Menahan Diri dari Emosi
Suatu
siang, seorang pegawai perempuan keluar dari kantornya untuk
beristirahat. Seperti biasa ia pergi ke cafetaria di seberang kantornya.
Ia memberi semangkok bakso kesukaannya dan sebatang coklat.
Namun
hari ini sungguh berbeda. Setelah menemukan meja kecil yang nyaman di
pojok ruangan, ia beranjak untuk mencari sesuatu. Ketika duduk kembali,
seorang pria duduk di seberang mejanya. Pria itu membawa secangkir
teh, sebuah donat dan sedang memakan coklat yang baru dibeli perempuan
itu. Lelaki itu tidak meminta maaf atau berkata apa-apa. Ia memakannya
begitu saja.
Perempuan
itu terperangah melihat lelaki itu sedang mengunyah coklat
kesayangannya. Ia marah, tetapi tidak bisa berkata apa-apa. Secepat
mungkin ia menyantap baksonya. Meski begitu, semakin dalam ia
memikirkan hal itu, ia pun semakin geram. Akhirnya, ia berdiri sambil
mengentakkan kaki di samping lelaki itu, merebut sisa donat yang sedang
dinikmati lelaki itu dan memakannya habis.
Dengan gaya
yang begitu meyakinkan seolah-olah ia mau berkata kepada lelaki itu,
“Rasain. Bagaimana rasanya kalau diperlakukan seperti itu?”
Beberapa
saat kemudian ia kembali ke kantornya. Lelaki itu dibiarkannya
terheran-heran, karena tidak tahu sama sekali apa yang ada dalam pikiran
perempuan itu.
Begitu tiba di kantornya, ia membuka
dompetnya. Dan ia kaget setengah mati begitu melihat coklat yang
dibelinya aman-aman saja di dalam dompetnya.
Kekurangtelitian
dapat berakibat fatal bagi hidup manusia. Orang lain akan menjadi
korban kekurangtelitian kita. Kisah tadi melukiskan seorang perempuan
yang ceroboh. Ia merasa bahwa hanya dia sendiri yang menyukai makanan
tertentu. Orang lain tidak menyukai kesukaannya itu. Ia keliru. Tetapi
kesadarannya baru terjadi setelah semuanya terjadi. Ini yang namanya
hidup tanpa refleksi. Orang tidak berpikir panjang tentang apa yang
diperbuatnya.
Kurang teliti dalam hidup bisa disebabkan
oleh berbagai hal. Mungkin orang seperti ini kurang menganggap penting
tentang suatu hal. Ia tidak begitu peduli terhadap hal-hal yang
dianggapnya sepele. Atau orang seperti ini terlalu sibuk dengan berbagai
macam hal dalam kehidupannya.
Akibatnya,
hal-hal yang semestinya membutuhkan perhatian lebih, diabaikannya.
Orang seperti ini mesti membutuhkan buku catatan atau asisten yang bisa
membantunya dalam memberikan perhatian. Atau orang seperti ini orang
yang cuek terhadap berbagai hal. Yang penting baginya adalah
menyenangkan hatinya. Orang lain boleh menderita atas perbuatannya.
Nah, orang seperti ini mesti sadar bahwa ia tidak hidup sendirian di
dunia ini. Ia ada bersama orang lain. Ia hidup juga bagi orang lain,
bukan hanya bagi dirinya sendiri.
Hari ini kita mengalami
begitu banyak hal baik. Artinya, begitu banyak orang peduli terhadap
kehadiran kita. Apa yang mau kita katakan kepada orang-orang yang
peduli terhadap kita? Kita mau mengatakan banyak terima kasih bahwa
kepedulian sesama itu membantu kita untuk bertumbuh menjadi manusia
yang berbudi luhur. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
sumber :http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2010/03/menahan-diri-dari-emosi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar