
Ia bermaksud membawa tulang itu ke taman yang tenang, supaya dapat menikmatinya dengan aman. Dalam perjalanannya, anjing itu harus menyeberangi sebuah sungai.

Dia perhatikan pada mulut anjing lain itu terdapat tulang lebih besar dari yang dibawanya. Amarahnya mulai muncul. Dia ingin sekali merebut tulang itu. Dia berpikir dengan menyalak keras dan buas, anjing itu akan melepaskan tulang yang digigitnya dan dia akan mendapatkannya.
Dia kemudian membuka mulutnya untuk menyalak. Ketika dia membuka mulut, tulang yang digigitnya jatuh ke dalam air. Sekarang anjing yang rakus itu melihat bahwa anjing di dalam air itu tidak membawa tulang lagi. Dia juga tidak. Dia sangat menyesal. Dia pulang ke rumahnya dengan wajah yang sedih.
Situasi seperti ini juga sering menimpa manusia. Orang ingin mengumpulkan barang-barang kebutuhan hidupnya sebanyak-banyaknya. Sampai-sampai lupa bahwa sudah ada sesuatu yang sangat berharga di tangannya yang mesti dipertahankan. Orang terus mencari dan mengumpulkan. Padahal tangannya sudah penuh dengan barang-barang kebutuhan hidupnya.

Ini contoh kerakusan yang membawa bencana bagi hidup manusia. Kerakusan itu ternyata dapat membuat hidup ini menjadi tragis. Padahal kita semestinya mempertahankan hidup ini. Hidup ini lebih berharga dari apa pun yang kita miliki. Hidup ini memiliki nilai yang sangat luhur, karena merupakan pemberian dari Tuhan sendiri.
Sebagai orang beriman, kita ingin agar hidup kita ditandai oleh usaha-usaha untuk menumbuhkan penghargaan terhadap hidup manusia. Kita ingin kritis dalam menilai apa yang kita butuhkan dalam hidup sehari-hari. Kita ingin agar kerakusan tidak menguasai hidup kita. Justru kita ingin agar kita menguasai diri kita. Dengan demikian kita dapat menjadi orang-orang yang berguna bagi sesama kita. **
Frans de Sales, SCJ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar