Jumat, 11 Maret 2011

Belajar Mendengar

Suatu ketika seniman Djaduk Ferianto mengajak para penonton untuk belajar mendengar, ketika dia bertindak selaku bintang tamu pada pertunjukkan kelompok musik asal Yogyakarta, Kuaetnik, di Taman Budaya Yogyakarta.

Mengapa kita harus belajar mendengar? Pria kelahiran Yogyakarta ini memberi alasan, “agar kita tetap dihargai, manusia perlu belajar untuk mendengarkan. Jangan maunya didengarkan terus.”

Menurutnya, jika tidak mau mendengar, seseorang nantinya bisa menjadi sosok yang tuli permanen.

Untuk itulah, Djaduk mengaku tidak pernah merasa bosan mengimbau para penikmat musik, agar mau belajar mendengar.

Ia berkata, “Siapa tahu di antara Anda yang menjadi pejabat publik.”

Bagi Djaduk, seorang pejabat publik mesti mau mendengarkan suara rakyat yang dipimpinnya. Dengan demikian ia tahu kebutuhan rakyat yang dipimpinnya itu.
Manusia yang sehat memiliki telinga yang sehat pula. Telinga itu digunakan untuk mendengarkan banyak hal untuk kepentingan hidupnya dan sesamanya. Orang yang tidak mau menggunakan telingannya untuk mendengarkan, biasanya orang yang mau seenaknya sendiri. Orang yang tidak peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Biasanya orang seperti ini mau menang sendiri. Keinginannya mesti dipenuhi oleh orang lain. Ia memaksakan kehendaknya kepada orang lain.

Bagaimana jadinya, kalau dunia ini dihuni oleh orang-orang yang mau menang sendiri? Dunia ini pasti kacau. Dunia ini bukan menjadi tempat yang aman bagi hidup manusia. Setiap orang akan membentuk benteng sendiri-sendiri yang dijaga dengan ketat. Hasilnya adalah suatu dunia yang dipenuhi oleh sosok-sosok egois.

Ajakan Djaduk memang benar. Kita mesti belajar untuk mendengarkan orang lain. Dengan mendengarkan, kita dapat menerima banyak hal baik bagi diri kita sendiri. Kita dapat menciptakan suatu dunia yang lebih damai dan tenteram.

Sebagai orang beriman, kita memiliki batin yang mesti selalu siap mendengarkan setiap ungkapan hati sesama. Orang yang memiliki batin yang bersih biasanya siap pula untuk menyimpan setiap ungkapan dari sesamanya. Untuk itu, orang beriman mesti memiliki kesabaran dalam memasang telinga dan batinnya untuk mendengarkan dan mengolah keluh kesah sesamanya. Dengan demikian, ia mampu memberi yang terbaik bagi sesama di sekitarnya yang membutuhkan bantuannya. Ia menjadi orang yang peduli terhadap sesama.

Mari kita berusaha untuk peduli terhadap sesama dengan mampu mendengarkan sesama kita. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ


sumber:http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2009/11/belajar-mendengar.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar