Selasa, 28 Juni 2011

Kejujuran Itu Bersumber dari Hati Nurani yang Jernih

Kejujuran Itu Bersumber dari Hati Nurani yang Jernih
Beberapa waktu lalu seorang gadis ingin sekali memiliki SIM C. Dia berusaha mengikuti semua aturan, termasuk mengikuti ujian tertulis dan praktik. Ujian tertulis dia lalui dengan sangat memuaskan. Semua soal yang diberikan dia jawab semua. Dan semua benar. Namun apa lacur, dia gagal di ujian praktik.
Dia gagal di ujian praktik membawa motor di jalur zigzag. Salah satu kakinya menyentuh aspal di tempat ujian itu.
Karena gagal, dia pun berusaha menyogok petugas polisi. Dalam bayangannya, polisi itu akan mau meluluskannya. Tapi anggapannya salah. Justru dia dinasihati petugas polisi itu karena berusaha menyogoknya.

Seolah tidak ada jalan lagi, dia mengeluh, “Duh, susahnya membuat SIM.”
Tidak berapa lama saat berada di tempat pembuatan SIM, seorang petugas mengumumkan, “Bapak ini telah menyogok polisi sebesar 20 ribu rupiah.” Polisi itu menunjuk seorang pria yang tertunduk lesu.

Gadis itu pun terdiam. Seandainya polisi yang dia coba sogok itu terima saja uangnya, mungkin dia juga akan diumumkan seperti pria itu. Betapa malunya dia. Untung, polisi itu menasihatinya untuk tidak menyogok polisi.

Dalam benaknya, gadis itu memang sangat kesal. Mengapa saat ini membuat SIM itu sangat sulit dan petugas pun tidak mau disogok? Karena gagal, akhirnya dia diberi waktu dua minggu untuk kembali menjalani praktik lapangan.
Kisah di atas sungguh-sungguh terjadi di Jakarta dua tahun lalu. Waktu itu pihak kepolisian memperketat semua bentuk pengurusan SIM. Kepolisian RI tidak mau dicap sebagai lembaga terkorup di Indonesia. Mereka mulai berusaha untuk membersihkan diri.

Sogok menyogok memang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Untuk memperlancar usaha, orang berani mengeluarkan uang dalam jumlah besar sebagai pelicin. Demi sepucuk surat ijin, orang berani melakukan apa saja, termasuk menyogok. Sebenarnya, sogok menyogok itu menghilangkan suasana fairness, suasana sehat dalam bersaing. Orang ingin menang sendiri. Orang mau memaksakan kemauannya sendiri.

Tentu kondisi seperti ini menghalangi kemampuan orang lain untuk bersaing secara sehat, secara jujur. Karena itu, kejujuran mesti diutamakan. Kalau polisi sudah mulai menciptakan kejujuran dengan menolak sogok pembuatan SIM, kita berharap bahwa akan banyak aspek kehidupan terjadi dalam suasana yang jujur pula.
Sebagai orang yang beriman kepada Tuhan, kita mesti belajar untuk mengendalikan diri kita. Keinginan untuk berkuasa, untuk memiliki kekayaan yang sebanyak-banyaknya mesti dikendalikan. Kalau tidak dikendalikan akan terjadi ketidakharmonisan dalam hidup kita. Orang yang tidak jujur biasanya dikejar terus-menerus oleh teguran suara hatinya. Akibatnya, ia tidak tenang dalam hidupnya. Ia tidak damai, karena merasa diri ditekan terus oleh suara nuraninya yang jernih.

Mari kita berusaha jujur dalam hidup kita. Kita berusaha untuk senantiasa memiliki hati nurani yang jernih. Dengan demikian, hidup kita menjadi tenang di hadapan Tuhan dan sesama. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ


sumber:http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2010/01/kejujuran-itu-bersumber-dari-hati.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar