Tuhan, Sumber Air Hidup
Ketika
saya berusia sebelas tahun, saya pergi ke sungai yang berjarak
kira-kira lima kilometer dari rumah. Waktu itu, saya pergi bersama ibu
saya. Biasanya di sungai itu kami mandi, mencuci pakaian dan mengambil
air untuk kebutuhan dapur. Air sungai ini sangat jernih. Air yang kami
bawa pulang biasanya kami isi di dalam bambu sepanjang tiga atau empat
ruas. Dengan cara itu, kami mudah untuk memikulnya.
Panas
matahari yang menyengat ketika perjalanan pulang itu sangat menguras
tenaga saya. Dalam perjalanan pulang itu, saya merasa sangat haus.
Namun saya tidak bisa minum air yang ada di dalam bambu yang saya
pikul. Air yang ada itu sangat berbahaya bagi perut saya.
Saya
minta ijin kepada ibu saya untuk minum air yang belum direbus itu.
Tetapi ibu saya tidak mengijinkan. Saya menangis tersedu-sedu, karena
dahaga tak tertahankan lagi. Saya sangat membutuhkan air yang
menyegarkan dahaga saya. Setitik air saja akan sangat menolong lidah
saya terlepas dari dahaga.
Saya
yakin kita semua merasakan haus. Haus itu suatu pengalaman yang sangat
manusiawi. Ketika kita haus, naluri kita mendorong kita untuk
mengambil segelas air untuk diteguk. Namun jika kita tidak minum, kita
akan mengalami sakit kepala atau dapat juga mati karena kekurangan air
atau dehidrasi. Tanaman-tanaman akan cepat layu dan bahkan akan mati,
kalau dilanda musim kemarau yang berkepanjangan. Mereka membutuhkan air
untuk dapat bertahan hidup.
Namun pengalaman manusiawi
akan haus tidak hanya terjadi secara fisik. Manusia dapat mengalami
haus dalam hidup rohani. Hal ini dapat membawa manusia kepada kehampaan
dalam hidup. Orang yang mengalami kekeringan rohani itu merasa
hidupnya tidak bermakna. Hidupnya itu biasa-biasa saja. Tidak ada yang
menonjol.
Di
dunia sekarang ini banyak orang haus akan kasih, perhatian, harapan
dan iman. Mereka membutuhkan air kehidupan yang diberikan dengan kasih,
karena hati mereka sedang dilanda kekeringan. Mereka selalu butuh
untuk membangun hubungan dengan mereka yang dapat membersihkan ‘padang
gurun’ dari hati mereka dan memberi keteguhan iman kepada mereka.
Mereka mengharapkan tangan-tangan kuat yang dapat menuntun mereka
kepada kehidupan yang lebih baik.
Bagi
orang beriman, Tuhan adalah sumber kehidupan kita. Tuhan itu bagai air
yang terus-menerus mengalir dan memberi kehidupan bagi kita. Karena
itu, sebagai orang beriman, kita mesti senantiasa datang kepada Tuhan.
Kita ingin menimba air hidup yang mengalir dari Tuhan sendiri. Untuk
itu, dibutuhkan suatu keyakinan dalam diri kita bahwa hanya Tuhan yang
mampu memberi kita kehidupan yang abadi. Dalam kehidupan yang abadi itu
tidak ada lagi dahaga. Tidak ada lagi rasa haus.
Kekeringan
rohani yang kita alami dalam perjalanan hidup kita dapat diatasi
apabila kita selalu menyerahkan hidup kepada Tuhan. Kita berharap bahwa
Tuhan yang mahapengasih dan penyayang itu dapat menjadi sumber air
yang menyegarkan jiwa kita. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
sumber:http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2010/02/tuhan-sumber-air-hidup.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar