

Ketika ia meninggalkan rumah itu, ia berkata pada dirinya sendiri, “Tempat ini sangat menyenangkan. Suatu saat, aku akan kembali mengunjunginya sesering mungkin.”
Sesaat setelah anjing itu pergi, datanglah anjing kecil yang lain. Namun, anjing yang satu ini tidak seceria anjing yang sebelumnya. Ia juga memasuki rumah itu. Dengan perlahan ia menaiki tangga rumah dan masuk melalui pintu. Ketika berada di dalam, ia terkejut melihat ada seribu wajah anjing kecil yang muram dan tidak bersahabat. Segera saja ia menyalak keras-keras dan dibalas juga dengan seribu gonggongan yang menyeramkan. Ia merasa ketakutan dan keluar dari rumah sambil berkata pada dirinya sendiri, “Tempat ini sungguh menakutkan. Aku takkan pernah mau kembali ke sini lagi.”

Karena itu, kita dituntut untuk memiliki kepekaan yang tinggi untuk menafsirkan makna dari wajah-wajah itu. Hidup bersama akan menjadi lebih indah dan harmonis, kalau kita mampu menangkap makna dari wajah-wajah itu. Bisa jadi tampilan wajah seseorang merupakan cermin dari wajah kita sendiri. Kita mesti tanggap ketika wajah seseorang sedang cemberut kepada kita. Menurut survei, anak-anak jaman sekarang sulit sekali menangkap makna wajah ayahnya yang sedang cemberut. Mereka juga sulit sekali mengerti ketika ibu mereka sedang menasihati dan memarahi.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena anak-anak jaman sekarang kurang punya kepekaan terhadap lingkungan di sekitarnya. Yang mereka pelajari di sekolah adalah ilmu pasti yang tidak butuh penafsiran atas yang tampak. Yang tampak itulah yang ada.

Frans de Sales, SCJ