
Bagi siswa ini, sebenarnya ia tidak membutuhkan jawaban-jawaban itu. Ia hanya menghafal jawaban-jawaban itu untuk menambah rasa percaya diri saja. Ia sudah menyiapkan diri dengan baik. Namun kadang-kadang ia kurang percaya diri. Akibatnya, ia mau saja menghafal jawaban-jawaban itu.
Dia berkata, “Setelah saya hafal, saya hapus. Saya tidak mau terpengaruh oleh jawaban-jawaban itu.”


Bocornya soal-soal ujian nasional terjadi di banyak tempat di negeri ini. Sudah ada berbagai upaya untuk mengatasi hal ini. Sejak tahun-tahun sebelumnya bocornya soal sudah terjadi. Namun tampaknya sangat sulit sekali mengatasi persoalan ini. Berbagai pihak sudah mencoba. Namun usaha itu seolah sia-sia saja.
Ada berbagai pertanyaan tentang hal ini. Misalnya, ada apa di balik bocornya soal-soal ujian nasional itu? Siapa yang membocorkan? Mengapa terjadi kebocoran soal-soal itu?
Kiranya satu hal yang dapat dikatakan adalah tidak adanya kehendak baik dari pihak-pihak yang terlibat dalam proses pembelajaran untuk menghilangkan hal ini. Ada pihak yang merasa malu, kalau siswa-siswi di sekolahnya ternyata tidak bisa mengerjakan soal-soal itu. Mereka takut dinilai negatif oleh pihak pemerintah. Karena itu, usaha yang dilakukan adalah membocorkan saja soal-soal itu. Atau ada pihak yang punya kepentingan ekonomi dengan menjual soal-soal itu kepada siswa-siswi yang mengikuti ujian.
Apa pun tujuan pembocoran soal-soal itu, tindakan itu tetap suatu tindakan yang tidak baik. Bagaimana mutu pendidikan di negeri ini dapat sejajar dengan negara-negara maju, kalau ketidakjujuran selalu terjadi? Tampaknya dunia pendidikan kita selalu terkontaminasi oleh kepentingan-kepentingan sesaat yang bermutu rendah.
Mari kita coba mendidik anak-anak kita untuk jujur dalam berbagai hal. Hanya dengan kejujuran, kita dapat menciptakan suatu kehidupan berbangsa dan bernegara dengan lebih baik. **
Frans de Sales, SCJ
sumber:http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2009/11/pentingnya-kejujuran.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar