
Syarat ini ternyata sangat mengganggu hati Daniel. Ia dikenal sebagai seorang yang vokal. Ia biasa melontarkan kritik terhadap kebijakan raja yang bertentangan dengan kehendak rakyat. Tetapi kini ia mesti menerima tawaran itu. Artinya, ia mesti menghentikan suaranya yang vokal. Ia mesti mengunci mulutnya rapat-rapat, ketika terjadi sesuatu yang tidak beres dalam istana raja.
Dalam kondisi seperti itu, Daniel tetap maju untuk menjadi staf penting raja. Ia berpikir, ia dapat memperbaiki kebijakan-kebijakan raja yang bertentangan dengan kehendak rakyat. Caranya adalah dengan menjadi staf raja. Meski cara ini sudah usang, Daniel masih mengharapkan berdaya gunanya cara ini.

Raja pun tidak bisa berbuat apa-apa atas sikap Daniel. Raja menyerah. Sejak saat itu, raja tidak berani lagi untuk mengambil hasil bumi rakyat.
Sebagai manusia, kita juga sering berhadapan dengan situasi sulit seperti yang dihadapi Daniel. Namun satu hal yang mesti kita pegang adalah kebenaran tidak bisa dikalahkan oleh perbuatan yang tidak baik. Kebenaran mesti tetap dijunjung tinggi. Kebenaran mesti menjadi mahkota bagi setiap pemimpin dalam menjalankan tugasnya. Tanpa kebenaran, hidup menjadi suram. Tanpa kebenaran, semua perjuangan kita akan sia-sia belaka.
Kita mengakui bahwa dalam dunia ini ada orang-orang yang tidak peduli terhadap kebenaran. Tentu hal ini sangat disayangkan. Kebenaran mesti menjadi kunci hidup setiap orang.
Karena itu, sebagai orang beriman, kita diajak untuk selalu memperjuangkan kebenaran dalam hidup kita. Kita mesti mulai dari hal-hal yang kecil yang ada di dalam keluarga kita. Kita belajar untuk bertindak benar terhadap sesama kita. Hanya dengan demikian kita dapat menjadi orang-orang yang benar dan jujur dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
sumber:http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2009/11/belajar-bertindak-benar.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar