

Timbullah pergumulan berat dalam hatinya. Apakah lotere itu akan ia kembalikan kepada pemiliknya yang sah atau diam saja pura-pura tidak tahu dan mengantongi uang yang demikian banyak seorang diri. Lama sekali ia memikirkan hal ini.

Kita hidup dalam dunia yang kata orang sulit sekali menemukan orang-orang yang jujur. Orang lebih mudah saling mempecundangi daripada berusaha bersama untuk meraih sukses secara bersama-sama. Kita menyaksikan sesama saudara sampai bentrok. Tidak akur. Mengapa hal ini mesti terjadi? Hal ini terjadi karena kurangnya kejujuran. Hal ini menyebabkan kepercayaan terhadap sesama, bahkan saudara, menjadi luntur.
Kisah di atas mau mengingatkan kita bahwa hidup jujur itu lebih menguntungkan daripada hidup yang tidak jujur. Seandainya pemuda penganggur itu tidak jujur, ia akan hidup dalam ketidaktenangan. Hati nuraninya akan selalu mempertanyakan kejujuran dirinya. Ia selalu dikejar-kejar oleh hati nuraninya sendiri. Hidup yang selalu dikejar-kejar oleh hati nurani itu tidak membahagiakan. Orang menjadi tidak damai.
Karena itu, kedamaian mesti didukung oleh kejujuran dalam hidup ini. Para pendiri agama-agama di dunia selalu menekankan pentingnya kejujuran dalam hidup. Orang yang jujur itu berkenan kepada Tuhan dan sesama. Orang yang jujur dalam hidupnya itu senantiasa dipercaya oleh Tuhan dan sesama untuk mengemban tugas-tugas yang besar.
Sebagai orang beriman, kita ingin hidup kita dihiasi oleh kejujuran. Kita ingin agar kejujuran menjadi mahkota bagi hidup kita. Untuk itu, kita mesti mendasarkan hidup kita pada ajaran Tuhan. Tuhan selalu mengajarkan kita untuk hidup bersahaja dan jujur. Dengan cara hidup seperti ini, kita akan mampu menjadi orang-orang yang berkenan kepada Tuhan. Kita dapat menjadi orang-orang yang dipercaya oleh sesama.
Mari kita terus-menerus membangun hidup kita dalam kejujuran. Hanya dengan kejujuran kita akan menemukan damai dan ketenangan dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar