Selasa, 29 November 2011

29 November 2011~Berjuang untuk Lebih Baik

Berjuang untuk Lebih Baik



Suatu sore seorang bapak berjalan-jalan dengan anaknya di tepi sebuah kolam di belakang rumah mereka. Sambil memberi makan ikan-ikan di kolam itu, anak itu bercerita kepada ayahnya. Menurutnya, akhir-akhir ini ia bermimpi yang aneh-aneh. Mimpinya juga bermacam-macam. Salah satunya ia bermimpi tentang pertarungan dua ekor anjing. Anehnya, dua ekor anjing itu bertarung di dalam dirinya.

Anak itu bercerita, “Dua ekor anjing itu memiliki mata yang tajam. Gigi mereka runcing-runcing. Kuku-kuku mereka sangat kuat. Mereka saling menerkam. Keduanya berusaha memenangkan perkelahian itu.”

Ia melanjutkan, “Anjing pertama tampak baik dan tenang. Tetapi anjing yang kedua sangat ganas dan menakutkan. Ia meraung-raung dan menerkam anjing yang pertama dengan sangat kejam. Apa maksud mimpi ini ayah? Apakah ini gambaran dari sifat-sifat yang ada dalam diri saya?”

Ayahnya menatap wajah anaknya. Ia menganggukkan kepala lalu berkata, “Hati-hatilah, anakku. Dalam hidup ini kamu akan selalu berada di bawah bayang-bayang dua hal ini, yaitu yang baik dan yang jahat.”

“Lalu anjing mana yang akan menjadi pemenangnya, ayah?” tanya anak itu.

Tanpa pikir panjang ayahnya menjawab, “Pemenangnya adalah yang paling banyak kamu beri makan. Seperti ikan-ikan kita, yang mendapatkan makanan yang banyak akan bertumbuh lebih baik.”

Hidup kita ini seperti suatu pertarungan. Kita selalu bergumul dengan berbagai hal yang membentuk kepribadian kita. Kalau kita berada di dalam suatu lingkungan yang baik dan kondusif untuk pertumbuhan hidup kita, kita juga akan bertumbuh dengan baik. Tetapi bisa juga lingkungan yang kurang baik dan kurang kondusif bisa dipakai untuk pertumbuhan kepribadian kita. Ini tergantung dari orang yang bersangkutan yang mampu memilah mana yang baik yang dapat ia gunakan untuk pertumbuhan kepribadiannya.

Seringkali manusia tunduk kepada sifat-sifat jelek yang ada dalam dirinya. Misalnya, ada orang yang mudah sekali dikuasai oleh iri hati, marah dan egoisme. Orang seperti ini mesti bertanya diri, mengapa hal ini bisa terjadi atas dirinya? Mengapa ia mudah sekali dikuasai oleh hal-hal ini? Bukankah iri hati terhadap orang yang sukses hanya membuat diri orang terjerumus ke dalam pikiran-pikiran negatif tentang orang lain? Bukankah lebih baik belajar dari kesuksesan orang lain untuk memajukan diri sendiri?

Karena itu, sebagai orang beriman, kita perlu membangun sikap menumbuhkan hal-hal baik dalam diri kita. Untuk itu, iri hati, marah dan egoisme mesti mampu kita singkirkan dari dalam diri kita. Dengan begitu, kita mampu menjadi orang-orang yang kuat dalam menghadapi arus jaman yang seringkali menyesatkan manusia ini.

Setiap hari kita mengalami begitu banyak hal, baik yang jelek maupun yang baik. Pengalaman yang kurang baik bisa kita gunakan untuk introspeksi diri. Pengalaman-pengalaman yang baik kita gunakan untuk membangun kepribadian yang lebih baik. Mari kita bawa semua pengalaman hidup kita itu kepada Tuhan. Dengan demikian, rahmat Tuhan senantiasa menyertai kita dalam hidup kita. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

sumber : http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2010/03/berjuang-untuk-lebih-baik.html

Senin, 28 November 2011

28 November 2011~Menerima Kekurangan dalam Diri

Menerima Kekurangan dalam Diri

Seorang kepala negara berkembang menghadiri konferensi di sebuah negara maju. Karena merasa terhina oleh kata-kata kepala negara tuan rumah yang menyindir bahwa negaranya menyumbang pengangguran terbesar di dunia, kepala negara tamu itu merasa sangat malu. Ia memanggil menteri tenaga kerja yang dibawanya pada konferensi itu. Ia memintanya untuk mencari seorang penganggur di kota di mana konferensi itu dilaksanakan.

Ia berkata kepada menteri itu, “Biar saya bisa mempermalukan presiden sok hebat itu.”

Menteri tenaga kerja itu keluar dan berkeliling kota untuk mencari seorang penganggur. Malam harinya dia menghadap presiden, “Pak, maaf. Saya belum menemukan satu penganggur pun di negeri ini.”

Presiden itu marah besar. Lalu ia berkata, “Tolol! Cari lagi sampai dapat!” Wajahnya memerah.

Besoknya, menteri tenaga kerja itu kembali mencari penganggur, tetapi sia-sia. Pada hari terakhir konferensi, sang presiden harap-harap cemas. Alangkah leganya ketika menteri tenaga kerja berkata kepadanya, “Pak, akhirnya saya menemukan seorang penganggur.”

Dengan wajah berseri-seri, presiden itu berkata, “Cepat bawa ke sini. Biar kutunjukkan kepada presiden tuan rumah yang sok itu.”

Tetapi dengan nada penuh penyesalan, menteri tenaga kerja itu berkata, “Tapi pak, penganggur itu seorang warga negara kita!”

Berani mengakui kekurangan merupakan salah satu keutamaan dalam hidup manusia. Dengan mengakui kekurangan, orang ingin memperbaiki hidup. Orang tidak perlu takut dipermalukan oleh orang lain, karena kekurangan yang ada pada dirinya. Justru orang mesti bersyukur bahwa masih ada orang lain yang mampu melihat kekurangan yang pada dirinya. Hal ini sebagai suatu pemacu semangat yang membantu orang untuk bertumbuh dan berkembang dalam hidupnya.

Karena itu, dibutuhkan suatu kesadaran untuk menerima diri apa adanya. Orang tidak perlu memoles kekurangan yang ada dalam dirinya dengan berbagai hal yang memberi kesan hebat pada dirinya. Menutupi kekurangan dengan polesan-polesan hanyalah membuat hidup semakin terjerumus ke dalam kesulitan baru.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk tampil apa adanya. Orang yang demikian akan mendapatkan perhatian dari Tuhan dan sesama. Orang yang tidak menutup-nutupi kekurangan yang ada pada dirinya menunjukkan bahwa ia seorang yang rendah hati. Ia terbuka untuk suatu kehidupan yang lebih baik.

Setiap hari ini kita mengalami berbagai hal yang baik, meskipun kita banyak memiliki kekurangan. Kita bukan manusia sempurna. Yang sudah sempurna itu sudah tidak hidup di dunia ini lagi. Karena itu, kita ingin tetap bertumbuh dan berkembang melalui kekurangan-kekurangan kita. Untuk itu, dibutuhkan suatu penyerahan hidup kepada Tuhan yang menyenggarakan hidup ini bagi kita. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

sumber : http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2010/03/menerima-kekurangan-dalam-diri.html

Jumat, 25 November 2011

25 November 2011~Pentingnya Komitmen

Pentingnya Komitmen



Sebuah keluarga baru saja merayakan empat puluh tahun perkawinan mereka. Mereka dikaruniai empat orang anak dengan sekian banyak cucu dan cicit yang tersebar di berbagai tempat di Tanah Air. Pasangan suami istri ini sangat berbahagia pada perayaan pesta empat puluh tahun perkawinan mereka itu. Anak-anak yang sukses dalam pekerjaan dan cucu-cucu yang juga mulai beranjak dewasa menjadi salah satu kebahagiaan pasangan suami istri ini.

Kehidupan keluarga ini selama empat puluh tahun tampak tidak ada masalah. Karena itu, ketika ditanya tentang rahasia panjangnya usia perkawinan mereka, sang suami menjawab, “Kami masing-masing setia pada komitmen kami. Kami bertahan pada komitmen kami untuk saling mencintai sampai ajal menjemput kami.”

Sang suami mengaku bahwa dalam membangun bahtera perkawinan itu juga terjadi persoalan-persoalan. Namun bagi mereka, persoalan-persoalan itu menjadi kekuatan untuk tetap setia pada komitmen untuk saling mencintai sampai ajal menjemput. Bagi suami istri ini, persoalan-persoalan yang dihadapi itu menjadi tantangan bagi mereka untuk membangun sebuah keluarga yang bahagia. Jadi mereka tidak pernah melarikan diri dari persoalan-persoalan.


Untuk itu, pasangan suami istri mengaku membutuhkan semangat iman kepada Tuhan. Menurut mereka, semangat iman itu telah menggerakkan mereka untuk tetap setiap satu sama lain. Mereka mengalami bahwa selama usia perkawinan mereka, Tuhan tetap menyertai mereka. Tuhan tidak pernah meninggalkan mereka berjuang sendiri dalam untung dan malang. Karena itu, berserah diri kepada Tuhan menjadi salah satu cara keluarga ini menghayati hidup berkeluarga mereka.

Kesetiaan pada komitmen akan melestarikan suatu bangunan relasi yang telah dijalani bertahun-tahun. Kesetiaan itu mesti ditampakkan dalam hidup yang nyata. Untuk itu, orang mesti memiliki semangat kasih. Dalam kasih, orang mampu untuk menerima sesama apa adanya. Orang tidak terlalu banyak menuntut dari sesamanya secara berlebihan.

Semangat kasih ini mesti dikembangkan terus-menerus dalam hidup yang nyata, karena hanya dengan demikian orang mampu setia satu sama lain. Ketidaksetiaan itu bermula dari kurangnya semangat kasih. Kalau tidak ada kasih, orang mudah menyalahkan dalam kehidupan bersama. Orang merasa diri selalu benar dan menuntut orang lain untuk melakukan hal yang sama.

Karena itu, kasih mendorong siapa pun yang membangun relasi untuk tetap setia pada komitmen yang telah dibuat. Pasangan suami istri, misalnya, mesti tetap setia pada komitmen yang telah mereka buat. Kesetiaan itu akan mampu membimbing mereka untuk saling mencintai sampai ajal menjemput mereka. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ


sumber : http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2010/03/pentingnya-komitmen.html

Rabu, 23 November 2011

23 November 2011~Mengatasi Godaan

Mengatasi Godaan


Dalam jaman konsumtif seperti sekarang ini, banyak orang mulai menyenangi belanja. Apalagi kehadiran mall-mall sampai ke daerah-daerah membantu tumbuhnya semangat berbelanja. Pasar-pasar tradisional mulai kehilangan penggemarnya.

Dengan kondisi demikian tidak bisa dipungkiri bahwa ada orang yang mulai pula dikuasi oleh semangat belanja itu. Belanja menjadi suatu gaya hidup baru. Katanya, kalau tidak berbelanja bukan orang modern. Orang modern itu orang yang suka berbelanja dan menikmati produk-produk modern.

Ada seorang teman yang terjerumus ke dalam apa yang disebut sebagai shopaholic, orang yang gila belanja. Kalau ia keluar negeri, ia akan berangkat dengan dua koper besar. Masing-masing isinya tidak penuh. Di sana ia akan berbelanja sebanyak-banyaknya. Hasilnya, dua koper itu akhirnya penuh sesak dengan belanjaannya. Ketika dipersoalkan tentang gaya hidupnya yang demikian, ia selalu menjawab, “Hidup itu mesti dinikmati. Kan hidup di dunia ini hanya satu kali saja.” Akibatnya, ia memiliki begitu banyak barang di rumahnya. Pakaiannya selalu baru dengan harga yang mahal.

Namun suatu ketika ia mulai sadar bahwa gaya hidup demikian tidak menguntungkan bagi hidupnya. Tetapi untuk berhenti dari gaya hidup seperti itu juga tidak mudah. Ia mesti berjuang. Dalam proses yang cukup lama, ia berhasil keluar dari gaya hidup seperti itu. Ia tidak lagi menjadi seorang shopaholic.

“Syukurlah saya bisa keluar dari gaya hidup seperti itu. Sekarang saya terbebas dari gaya hidup hedonisme. Saya bisa memperhatikan orang-orang lain yang ada di sekitar saya,” kata teman saya itu setelah ia benar-benar lepas dari gaya hidup shopaholic.

Di jaman modern ini banyak sekali godaan yang mesti dihadapi. Bagi orang beriman, godaan-godaan itu menjadi kesempatan bagi kita untuk meningkatkan penyerahan diri kepada Tuhan. Kalau orang mau menyerahkan hidup kepada Tuhan dengan mendekatkan diri terus-menerus kepadaNya, godaan-godaan dalam bentuk apa pun bisa diatasi. Bahkan godaan-godaan itu bisa menjadi berkat bagi hidup orang beriman.

Godaan mengajar kita untuk waspada terhadap berbagai tawaran dunia yang menarik. Kalau semua tawaran itu ditelan begitu saja, hidup orang beriman lalu tidak memiliki nilai apa-apa. Puasa yang dijalankan tidak akan bernilai sama sekali.

Karena itu, godaan-godaan yang menarik dengan berbagai macam itu mesti dihadapi dengan sikap setia kepada Tuhan. Bagaimana caranya? Caranya adalah dengan setia mendengarkan kehendak Tuhan bagi hidup kita. Apa yang Tuhan kehendaki bagi kita untuk kita perbuat pada hari ini? Nah, kehendak Tuhan ini mesti kita temukan dalam hidup kita sehari-hari. Tuhan ingin agar kita berbuat baik kepada semakin banyak orang yang kita jumpai. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ



sumber : http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2010/03/mengatasi-godaan.html

Senin, 14 November 2011

Senin,14 November 2011~Kita Butuh Teman

Kita Butuh Teman


Suatu kali seorang yang baru menjadi penggemar ikan hias dari berbagai jenis membeli akuarium kecil saja, karena rumahnya yang sempit. Sampai di rumah, ia menempatkan akuarium itu di atas kulkas. Lantas berbagai jenis ikan hias itu dia isi ke dalam akuarium itu.

Salah satu ikan hias itu adalah ikan yang ganas. Ia mengejar dan menggigit ikan-ikan yang lain. Ada yang mati, karena gigitan ikan yang ganas itu. Akhirnya, orang itu memindahkan ikan ganas itu di sebuah toples yang cukup besar. Ikan ganas itu hidup sendirian.

Setiap kali orang itu memberi makan ikan-ikan di akuarium, ia juga memberi makan ikan yang ganas itu. Sayang, ikan ganas itu tidak berumur panjang. Hanya dalam dua malam ia mati. Rupanya ikan itu stress karena tidak punya teman.

Dalam hidup ini kita mesti mengakui kita butuh teman. Kita dilahirkan ke dalam dunia sebagai makhluk sosial. Karena itu, orang tidak bisa mengisolasi diri dalam dunianya sendiri. Orang yang demikian cepat atau lambat akan mati dalam kesendiriannya. Ia tidak memiliki orang yang bisa ia ajak bicara. Ia tidak memiliki orang yang bisa mendengarkan isi hatinya. Akhirnya, ia akan seperti ikan ganas itu: mati dalam kesendirian.

Sebagai makhluk sosial, kita memiliki fungsi-fungsi sosial terhadap orang-orang di sekitar kita. Kita hidup bukan hanya untuk diri kita sendiri. Kita juga hidup bagi sesama kita. Untuk itu, kita mesti menyadari pentingnya kehadiran kita di tengah-tengah sesama kita. Kita memiliki fungsi untuk memberi arti hidup bagi sesama kita. Ketika sesama kita yang dekat mengalami penderitaan, kita menghiburnya. Kita memberikan kekuatan kepadanya, sehingga ia dapat keluar dari penderitaannya.


Teman yang sejati adalah teman yang mampu menderita bersama temannya itu. Menjadi sesama yang baik bagi orang lain berarti kita ingin menghayati hidup kita sebagai makhluk sosial. Untuk itu, kita mesti berusaha untuk menghidupi semangat persaudaraan. Dalam semangat ini kita menyadari bahwa kita ini makhluk yang terbatas. Kita dapat hidup hanya dengan bantuan sesama kita. Kita tidak bisa melanjutkan hidup ini tanpa bantuan dari orang lain.

Karena itu, mari kita menyadari bahwa kita ini makhluk sosial yang hidup bukan hanya untuk diri kita sendiri. Kita hidup untuk orang lain juga. Kita mendapatkan makna bagi hidup kita berkat kehadiran sesama di sekitar kita. Dengan kesadaran seperti ini, kita mampu saling memperkaya diri kita masing-masing. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ


sumber :http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2010/03/kita-butuh-teman.html

Rabu, 09 November 2011

Rabu,9 November 2011~Berani Menghadapi Persoalan Hidup

Berani Menghadapi Persoalan Hidup



Suatu hari seorang ibu rumah tangga tiba-tiba berhenti dari pekerjaannya. Pasalnya, baru jam sepuluh pagi, bell rumah sudah berbunyi. Ia cepat-cepat menuju pintu untuk membukakan pintu. Dalam pikirannya terlintas berbagai pertanyaan. Mungkinkah ada seorang tamu dari jauh yang datang berkunjung? Mungkinkah ada keluarga dari kampung yang ada urusan di kota?


Pikiran-pikiran itu tiba-tiba berhenti, ketika ia membuka pintu. Ternyata putranya sendiri sedang berada di depan matanya. Padahal seharusnya putra bungsunya itu sedang berada di sekolah. Apalagi anak yang baru berusia tujuh tahun itu tidak pulang sendirian. Semestinya ada yang mengantar atau ia sendiri menjemputnya.

Ibu itu terheran-heran memandang wajah putranya yang kuyu. Setelah beberapa saat, ibu itu bertanya, “Ada apa denganmu?”

“Saya berhenti sekolah, ma,” jawab putranya sambil melempar tas sekolahnya di atas meja.

“Berhenti sekolah?” ibu itu bertanya lagi dengan nada suara yang tinggi. Ia sendiri sulit percaya dengan apa yang didengarnya.

Anaknya tidak peduli akan pertanyaannya. Ia langsung mencari permainannya. Sebagai seorang ibu, ibu itu tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Ia mesti bertindak demi masa depan anak bungsunya itu. Ia bertanya, “Mengapa kamu berhenti sekolah?”

Tanpa ragu-ragu anaknya menjawab, “Sekolah itu terlalu lama. Sekolah itu terlalu berat. Sekolah itu terlalu membosankan.”

Ibu itu semakin terheran-heran mendengar kata-kata anaknya. Ia menatap wajah anaknya dalam-dalam, lalu berkata, “Nak, seperti itulah kehidupan. Untuk mencapai cita-citamu, kamu harus berani menghadapi proses yang lama, berat dan membosankan ini. Sekarang, ke garasi. Ibu akan mengantarmu kembali ke sekolah.”

Manusia sering tergoda oleh hidup enak dan menyenangkan tanpa kerja keras. Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena orang kurang memahami makna kehidupan ini. Orang berpikir bahwa hidup ini bisa dilalui tanpa kerja keras. Orang merasa bahwa orang bisa hidup dengan santai-santai.


Padahal hidup ini dapat berjalan terus, kalau orang mampu memaknainya dengan berani bekerja keras. Orang yang beriman mesti berani menghadapi hidup ini meski ada berbagai tantangan yang menghadang di depannya. Orang beriman itu orang yang mau menghadapi resiko kehidupan ini dengan penuh iman pula.

Karena itu, kita diajak untuk memaknai kehidupan ini dengan berani menghadapi setiap persoalan yang kita hadapi. Tuhan pasti memberi kita jalan, kalau kita mengikutsertakan Tuhan dalam setiap persoalan hidup kita. Tuhan akan memberi kita semangat untuk menyelesaikan persoalan-persoalan hidup kita. Tuhan tetap peduli terhadap kita. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ


sumber : http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2010/03/berani-menghadapi-persoalan-hidup.html

Selasa, 08 November 2011

Selasa,8 November 2011~Mendandani Hidup Batin

Mendandani Hidup Batin


Tukang cet beberapa hari ini mengecet rumah kami. Awalnya mereka hanya mau mengecet plafon-plafon dan dinding-dinding kamar. Tetapi begitu mereka menatap ke langit-langit plafon, mereka menemukan plafon yang mulai lapuk. Semua itu akibat bocornya atap rumah. Rupanya beberapa genteng sudah retak, sehingga menimbulkan rembesan air. Lama-lama plafon mengalami kehancuran. Tripleks mulai keropos.


Tukang cet kemudian mengusulkan agar tripleks yang rusak diganti. Kayu-kayu yang sudah keropos mesti segera diganti. Sedangkan genteng-genteng yang retak atau pecah juga mesti diganti.

Kondisi seperti ini tidak pernah ketahuan. Soalnya, air tidak pernah jatuh ke lantai. Air tergenang di atas plafon. Lama-lama plafon menjadi rusak. Memang, bagian yang tidak bisa dijangkau dengan mata biasanya kurang mendapatkan perhatian.

Dalam hidup kita ada juga bagian yang tidak tampak atau terlihat oleh mata. Bagian itu sering kali kurang kita perhatikan. Atau kita berusaha untuk menyembunyikannya. Akibatnya, bagian itu sering kali kurang mendapatkan perawatan. Kalau terjadi suatu persoalan, baru kita menaruh perhatian atasnya.


Salah satu bagian yang tidak tampak adalah keadaan batin kita. Orang bilang dalamnya laut dapat diduga. Tetapi dalamnya batin seseorang tidak ada yang tahu. Baru kalau terjadi suatu persoalan besar yang dihadapi, kita mencari cara-cara untuk menyembuhkan persoalan batin itu.


Ada juga orang yang berusaha menyembunyikan persoalan-persoalan batinnya. Dengan begitu, orang itu berpikir bahwa semua persoalannya tidak ada yang tahu. Akibatnya, orang itu sendiri yang menanggung penderitaan batin. Suatu ketika bisa meledak. Dan bisa-bisa orang tidak bisa menanggung akibatnya.

Karena itu, kondisi batin yang tak tampak itu membutuhkan waktu dan kesempatan untuk mendapatkan perawatan. Orang mengatakan bahwa kecantikan yang sempurna itu datangnya dari hati. Kalau kita mendandani kondisi batin kita setiap saat, rasanya batin kita akan mengalami kebahagiaan. Batin kita tidak akan mudah jenuh oleh berbagai persoalan yang dihadapi. Kita tidak perlu menyimpan persoalan-persoalan dalam batin kita sampai menggunung. Ada baiknya segera didandani, agar kita mengalami ketenangan dalam hidup ini.

Kita tidak hanya cukup mendandani bagian luar diri kita. Dandanan lahiriah bisa jadi hanya menyelubungi kekeroposan hati. Sebaliknya, sifat yang saleh tak ayal akan mempercantik seluruh penampilan diri kita, tutur kata kita dan perilaku hidup kita.


Sebagai orang beriman, usaha kita mendandani kondisi batin kita mesti dilakukan bersama Tuhan. Tuhan akan membantu kita dengan Sabda-sabdaNya. Untuk itu, kita mesti membuka hati kita untuk mendengarkan sabda-sabdaNya. Kita ingin menjalani hidup ini sesuai dengan kehendak Tuhan.


Marilah kita serahkan semuanya kepada Tuhan yang mahapengasih dan penyayang. Biarlah Tuhan yang membantu kita dalam usaha mendandani hidup batin kita. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ


sumber : http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2010/03/mendandani-hidup-batin.html

Senin, 07 November 2011

Senin,7 November 2011~Memelihara Persahabatan

Memelihara Persahabatan



Pernahkah Anda mendengungkan lagu Diane Worwick berikut ini: Keep smiling, keep shining, showing you can always count on me for sure, that’s what friend are for…? Lagu ini berkisah tentang indahnya persahabatan. Persahabatan yang baik selalu mendatangkan kebahagiaan lewat senyum yang selalu lepas bebas diberikan kepada sahabat.

Beberapa waktu lalu saya berjumpa lagi dengan teman kuliah saya dulu. Sudah dua puluh tahun lebih kami tidak bertemu. Akhirnya, dalam suatu pertemuan di kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, kami berjumpa kembali. Ia sendiri yang menjemput kedatangan saya di bandara. Senyumnya masih seperti dulu seperti ketika kami membangun persahabatan. Senyum itu begitu tulus. Saya merasakan sangat istimewa berjumpa kembali teman lama itu. Kami boleh bercerita tentang banyak hal. Ia bercerita tentang istri dan anak-anaknya. Tetapi kami juga bercerita tentang kampus di mana kami pernah bersama-sama kuliah. Kami sama-sama mengalami rasa bahagia. Setelah beberapa hari berjumpa, saya diantar lagi ke bandara dengan senyum yang masih sama. Sebuah senyum yang tulus yang datang dari hati yang dalam.

Suatu persahabatan yang baik biasanya selalu bertahan lama. Persahabatan yang sudah dibumbui oleh maksud-maksud negatif tidak akan bertahan lama. Karena persahabatan seperti ini hanya mengutamakan keuntungan sepihak. Kalau tidak menguntungkan lagi, kawan menjadi lawan. Sahabat menjadi musuh.

Memelihara persahabatan tidak segampang memulainya. Ibadat tanaman, persahabatan itu mesti selalu dirawat, dipupuk dengan cinta kasih dan disiram dengan perhatian. Dalam keadaan apa pun kita dapat tetap tersenyum, karena ada sahabat yang bisa diandalkan.

Di jaman kini ada fenomena banyaknya persahabatan yang tidak tulus. Persahabatan hanya sering kali bersifat fungsional. Orang menggunakan persahabatan itu untuk tujuan-tujuan yang menguntungkan bagi diri sendiri. Apakah yang akan terjadi dengan persahabatan model ini? Yang terjadi adalah orang dengan mudah mencampakkan sahabat yang tidak memberi keuntungan bagi dirinya. Orang begitu mudah lari dari sahabatnya yang jatuh miskin, karena tidak bisa diandalkan lagi.

Sebagai orang beriman, kita mesti membangun suatu persahabatan yang baik. Artinya, kita tidak hanya mencari keuntungan pribadi dari sahabat-sahabat kita. Membangun persahabatan yang baik itu menuntut suatu korban. Mesti ada semangat berkorban, kalau orang ingin memiliki sahabat yang baik. Semangat berkorban itu tampak dalam sikap-sikap hidup sehari-hari. Misalnya, mampu mengampuni sahabat yang berbuat salah. Mampu mengingatkan sahabat yang melanggar aturan-aturan dan norma-norma dalam masyarakat. Sahabat yang baik itu tetap bertahan, ketika temannya mengalami penderitaan.

Hari ini mungkin kita sudah menjalin suatu persahabatan dengan orang-orang yang kita jumpai. Kita syukuri itu. Kita tetap memelihara persahabatan itu. Kita serahkan usaha-usaha kita dalam memelihara persahabatan kita kepada Tuhan. Dengan demikian, rahmat Tuhan selalu menaungi kita. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ


sumber :http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2010/03/memelihara-persahabatan.html