Ketika Manusia Tergiur Godaan
Ada
seorang baik hati yang ingin menunjukkan kebaikannya. Pada suatu hari
dia memperhatikan kondisi malang dari seorang tukang kayu. Orang baik
yang kaya itu memanggil tukang kayu yang miskin itu dan menyerahkan
wewenang kepadanya untuk membangun sebuah rumah yang indah.
Ia
berkata kepada tukang kayu itu, “Saya inginkan agar rumah ini menjadi
sebuah rumah yang sungguh indah. Gunakan saja bahan-bahan terbaik,
pekerja-pekerja terbaik dan jangan menghemat.”
Orang kaya
itu mengatakan bahwa dia akan mengadakan perjalanan dan mengharapkan,
agar rumah itu selesai dibangun pada saat dia kembali.
Tukang
kayu itu melihat hal ini sebagai suatu kesempatan berharga yang tidak
boleh dilewatkan begitu saja. Karena itu, dia menghemat bahan-bahan,
menyewa pekerja-pekerja yang bermutu rendah dan dibayar rendah. Ia
menutupi kekurangan mereka dengan cat dan memotong sudut-sudut sedapat
mungkin.
Ketika
orang baik yang kaya itu pulang, tukang kayu itu menyerahkan kunci
rumah kepadanya. Ia berkata, “Saya telah mengikuti petunjuk tuan dan
membangun rumah seperti yang tuan katakan.”
Orang kaya itu
tersenyum memandangnya dan berkata, “Saya sangat senang.” Kemudian ia
menyerahkan kembali kunci rumah baru itu kepada tukang kayu itu. Ia
berkata, “Ini kunci-kuncinya. Inilah milikmu. Saya sudah menyuruh engkau
membangun rumah untuk dirimu sendiri, engkau dan keluargamu harus
memiliki itu sebagai hadiah dari saya.”
Tahun-tahun
selanjutnya tukang kayu itu tidak pernah berhenti menyesal, karena
telah menipu diri sendiri. Dalam rasa sesal yang mendalam, ia berkata,
“Kalau saya tahu bahwa saya membangun rumah ini untuk diri saya, tentu
akan jadi lain...”
Kejujuran dan kesetiaan ternyata masih
menjadi barang mahal di dunia ini. Kesetiaan pada janji atau komitmen
begitu mudah luntur, karena orang mudah tergiur oleh godaan-godaan.
Orang tergiur untuk memiliki harta yang banyak, sehingga ia lupa akan
kesetiaannya pada janji yang pernah diucapkannya. Hal ini terjadi di
mana-mana di berbagai bidang kehidupan.
Dalam
kehidupan berkeluarga, misalnya. Orang mudah mengingkari janji
perkawinan yang telah mereka ucapkan. Cinta yang mereka ucapkan itu
ternyata hanya manis di bibir saja. Setelah sekian tahun membangun hidup
berkeluarga, terjadilah perselingkuhan. Suami hidup dengan perempuan
lain. Istri mencari gandengan baru.
Karena itu, dibutuhkan
kejujuran dalam hal-hal yang nyata. Orang mesti jujur menampilkan diri
di hadapan sesamanya. Suami istri mesti tampil apa adanya. Tidak
menyimpan misteri sendiri-sendiri. Kalau masih menyimpan rahasia
sendiri-sendiri nanti menyesal kalau terjadi perceraian. Pepatah
mengatakan bahwa sesal kemudian tidak berguna. Untuk itu, mari kita
bangun kejujuran dari hati yang tulus dan bening. Bukan suatu kejujuran
semu. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
sumber :http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2010/03/ketika-manusia-tergiur-godaan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar