Rabu, 12 Oktober 2011

Rabu,12 Oktober 2011~Menahan Diri dari Emosi

Menahan Diri dari Emosi



Suatu siang, seorang pegawai perempuan keluar dari kantornya untuk beristirahat. Seperti biasa ia pergi ke cafetaria di seberang kantornya. Ia memberi semangkok bakso kesukaannya dan sebatang coklat.

Namun hari ini sungguh berbeda. Setelah menemukan meja kecil yang nyaman di pojok ruangan, ia beranjak untuk mencari sesuatu. Ketika duduk kembali, seorang pria duduk di seberang mejanya. Pria itu membawa secangkir teh, sebuah donat dan sedang memakan coklat yang baru dibeli perempuan itu. Lelaki itu tidak meminta maaf atau berkata apa-apa. Ia memakannya begitu saja.


Perempuan itu terperangah melihat lelaki itu sedang mengunyah coklat kesayangannya. Ia marah, tetapi tidak bisa berkata apa-apa. Secepat mungkin ia menyantap baksonya. Meski begitu, semakin dalam ia memikirkan hal itu, ia pun semakin geram. Akhirnya, ia berdiri sambil mengentakkan kaki di samping lelaki itu, merebut sisa donat yang sedang dinikmati lelaki itu dan memakannya habis.

Dengan gaya yang begitu meyakinkan seolah-olah ia mau berkata kepada lelaki itu, “Rasain. Bagaimana rasanya kalau diperlakukan seperti itu?”


Beberapa saat kemudian ia kembali ke kantornya. Lelaki itu dibiarkannya terheran-heran, karena tidak tahu sama sekali apa yang ada dalam pikiran perempuan itu.

Begitu tiba di kantornya, ia membuka dompetnya. Dan ia kaget setengah mati begitu melihat coklat yang dibelinya aman-aman saja di dalam dompetnya.

Kekurangtelitian dapat berakibat fatal bagi hidup manusia. Orang lain akan menjadi korban kekurangtelitian kita. Kisah tadi melukiskan seorang perempuan yang ceroboh. Ia merasa bahwa hanya dia sendiri yang menyukai makanan tertentu. Orang lain tidak menyukai kesukaannya itu. Ia keliru. Tetapi kesadarannya baru terjadi setelah semuanya terjadi. Ini yang namanya hidup tanpa refleksi. Orang tidak berpikir panjang tentang apa yang diperbuatnya.

Kurang teliti dalam hidup bisa disebabkan oleh berbagai hal. Mungkin orang seperti ini kurang menganggap penting tentang suatu hal. Ia tidak begitu peduli terhadap hal-hal yang dianggapnya sepele. Atau orang seperti ini terlalu sibuk dengan berbagai macam hal dalam kehidupannya.

Akibatnya, hal-hal yang semestinya membutuhkan perhatian lebih, diabaikannya. Orang seperti ini mesti membutuhkan buku catatan atau asisten yang bisa membantunya dalam memberikan perhatian. Atau orang seperti ini orang yang cuek terhadap berbagai hal. Yang penting baginya adalah menyenangkan hatinya. Orang lain boleh menderita atas perbuatannya. Nah, orang seperti ini mesti sadar bahwa ia tidak hidup sendirian di dunia ini. Ia ada bersama orang lain. Ia hidup juga bagi orang lain, bukan hanya bagi dirinya sendiri.

Hari ini kita mengalami begitu banyak hal baik. Artinya, begitu banyak orang peduli terhadap kehadiran kita. Apa yang mau kita katakan kepada orang-orang yang peduli terhadap kita? Kita mau mengatakan banyak terima kasih bahwa kepedulian sesama itu membantu kita untuk bertumbuh menjadi manusia yang berbudi luhur. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

sumber :http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2010/03/menahan-diri-dari-emosi.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar