikat yang memberlakukan hukuman mati. Kakak dari pembunuh itu, yang pernah berjasa besar bagi negara, memohon kepada gubernur negara bagian untuk mengampuni adiknya itu.

Permohonannya dikabulkan. Lantas ia mengunjungi saudaranya di penjara dengan surat pengampunan di sakunya. Setelah diijinkan untuk menemui adiknya, ia bertanya, “Apa yang akan kamu lakukan, jika kamu menerima pengampunan?”

Tanpa basa-basi, adiknya itu menjawab, “Hal pertama yang akan saya lakukan adalah melacak hakim yang menghukum saya. Kalau sudah ketemu, saya akan membunuhnya.”

Kakaknya terkejut, katanya, “Kamu sudah gila!”

Adiknya tidak peduli dengan kata-kata kakaknya. Ia melanjutkan, “Hal kedua adalah saya akan melacak saksi-saksi yang memberatkan saya. Kalau sudah ketemu, saya akan membunuh mereka juga.”

Kakaknya tidak bisa mengerti ungkapan hati adiknya. Serentak ia berdiri lalu meninggalkan ruangan sel itu dengan surat pengampunan di sakunya.

Apakah yang jahat selalu jahat? Semestinya tidak. Orang jahat bisa menjadi orang baik, kalau ia bertobat. Kalau ia mengakui semua kejahatan yang pernah dilakukannya dan mau kembali ke jalan yang benar. Tetapi pembunuh dalam kisah di atas tetap memendam kebencian di dalam hatinya. Ia merasa bahwa orang yang berlaku tidak adil terhadapnya mesti dilenyapkan. Padahal seandainya ia mau bertobat, ia tidak perlu mendapatkan hukuman mati. Ia dapat bebas dan melanjutkan hidup ini secara normal.

Seringkali dendam itu terjadi karena orang dikuasai oleh emosi yang tidak tertahankan. Emosi seperti ini dapat membawa bencana bagi hidup sendiri dan bagi hidup banyak orang. Karena itu, orang mesti menyadari bahwa ketika ia sedang dilanda emosi, ia mesti hati-hati. Ia tidak boleh mengambil keputusan dalam keadaan seperti itu. Setiap keputusan yang diambil ketika orang dikuasai oleh emosi akan berakibat fatal bagi hidupnya.

Sebenarnya emosi dalam diri kita itu bisa diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat positif bagi hidup kita. Pertama-tama orang mesti berusaha meredam emosinya dan mengalihkannya ke sesuatu yang bersifat positif. Dengan demikian orang akan menghasilkan sesuatu yang baik bagi hidupnya.

Emosi yang diolah itu akan membawa keuntungan-keuntungan bagi hidup bersama juga. Orang tidak mudah membalas dendam terhadap orang yang melakukan kesalahan terhadapnya. Orang mudah untuk memaafkan sesamanya. Orang juga mudah untuk bertobat atas segala perbuatan jeleknya terhadap sesama.

Setiap hari kita selalu menimba kebaikan-kebaikan dari sesama. Mari kita bawa semua kebaikan itu dalam hidup ini. Kita tetap membuka hati kita terhadap Tuhan yang begitu mengasihi kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

sumber: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2010/04/pentingnya-pertobatan.html

29 Desember 2011~ Kebersihan Itu Bagian dari Iman

Kebersihan Itu Bagian dari Iman


Suatu hari mata saya terhenyak oleh sebuah kalimat yang sangat indah. Kalimat itu berbunyi, “Kebersihan itu bagian dari iman”. Yang membuat saya kaget adalah kalimat itu terpampang di atas tumpukan sampah yang menggunung. Padahal tempat itu bukan untuk membuang sampah. Tetapi warga sekitar selalu membuang sampah di tempat itu. Akibatnya, petugas sampah kota tidak mau mengambilnya. Lama-kelamaan sampah itu kian menggunung dan mengeluarkan bau busuk.


Promosi tentang kebersihan lingkungan seperti ini memang sangat baik. Soalnya adalah kesadaran masyarakat yang masih rendah tentang kebersihan. Akibatnya, masyarakat tidak peduli bahwa kebersihan itu bagian dari hidup yang tidak boleh diabaikan. Kalau lingkungan kotor, hidup menjadi tidak aman. Penyakit mudah menyerang warga. Akibat lanjutnya adalah biaya untuk kesehatan semakin tinggi. Padahal kalau membuang sampah pada tempat yang sudah ditentukan akan membantu kebersihan kota dan lingkungan sekitar.

Ada tiga hal yang menyebabkan orang membuang sampah tidak pada tempat yang ditentukan. Pertama, kurangnya kesadaran orang tentang hidup sehat. Yang penting adalah dapat makan sehari tiga kali dan kebutuhan-kebutuhan lain terpenuhi. Soal hidup sehat, nanti dulu. Kalau sudah mengalami sakit atau menderita suatu penyakit orang lalu mulai sadar betapa pentingnya kesehatan.

Kedua, ada orang yang mau cari gampang saja. Orang seperti ini biasanya malas untuk pergi jauh-jauh sambil membawa sampah. Lebih baik buang di dekat rumahnya saja. Mental cari gampang ini menumbuhkan ketidakpedulian terhadap sesama di sekitarnya. Yang penting bagi dia adalah dia sehat dan tidak kekurangan sesuatu apa pun. Kesadaran bahwa ia hidup bersama orang lain dalam masyarakat itu sangat rendah.

Ketiga, ada orang yang memiliki egoisme yang tinggi. Egoisme biasanya menguasai orang ini, sehingga prinsipnya adalah asal dia tidak mendapat masalah dengan persoalan sampah. Orang ini biasanya menghindar kalau masyarakat berbicara tentang hidup sehat di lingkungan. Ia akan mencari berbagai alasan yang membenarkan dirinya.

Apa yang bisa kita buat untuk mengatasi persoalan kebersihan? Iklan atau promosi tentang kebersihan seperti kalimat di atas adalah salah satu usaha yang sangat tepat. Kalimat ‘Kebersihan adalah bagian dari iman’ akan terus-menerus mengingatkan orang bahwa hidup manusia tidak terlepas dari kebersihan. Orang yang beriman kepada Tuhan itu mesti menghayati slogan ini dalam hidupnya.

Percuma ia beriman kepada Tuhan, tetapi ia masih dipenuhi dengan kurangnya kesadaran tentang hidup sehat. Kata orang, kebersihan dari wajah seseorang itu cerminan kebersihan jiwanya. Iman itu menjadi kurang berguna, kalau orang hanya mau cari gampang untuk dirinya sendiri saja. Orang yang beriman itu mesti berani berkorban untuk kehidupan yang lebih luas. Orang yang beriman itu berani bersusah payah demi kesejahteraan banyak orang. Percuma orang beriman kepada Tuhan, kalau egoisme selalu menguasai dirinya. Orang yang dikuasai oleh egoisme biasanya tidak bisa mencintai sesamanya. Ia hanya mencari keuntungan bagi dirinya sendiri.

Setiap hari mengalami berbagai hal yang begitu indah bagi hidup kita. Kita syukuri itu sebagai anugerah Tuhan bagi kita. Kita bawa semua itu dalam hidup ini. Kita juga mohon agar Tuhan senantiasa membersihkan hati kita dari egoisme kita. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

sumber : http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2010/04/kebersihan-itu-bagian-dari-iman.html

Kamis, 22 Desember 2011

22 Desember 2011~Mensyukuri Kasih Seorang Ibu

Mensyukuri Kasih Seorang Ibu



Ibu saya suka sekali membuat minyak goreng dari santan kelapa. Suatu siang, ketika pulang dari sekolah, saya mencari-cari ibu saya. Saya mencarinya di dapur, tetapi dia tidak ada di sana. Padahal saya sudah lapar sekali. Yang saya temui di dapur adalah sebuah wajan penuh santan kelapa di atas tungku dengan api yang bernyala. Tiba-tiba saya mengambil kayu bakar yang ada di sebelah tungku lalu memperbaiki api yang tidak sempurna nyalanya.

Apa yang terjadi kemudian? Wajan itu terguling. Santannya tumpah menggenangi dapur itu. Ibu saya yang mendengar bunyi wajan yang jatuh, cepat-cepat mendatangi dapur. Dengan wajah yang sedih ia menatap wajah saya yang ketakutan. Setelah beberapa saat ia memeluk saya. “Tidak apa-apa, nak. Tidak usah takut. Ibu tidak marah padamu,” bisik ibu saya.

Saya merasakan kehangatan pengampunan dari seorang ibu. Kasihnya begitu tulus. Meski anaknya melakukan kesalahan, ia tidak peduli. Yang dia punyai hanyalah kasih yang mampu memaafkan kesalahan anaknya.

Meski begitu, dalam hati saya tetap merasa bersalah. Siang itu juga, setelah makan siang, saya pergi ke kebun untuk mengambil kelapa. Saya ingin mengganti santan yang sudah hilang lenyap itu. Sekitar satu jam kemudian saya pulang membawa enam buah kelapa, ibu malahan mencemaskan saya. Ia berkata, “Mengapa kamu lakukan ini? Kalau kamu jatuh dari pohon kelapa, bagaimana? Yang sudah terjadi, terjadilah. Ibu tidak ingin kamu mengganti santan yang sudah tumpah itu.”

Saya kembali merasakan besarnya kasih seorang ibu. Saya menatap wajah itu saya dalam-dalam. Air mata membasahi wajah saya sebagai ungkapan keterharuan saya atas kasih ibu saya. Saya pun memeluknya dan menangis dalam pelukannya.

Pernahkah Anda mengalami kasih seorang ibu yang sedemikian besar? Saya kira setiap ibu yang normal akan memiliki kasih yang besar kepada anak-anaknya. Ia tidak menghitung untung atau rugi dalam mengungkapkan kasih sayangnya. Meski anaknya melakukan suatu kesalahan yang fatal, ia tetap mengasihinya. Sebab hanya kasihlah yang ia miliki. Seorang ibu yang baik tidak memiliki rasa benci terhadap buah hatinya yang pernah tinggal di dalam rahimnya.

Karena itu, kita patut bersyukur memiliki ibu yang mempunyai kasih yang besar kepada kita. Hidup seorang ibu selalu dibaktikan untuk anak-anak yang dilahirkannya. Seorang ibu rela menderita bagi hidup anak-anaknya. Ketika hidung seorang anaknya tersumbat, seorang ibu rela menyedot cairan yang menyumbat hidung anaknya dengan mulutnya. Ia melakukannya dengan penuh kasih sayang. Yang ia miliki hanyalah kasih yang tulus bagi anak-anaknya.

Sepanjang hidup ini kita telah mengalami kasih sayang yang begitu besar dari ibu atau orang-orang yang dekat dengan kita. Itu adalah rahmat Tuhan yang boleh kita alami bagi hidup kita. Tetapi kita juga dituntut untuk membagikan pengalaman kasih itu kepada sesama yang kita jumpai. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ


sumber : http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2010/04/mensyukuri-kasih-seorang-ibu.html

Selasa, 06 Desember 2011

6 Desember 2011~Berani Berbuat Kesalahan

Berani Berbuat Kesalahan


Winston Churchill tidak pernah takut membuat kesalahan. Padahal ia seorang pemimpin terkenal Inggris di Perang Dunia II. Karena itu, kalau ada keputusan yang salah, pasti berakibat sangat luas bagi kehidupan manusia. Tetapi Winston tidak takut melakukan kesalahan. Ketika dia membuat kesalahan, dia mencoba menyelesaikannya sekali lagi.

Seseorang pernah bertanya kepadanya, “Tuan Winston, pengalaman apa di sekolah yang paling mempersiapkan Anda, sehingga bisa membawa Inggris keluar dari masa-masa yang paling gelap?”


Dengan bangga, dia menjawab, “Ketika saya menghabiskan waktu dua tahun di kelas yang sama di sekolah lanjutan.”

Orang itu bertanya lagi, “Apakah Anda gagal pada waktu itu?”

Dengan tegas Winston menjawab, “Tidak! Saya memiliki dua kali kesempatan untuk membuatnya benar.”


Banyak orang takut melakukan kesalahan dalam hidup mereka. Orang mudah menyerah pada apa yang mereka rasa gagal. Padahal apa yang kita sebut sebagai kegagalan itu merupakan pengalaman yang sangat berharga untuk hidup kita.


Orang yang takut melakukan kesalahan biasanya orang-orang tidak kreatif dalam hidup mereka. Mereka adalah orang-orang yang menerima begitu saja apa yang diberikan kepada mereka. Orang seperti ini biasanya hanya menunggu perintah dari atasannya. Kalau mereka disuruh bekerja, baru mereka mau bekerja.

Orang yang tidak takut melakukan kesalahan biasanya orang-orang yang berani melakukan inovasi-inovasi. Biasanya mereka adalah orang-orang yang kreatif dalam hidup mereka. Mereka tidak menunggu diperintah untuk melakukan suatu pekerjaan. Bahkan mereka sendiri biasanya mengambil inisiatif untuk melakukan hal-hal yang kemudian memberikan hasil yang sangat spektakuler.

Biasanya orang yang tidak takut melakukan kesalahan itu orang-orang yang mempunyai keyakinan yang besar akan kuasa Tuhan. Mereka yakin bahwa Tuhan yang mahapengampun dan mahakasih akan mengerti kesalahan-kesalahan yang mereka buat. Karena itu, orang-orang seperti ini biasanya juga memiliki suatu sikap penyerahan yang tinggi kepada Tuhan yang mereka imani.

Bagaimana kita, orang-orang yang beriman kepada Tuhan? Beranikah kita melakukan suatu perbuatan yang besar yang mungkin kita lewati dengan kesalahan-kesalahan? Tuhan tetap setia membantu kita, kalau kita berani melakukan hal-hal baik meski kita mesti lewati dengan kesalahan-kesalahan. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

sumber : http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2010/04/berani-berbuat-kesalahan.html

Jumat, 02 Desember 2011

2 Desember 2011~Belajar dari Pengalaman

Belajar dari Pengalaman


Jonas Salk, seorang ilmuwan besar dan penemu vaksin polio, adalah orang yang tidak pernah merasa gagal. Padahal baru pada usahanya yang ke-201 ia menemukan vaksin polio. Suatu hari seorang wartawan bertanya kepadanya, “Bagaimana hasil luar biasa yang Anda capai yang bisa menghapus kata polio dari perbendaharaan dunia kedokteran menyebabkan Anda memandang 200 kegagalan Anda sebelumnya?”

Dengan penuh percaya diri, Jonas menjawab, “Saya tidak pernah membuat 200 kegagalan di dalam hidup saya. Keluarga saya tidak pernah menganggapnya sebagai kegagalan. Mereka menyebutnya pengalaman dan apa yang bisa dipelajari dari pengalaman itu. Saya hanya membuat 201 penemuan. Saya tidak akan berhasil menemukan vaksin polio tanpa 200 pengalaman sebelumnya.”

Wartawan itu berdecak kagum mendengarkan penjelasan Jonas. Dua ratus kegagalan justru menjadi 200 pengalaman yang indah untuk menemukan sesuatu yang sangat berguna bagi kehidupan manusia. Berkat 201 penemuan itu, anak-anak diberi vaksin polio sejak dini, sehingga mereka tumbuh menjadi anak-anak yang normal.

Jarang kita menemukan orang yang seoptimis Jonas. Ia merasa optimis, karena ia memiliki keyakinan bahwa ilmu yang sedang ia dalami berguna untuk keselamatan umat manusia. Ia merasa bertanggung jawab atas generasi penerus bangsa manusia di muka bumi ini. Karena itu, ia mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menemukan vaksin polio itu.

Optimisme itu tentu dibarengi juga oleh suatu kerja keras tanpa mengenal lelah. Tidak ada kata gagal dalam kamus hidupnya. Yang ia lakukan adalah bekerja dengan konsistensi yang tinggi. Ia terus-menerus membaktikan diri bagi ilmu itu meski hasil yang akan ia peroleh masih samar-samar.

Dalam hidup ini orang mesti memiliki suatu optimisme. Hal ini akan memberi semangat bagi seseorang untuk terus maju dalam usaha-usahanya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Mengapa orang mudah putus asa ketika suatu usaha belum menampakkan hasil yang diinginkan? Jawabannya adalah orang kurang memiliki sikap optimis. Baru sekali coba, orang sudah mengambil kesimpulan bahwa ia sudah gagal. Setiap percobaan itu tidak dipandang sebagai pengalaman yang memberi sumbangan dalam usaha mencapai tujuan yang diinginkan.

Pengalaman Jonas Salk mengajarkan kepada kita bahwa pengalaman-pengalaman itu adalah guru yang terbaik. Pengalaman-pengalaman itu menjadi bekal langkah kita selanjutnya untuk mencapai apa yang kita inginkan.

Sebagai orang beriman, kita tidak lupa menyertakan Tuhan dalam setiap usaha kita. Tuhan memberikan semangat kepada kita untuk tetap berjuang dalam hidup ini. Tuhan membantu kita dalam menggapai kesuksesan dalam hidup kita. Karena itu, sambil berusaha kita mesti memasrahkan seluruh hidup kita kepada Tuhan. Dialah penyelenggara hidup ini bagi kita. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ


sumber : http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2010/04/belajar-dari-pengalaman.html