Minggu, 08 Mei 2011

Menjadi Pemimpin yang Peduli


Ada seorang gembala sapi yang setiap hari berada di padang rumput. Ia menggembalakan seratus dua puluh ekor sapinya di sana. Setiap pagi ia mengeluarkan sapi-sapinya dan menuntun mereka ke padang rumput yang hijau. Ia menunggui sapi-sapi itu makan rumput hingga sore hari. Menjelang petang, gembala itu membawa sapi-sapinya ke sungai kecil yang mengalir tenang di pinggir kandang. Sapi-sapi itu minum sampai sepuas-puasnya sebelum dituntun kembali masuk ke kandang.

Di kala ada ancaman dari binatang buas lainnya, ia segera menghalau binatang-binatang buas itu. Dengan beberapa ekor anjingnya, ia mengejar binatang-binatang buas itu. Ketika ada sapi yang sakit, ia memberikan perawatan hingga sembuh. Sapi-sapi yang baru lahir ia perlakukan dengan sangat baik. Ia memeliharanya dengan hati-hati, sehingga tingkat kematian anak-anak sapi itu sangat berkurang.
Di malam hari, gembala itu menjaga kawanan sapinya. Ia tidur di gubuk yang tidak jauh dari kandang sapi-sapi itu. Anjing-anjingnya yang terlatih dengan baik ia biarkan tidur di luar gubuk itu. Mereka menjaga sapi-sapi dari serangan binatang buas atau para pencuri. Dengan kondisi seperti itu, sapi-sapi itu terasa nyaman. Mereka bertumbuh dan berkembang biak dengan sangat baik. Populasi selalu bertambah dari bulan ke bulan. Gembala sapi itu berhasil dengan baik. Ia menjual sapi-sapinya untuk kebutuhan hidup keluarganya.

Ketika ditanya tentang kunci kesuksesannya, gembala sapi itu mengatakan bahwa ia berusaha agar sapi-sapi itu dapat mengenal dirinya dengan baik. Menurutnya, kalau mereka sungguh-sungguh mengenal dirinya, mereka akan mempunyai rasa aman dalam hidup mereka. Suara yang ia teriakan untuk memanggil sapi-sapi itu akan menenangkan sapi-sapi itu. Suara-suara dari orang-orang lain hanya membuat sapi-sapi itu takut dan melarikan diri.

Dalam diri setiap orang ada potensi untuk menjadi pemimpin. Keberhasilan seorang pemimpin tidak diukur dari ketenarannya dalam mengumpulkan massa. Namun keberhasilannya diukur dari seberapa banyak orang yang dipimpinnya itu mengalami ketenangan dan ketenteraman dalam hidup. Seorang pemimpin yang mudah membuat resah para pengikutnya akan segera ditinggalkan. Mereka akan mencari dan menemukan pemimpin lain yang sungguh-sungguh memberikan jaminan ketenteraman bagi mereka.

Karena itu, menjadi pemimpin itu suatu panggilan hidup. Orang tidak bisa hanya mengandalkan ambisi pribadinya untuk menjadi pemimpin. Untuk itu, seorang pemimpin mesti menimba rahmat demi rahmat dari Tuhan sebagai pemimpin agung hidupnya. Kalau seseorang sungguh-sungguh memperoleh rahmat dari Tuhan untuk memimpin, ia akan selalu setia kepada Tuhan.

Sebagai orang beriman, mari kita berusaha untuk menjadi pemimpin yang memiliki hati bagi sesama. Artinya, peduli dan memiliki sikap bela rasa terhadap sesama yang dipimpin. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ


sumber:http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2009/12/menjadi-pemimpin-yang-peduli.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar