Senin, 28 Februari 2011

Usaha Menghargai Ciptaan Tuhan

Suatu hari, seorang petinggi di suatu desa mengadakan perjamuan pesta. Banyak tamu hadir dalam perjamuan pesta itu. Salah seorang tamu yang hadir memberi bingkisan berupa ikan dan unggas. Penerima tamu sangat menghargai hadiah itu. Ia berkata, “Tuhan sangat baik kepada kita yang membutuhkan. Dia menumbuhkan tanaman, menciptakan ikan dan unggas untuk kita.”
Semua tamu yang hadir setuju dengan apa yang dikatakan penerima tamu itu. Tetapi seorang pemuda berusia 20 tahun yang duduk di tengah-tengah para tamu itu mendatangi sang penerima tamu. Ia berkata, “Apa yang anda katakan tidak benar. Semua ciptaan yang ada di dunia ini hidup bersama-sama dengan yang lainnya. Tidak ada ciptaan yang lebih rendah atau lebih tinggi daripada ciptaan lainnya. Yang membedakan hanyalah inteligensi dan kekuatan mereka. Memang mereka saling memakan. Tetapi apa yang dimakan itu tidak pertama-tama diciptakan untuk yang memakan. Manusia dapat memakan apa yang dimakannya. Namun itu tidak berarti bahwa apa yang dimakan manusia itu diciptakan melulu untuk manusia. Sebab kalau nyamuk menghisap darah manusia atau harimau dan serigala memakan domba, apakah ini berarti bahwa Tuhan menciptakan manusia untuk nyamuk atau domba untuk harimau dan serigala?”

Manusia sering beranggapan bahwa ciptaan yang ada di muka bumi ini untuk kebutuhan manusia. Karena itu, terjadilah penyalahgunaan terhadap ciptaan yang ada. Misalnya, hutan dibabat untuk kepentingan sesaat. Laut dan sungai mesti menderita pencemaran, karena ulah manusia yang membuang limbah ke sungai dan laut. Manusia tidak berpikir bahwa laut dan sungai diciptakan oleh Tuhan dengan tujuannya masing-masing.

Kisah tadi mengingatkan kita untuk menghargai ciptaan lain di sekitar kita. Semua ciptaan itu hadir untuk dirinya sendiri. Mereka memiliki tujuan hidupnya sendiri. Yang membedakan adalah kepandaian untuk mengolah dan mengelola ciptaan itu menjadi sesuatu yang berguna bagi hidup ini.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa menghormati ciptaan yang ada di sekitar kita. Tanaman yang ada di sekitar kita dapat menjadi sahabat yang membantu hidup kita menjadi lebih baik. Hewan yang kita lindungi dapat menjadi sahabat yang menolong kita, ketika kita mengalami kesulitan dalam hidup ini. **


Frans de Sales, SCJ

sumber:http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2009/11/usaha-menghargai-ciptaan-tuhan.html

Memupuk Semangat yang Baik

Dua hal yang berbeda terlihat di Yangon, Myanmar, pada awal Mei 2008 lalu jika dibangdingkan dengan September 2007 lalu. Belakangan ini lebih banyak terlihat biksu di jalan-jalan dibandingkan tentara dan polisi. Bertolak belakang dengan kondisi September 2007 lalu.

Seorang ibu di Yangon berkata, “Kami kini bersama biksu membersihkan jalan-jalan. Jelas, kami berharap penguasa membantu, tetapi mereka tak pernah muncul. Para biksu datang begitu topan mereda, membantu membersihkan pohon dari jalanan.”
Awal Mei 2008 itu Myanmar dilanda Topan Margis yang ganas. Topan itu menelan korban jiwa hingga tiga puluh ribu orang. Begitu banyak harta benda pula yang hilang. Banyak orang yang selamat mengalami penderitaan yang luar biasa.

Biksu dengan jubah merah marun di Myanmar merupakan hal yang lumrah. Sekitar 90 persen dari 55 juta penduduk Myanmar pemeluk Budha. Ada sekitar 500.000 biksu di seluruh Myanmar. September tahun 2007 lalu, para biksu muncul di jalan-jalan kota Yangon untuk memprotes rejim militer yang kejam. Protes mereka itu mengakibatkan pemerintah berkuasa Myanmar mengambil langkah tegas. Akibatnya, 31 orang tewas, termasuk para biksu.

Awal Mei 2008 lalu mereka muncul lagi. Bukan untuk demonstrasi tetapi untuk menunjukkan kepedulian mereka terhadap penderitaan rakyat. Mereka membantu rakyat yang mengalami musibah Topan Margis. Regim militer tidak mengirim tentara atau polisi untuk membantu rakyat yang menderita.

Perjuangan dari orang-orang yang tulus berjuang untuk kepentingan sesama biasanya tidak berhenti setelah suatu cita-cita tercapai. Perjuangan itu akan diteruskan hingga tuntas. Dan biasanya perjuangan seperti ini tidak pernah berakhir. Mengapa? Karena selalu saja ada persoalan yang muncul dalam hidup manusia. Tentu saja suatu perjuangan akan berhasil, kalau perjuangan itu memiliki roh atau semangat yang baik.

Dalam hidup ini kita butuh roh atau semangat yang baik yang dapat menjadi starting point bagi kita untuk berjuang bagi kehidupan manusia. Semangat yang baik itu mesti dipelihara terus-menerus dalam hidup ini. Itulah yang akan memberi kekuatan kepada kita semua untuk tetap bertahan dalam perjuangan kita.

Seorang tokoh pernah berkata bahwa kita tidak akan pernah selesai berjuang dalam hidup ini. Perjuangan yang satu menelurkan perjuangan berikutnya. Karena itu, mari kita menanamkan semangat hidup dalam diri kita. Dengan demikian perjuangan kita untuk kehidupan tidak akan pernah berakhir. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ


sumber:http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2009/11/memupuk-semangat-yang-baik.html

Kamis, 24 Februari 2011

Menyadari Kebutuhan Oranglain

Pada jaman dahulu orang Jepang memakai obor sebagai alat penerangan. Suatu ketika ada seorang yang buta sedang mengunjungi sahabatnya. Ketika hendak pulang, orang buta itu ditawari obor untuk menerangi perjalanannya.

“Aku tidak membutuhkan obor,” kata orang buta itu menolak tawaran sahabatnya. “Bagiku, terang atau gelap sama saja.”

Sahabatnya itu menjawab, “Aku tahu bahwa kamu tidak memerlukan obor. Tetapi kalau kamu tidak membawanya, orang lain akan menabrakmu di jalan. Jadi kamu harus membawa obor ini,” kata sahabat itu.

Orang buta itu membawa obor yang diberikan temannya. Tetapi dia tidak menyalakannya. Tidak berapa lama kemudian, tiba-tiba ada orang yang menabraknya.
Orang buta itu berteriak, “Kamu mau pergi ke mana? Apakah matamu tidak bisa melihat? Apakah kamu tidak bisa melihat obor ini?”

Orang yang menabrak orang buta itu berkata, “Obormu tidak menyala.”

Lantas orang itu pergi meninggalkan orang buta itu sendirian.
Dalam hidup ini kita merasa bahwa segala sesuatu sudah beres untuk diri kita sendiri. Dalam berkendaraan, misalnya, kita sudah begitu hati-hati. Kita tidak ngebut. Kita tidak melanggar lalulintas. Tidak ada yang salah. Tetapi soalnya adalah mengapa kita masih mengalami kecelakaan?

Mungkin kita mulai menyalahkan diri sendiri. Kita mencari kesalahan-kesalahan setelah mengalami suatu musibah. Kita bisa menyalahkan orang lain atas musibah yang kita derita.

Tetapi pernahkah kita menyadari bahwa dalam hidup ini kita tidak hidup sendiri? Bukankah masih ada banyak orang di sekitar kita yang berpengaruh terhadap hidup kita? Karena itu, meskipun kita sudah merasa bahwa kita sudah menyiapkan segala-galanya, kita masih mengalami hal-hal yang tidak kita inginkan.

Kisah orang buta tadi dapat menjadi contoh yang baik. Ia merasa diri sudah siap untuk berjalan dengan obor yang belum dinyalakan. Namun ternyata orang lain yang menabrak dirinya. Ternyata hal yang tidak ia butuhkan itu diperlukan oleh orang lain untuk keselamatan dirinya sendiri.

Karena itu, mari kita berusaha untuk menyadari pentingnya kebutuhan sesama kita. Yang tidak kita butuhkan ternyata dibutuhkan oleh orang lain yang hidup bersama kita. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

sumber:http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2009/11/menyadari-kebutuhan-orang-lain.html

Rabu, 23 Februari 2011

Berusaha Untuk Memajukan Diri

Ruangan 2 meter x 4 meter itu dipenuhi tumpukan boneka penguin pesanan suatu perusahaan asuransi. Ela dan empat pekerjanya sedang sibuk menjahit dan mengisi kapas ke badan boneka tersebut. Dalam tiga minggu, pesanan itu harus selesai. Begitulah kesibukan Ela (35), warga Kelurahan Pekayon Jaya, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi. Di ruang sempit itu, ia mencari nafkah dengan membuat boneka pesanan perusahaan atau dijual kepada pedagang kaki lima.

Semula Ela adalah pekerja di perusahaan pembuat boneka. Upahnya sangat minim dan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Tahun 2003, ia nekat memilih berusaha sendiri. Dengan modal Rp 2,5 juta hasil tabungan dan pinjam sana-sini, ia membeli empat mesin jahit dan memulai usahanya. Usahanya ternyata bergerak maju.

Tahun 2006, ia mengambil pinjaman dana dari Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Amaliah Jaya yang ada di Kelurahan Pekayon Jaya. ”Saya ambil Rp 1 juta dua kali. Ya, untuk membeli bahan-bahan boneka seperti kapas,” kata Ela.

Dengan pinjaman itu, ia bisa melanjutkan usahanya. Hingga kini ia tetap bekerja seperti ”buruh jahit” suatu perusahaan pembuat boneka. Untuk ongkos jahit dan memasukkan kapas satu boneka, Ela mendapat Rp 5.000 per boneka. ”Pengen, sih, terima orderan langsung, tetapi modalnya bisa sampai Rp 20 juta,” kata Mansur (33), suami Ela.
Tak hanya Ela dan suaminya, beberapa pedagang bakso secara berkelompok juga mendapat suntikan modal dari BKM. Dana itu umumnya digunakan untuk membeli gerobak dan perlengkapan berjualan bakso keliling. Suntikan dana awalnya tidak besar. Kadang hanya berkisar Rp 1 juta. Namun, jika pengembalian lancar, mereka akan mendapat dana lebih besar untuk mengembangkan usahanya.

Orang yang berani untuk maju biasanya orang yang berani menghadapi resiko. Namun orang itu biasanya sangat cermat dan ulet dalam berusaha. Meskipun modal yang dimiliki tidak besar, ia berani memulai usaha. Banyak tokoh dunia yang sukses dalam berbagai bidang kehidupan memulai usaha-usahanya dari hal-hal yang kecil.

Kisah tadi merupakan salah satu contoh. Ela memiliki semangat yang tinggi untuk memajukan kehidupan keluarganya. Ia berani banting setir dari seorang pekerja (buruh) menjadi seorang yang berusaha sendiri. Ia termasuk seorang wanita pemberani. Ia berani mempertaruhkan pekerjaannya demi sesuatu yang belum pasti. Namun ia mesti mulai. Kalau ia tidak mulai, ia tidak akan maju dalam usahanya.

Sebagai orang beriman, kita semua diberi kemampuan untuk memajukan diri kita sendiri dan orang-orang lain di sekitar kita. Untuk itu, kita mesti berjuang terus-menerus untuk membangun usaha itu. Banyak tantangan dan godaan yang akan kita hadapi. Misalnya, kepenatan bisa menjadi tantangan bagi kita. Kita butuh semangat untuk terus maju. Karena itu, orang beriman mesti selalu memasrahkan hidup kepada Tuhan. Tuhan akan selalu menolong orang yang berkehendak baik untuk memajukan dirinya.

Mari kita berusaha untuk selalu disemangati oleh Tuhan dalam hidup kita. Dengan demikian kita semakin hari semakin maju dalam usaha-usaha kita. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

sumber:http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2009/11/berusaha-untuk-memajukan-diri.html

Selasa, 22 Februari 2011

Mengubah Cara Hidup Melalui Teladan yang baik

Ada seorang kakek berusia 84 tahun yang masih aktif bekerja keras bersama cucu-cucunya. Setiap hari dia membersihkan kebun, menyapu dan memotong dahan-dahan pohon yang sudah panjang di halaman rumahnya. Suatu hari beberapa cucunya merasa kasihan menyaksikan kakek mereka yang berada di terik matahari sambil membersihkan rumput.

Mereka sudah sering mengingatkan kakek mereka untuk tidak bekerja keras. Namun kakek mereka itu berkeras hati untuk terus bekerja. Menurutnya, orang yang tidak bekerja tidak boleh makan.

Suatu hari cucu-cucunya memutuskan untuk menyembunyikan peralatan kerja kakek mereka. Dengan cara itu, mereka berharap kakek mereka tidak akan bekerja keras lagi di kebun. Benar, hari itu kakek mereka tidak bekerja. Demikian juga keesokan harinya. Bukan hanya itu. Si kakek tidak mau makan. Berhari-hari ia tidak mau makan.

Akhirnya, cucu-cucunya mulai mengembalikan peralatan kerjanya. Sang kakek pun mulai bekerja seperti biasa. Ia pun mulai makan makanan yang disediakan oleh cucu-cucunya.

Suatu sore, sang kakek mengumpulkan cucu-cucunya. Ia berkata kepada mereka, “Siapa yang tidak bekerja, tidak boleh makan.”

Cucu-cucunya itu terkejut. Ada yang merasa tersinggung, karena malas bekerja. Sejak saat itu, cucu-cucunya mulai rajin bekerja. Mereka menyimpan baik-baik kata-kata sang kakek dalam hati mereka.
Contoh atau teladan dalam hidup ini masih sangat dibutuhkan. Orang yang hanya banyak berbicara dan memberi nasihat, namun tidak menunjukkan contoh sering tidak dihiraukan. Ia dianggap sebagai seorang penipu. Nasihat-nasihatnya hanyalah barang murahan yang tidak bermanfaat bagi hidup manusia.

Namun orang yang mampu memberi contoh hidup yang baik selalu dituruti. Nasihat-nasihatnya menjadi barang berharga yang tidak boleh dilewatkan begitu saja. Orang seperti ini sering dicari oleh banyak orang. Perbuatan baiknya selalu ditiru oleh sesamanya. Kisah tadi menunjukkan bahwa nasihat yang dibarengi dengan contoh hidup memiliki kekuatan yang luar biasa. Kekuatan untuk mengubah cara hidup orang lain.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk berani memberi contoh atau teladan hidup baik kepada sesama kita. Teladan yang baik itu mampu mengubah hidup orang lain. Dengan demikian kita dapat mengubah juga dunia yang kini dipenuhi dengan kekuatan-kekuatan jahat.

Mari kita berusaha untuk memerangi kekuatan-kekuatan jahat itu dengan teladan-teladan hidup kita yang baik. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

sumber:http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2009/11/mengubah-cara-hidup-melalui-

Senin, 21 Februari 2011

Masih Adakah Kejujuran Dalam Hidup Ini?

Suatu sore, seorang pemuda datang ke sebuah restoran yang menjual ayam goreng. Ia membeli sembilan potong ayam goreng. Lantas ia membawanya pulang ke rumah untuk dinikmati bersama orangtua dan adik-adiknya.
Ketika membuka bungkusan ayam goreng itu, ia terkejut luar biasa. Ternyata bukan ayam goreng yang ada di dalam bungkusan itu. Tetapi uang sebesar lima juta rupiah. Cepat-cepat pemuda itu membungkus kembali bungkusan itu. Ia segera meninggalkan ruang makan dan kembali ke restoran itu. Pemuda itu mengembalikan uang itu kepada pemilik restoran. Ia meminta ayam goreng yang diinginkannya.

Pemilik restoran itu merasa kagum atas kejujuran pemuda itu. Ia menanyakan nama dan alamatnya. Ia juga mengatakan kepada pemuda itu bahwa ia ingin mengundang wartawan surat kabar dan televisi untuk membuat cerita tentang dirinya. Ia akan menjadi pahlawan, sebuah contoh nilai kejujuran dan moral yang akan mengilhami sesamanya.

Namun pemuda itu menolaknya. Dia berkata, “Orangtua dan adik-adik saya sedang menunggu di rumah. Saya hanya ingin ayam goreng.” Pemilik restoran itu semakin kagum atas sikap rendah hati pemuda itu.

Lantas pemilik restoran itu berkata, “Saya tidak mengerti. Anda adalah satu-satunya pemuda jujur di tengah dunia yang tidak jujur ini. Ini merupakan suatu kesempatan yang baik untuk mengatakan kepada dunia bahwa masih ada orang-orang jujur yang mau bertindak benar.”

Namun pemuda itu tetap pada pendiriannya. Ia tidak mau dipublikasikan. Ia hanya menginginkan ayam goreng.

Kejujuran memang masih menjadi hal langka dalam dunia kita sekarang ini. Begitu sedikit orang yang mau jujur dalam kehidupannya. Begitu mudah orang melakukan manipulasi. Kalau kita berbelanja di warung, penjual masih bertanya tentang berapa yang harus diisi dalam nota kontan. Mengapa? Karena pengalaman sering berbicara bahwa ada pihak-pihak tertentu yang ingin memanipulasi belanjaan.

Bukankah hal seperti ini suatu bentuk penyelewengan? Kisah tadi mau mengajak kita untuk berani bertindak jujur dalam hidup kita. Kejujuran itu akan membantu kita untuk menjadi orang yang baik. Banyak orang jujur memiliki banyak sahabat. Mereka berkenan kepada sesama karena dipercaya untuk melaksanakan sesuatu.

Sebagai orang beriman, kejujuran merupakan hal yang sangat penting dalam hidup ini. Kejujuran membantu kita untuk dapat menghayati iman kita dalam hidup sehari-hari. Iman itu mesti tampak dalam perbuatan nyata.

Karena itu, kita mohon kepada Tuhan agar Dia memberi kekuatan kepada kita untuk mampu berlaku jujur dalam hidup sehari-hari. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

sumber:http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2009/11/masih-adakah-kejujuran-dalam-hidup-ini.html

Minggu, 20 Februari 2011

Rela Berkorban Untuk Sesama

Seorang petani ladang bekerja dengan tekun di ladangnya. Setelah sarapan, ia pergi ke kebunnya. Di sana ia mencangkul, membersihkannya lalu menanam. Ia melakukannya hingga sore hari. Lantas ia pulang ke rumahnya untuk berjumpa dengan anak istrinya. Rutinitas seperti ini ia lakukan setiap hari. Bahkan pada akhir pekan.

Terik matahari tidak mampu menghentikan tangannya untuk menyiangi tanaman. Ia mencintai tanaman-tanamannya. Mengapa? Karena itulah sumber hidupnya. Tanpa bekerja di ladangnya, asap di dapur keluarganya tidak bisa mengepul. Kepenatan dianggapnya sebagai bagian dari hidupnya.

Itulah tanda cinta yang ia berikan untuk keluarganya. Itulah rasa tanggung jawab yang ia tunjukkan kepada seluruh anggota keluarganya. Namun ketika ditanya tentang cinta, petani itu bingung menjawab. Baginya, cinta itu tidak perlu diungkapkan dengan kata-kata yang panjang lebar. Cinta itu cukup ditampakkan melalui perbuatan yang nyata.
Dewasa ini ungkapan ‘I love you’ sudah bukan hal baru lagi. Di jaman dulu ungkapan ‘saya cinta padamu’ menjadi hal yang begitu sakral. Tidak biasa diungkapkan di depan umum. Namun kini ungkapan ini sudah bisa didengar kapan saja dan di mana saja. Sudah biasa dan sudah menjadi bagian dari hidup kawula muda.

Soalnya adalah apakah ungkapan ini sungguh-sungguh suatu bentuk cinta yang mendalam akan sesama? Atau hanya sebuah lip service, kata-kata kosong sebagai basa-basi? Dalam hidup sehari-hari cinta itu mesti menduduki tempat tertinggi dalam hidup manusia. Mengapa? Karena manusia hanya bisa hidup kalau ada cinta kasih. Tanpa cinta kasih manusia tidak memiliki hidup.

Dalam kisah tadi, petani itu sungguh-sungguh mencintai sesamanya. Cinta itu ia tunjukkan dengan melakukan perbuatan yang nyata. Ia mengorbankan seluruh hidupnya untuk keluarganya. Ia tidak mesti mengatakan ‘I love you’ kepada seluruh anggota keluarganya. Mereka sudah tahu bahwa ia mencintai mereka dengan melakukan pekerjaan dengan tekun dan setia di ladangnya.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa mencintai sesama dan orang-orang yang dekat dengan kita. Caranya adalah dengan memberi perhatian dan berani mengorbankan hidup kita bagi sesama. Dengan cara ini, hidup kita akan menjadi lebih baik. Kita menjadi orang-orang yang berkenan kepada Tuhan. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

sumber:http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2009/10/rela-berkorban-untuk-sesama.html

Jumat, 18 Februari 2011

Ganti Kekerasan Dengan Pengampunan

Suatu hari, seorang bapak ingin menagih utang kepada temannya sebesar lima juta rupiah. Sudah beberapa kali ia menagih, namun temannya itu tidak mau mengindahkannya. Karena itu, kali ini ia mendatangi rumah temannya dengan membawa seekor King Cobra.

Melihat King Cobra yang diacung-acungkan kepadanya, pengutang itu lari terbirit-birit. Ia sangat ketakutan. Ia bahkan menggigil karena takut. Ia bersembunyi tidak jauh dari rumahnya. Namun bapak itu tidak mau pergi juga. Ia tetap menunggu temannya itu.

Dalam hati, bapak itu berkata, “Barang-barang di rumah ini kan bisa saya ambil. Saya akan hitung sampai seharga lima juta. Saya akan bawa pulang ke rumah.”
Bapak itu kemudian mulai mengangkat sebuah televisi layar datar. Ia memasukkannya ke mobilnya. Lantas ia masuk ke dalam rumah lagi untuk mengambil beberapa barang lagi. Begitu ia keluar dari rumah dengan sebuah DVD player, temannya itu keluar dari persembunyiannya. Ia langung berteriak, “Maling.... maling.... “

Kontan saja tetatangga-tetangganya langsung keluar dari rumah mereka. Dengan beramai-ramai mereka menangkap bapak itu. Mereka menggebukinya hingga babak belur. Lalu mereka menyerahkan bapak itu kepada polisi.

Bolehkah kita membalas kejahatan dengan kejahatan? Bolehkah kita main hakim sendiri tanpa tahu apa persoalan yang sebenarnya? Dalam kehidupan kita sehari-hari aksi main hakim sendiri sering terjadi. Para pencuri ayam yang kepergok sering menjadi bulan-bulanan massa. Orang berpikir bahwa kalau seorang pencuri dihukum secara beramai-ramai itu suatu tindakan yang baik. Padahal menyiksa orang lain, apa pun bentuknya, merupakan suatu perbuatan yang tidak berkenan di hati Tuhan.

Yang dikehendaki Tuhan adalah pengampunan. Yang dikehendaki Tuhan dari manusia adalah kasih satu terhadap yang lain. Kekerasan yang dilakukan bukan suatu jalan baik yang mesti ditunjukkan oleh orang-orang yang beriman kepada Tuhan.

Karena itu, sebagai orang beriman, kita ditantang untuk meninggalkan kekerasan dalam bentuk apa pun. Kekerasan yang dilakukan hanya menumbuhkan balas dendam dalam diri sesama kita.

Mari kita berusaha untuk selalu menempatkan pengampunan di atas segala-galanya. Hanya dengan kerelaan hati untuk mengampuni sesama, kita dapat menciptakan suatu suasana hidup yang lebih baik. Dunia menjadi lebih damai, kalau ada pengampunan dan cinta kasih di antara kita. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2009/10/ganti-kekerasan-dengan-pengampunan.html

Kamis, 17 Februari 2011

Jumat,18 Februari 2011(Inspirasi Hari Ini)-Berusaha untuk Hidup Jujur

Ada seorang miskin yang punya keinginan untuk menjadi orang kaya. Untuk mewujudkan mimpinya itu, ia mengambil pakaian dan segala perlengkapan lainnya lalu pergi ke kota. Ia berpikir, di kota ia akan dengan mudah menjadi orang kaya. Tinggal di desa lebih banyak buntungnya daripada untung.

Dia menjelajahi seluruh kota dan bertanya bagaimana caranya menjadi orang kaya. Berbagai ragam jawaban ia temukan. Misalnya, menjadi orang kaya itu orang mesti bekerja keras. Orang tidak begitu saja menjadi orang kaya. Tidak ada cara instant menjadi orang kaya.

Ia berkata dalam hati, “Saya ingin menjadi orang kaya dalam waktu yang singkat. Mengapa tidak bisa?”

Tiba-tiba ia mendapati seseorang yang membawa banyak emas yang secara tidak sengaja jatuh ke dalam selokan. Ia berpikir dalam hati bahwa itulah kesempatan baginya untuk menjadi orang kaya mendadak. Karena itu, ia segera saja mengambil beberapa batang emas dari selokan itu. Kemudian ia mengambil langkah seribu.

Namun banyak orang yang berdiri di sekitar selokan itu segera menangkapnya. Salah seorang menghardiknya, “Bagaimana mungkin kamu mau mengambil emas-emas itu dan melarikan diri? Padahal banyak orang berkerumun di sini untuk menolong orang yang jatuh itu.”

Orang miskin itu menjawab, “Aku hanya melihat emas. Aku tidak melihat orang banyak itu.”
Banyak orang tersilau oleh harta kekayaan. Harta itu memang selalu menggoda. Karena itu, orang tidak peduli bahwa harta itu mempunyai pemilik. Orang tidak boleh mengambil milik orang lain bagi dirinya sendiri. Harta yang menggoda itu bisa menjerumuskan banyak orang ke dalam penjara.

Akhir-akhir ini Komisi Pemberantasan Korupsi sedang giat-giatnya memburu para koruptor. Salah satu kasus adalah penggeledahan di ruangan para anggota DPR. Ditengarai ada anggota wakil rakyat yang terlibat dalam penggelapan dana penghijauan dan pengalihfungsian hutan mangrove di Tanjung Api-api, Sumatera Selatan.

Keinginan untuk menjadi orang kaya secara mendadak telah mendorong usaha-usaha untuk penggelapan dana itu. Padahal dana itu sudah disiapkan oleh negara untuk kehidupan bersama. Hutan yang mau ditanam itu bukan hanya untuk sekelompok orang. Tetapi untuk kehidupan begitu banyak orang di dunia ini.

Sebagai orang beriman tentu kita ingin hidup secara wajar. Kalau kita menjadi kaya, hal itu bukan karena perbuatan tangan kita yang kotor. Tetapi lebih sebagai suatu usaha keras yang halal yang kita raih untuk kehidupan kita.

Karena itu, mari kita berusaha untuk hidup jujur. Kejujuran itu akan membuat hidup kita menjadi damai dan tenteram. Kita akan menemukan hidup yang bahagia, meski harta kita sedikit. Meski kita tidak kaya harta, namun kehidupan yang jujur memberikan kita kekayaan rohani. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

sumber:http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2009/10/berusaha-untuk-hidup-jujur.html

Rabu, 16 Februari 2011

Kamis,17 Februari 2011 (Inspirasi Hari Ini)-Bersama Tuhan Dalam Kancah Persaingan

Mei 2008 yang lalu kita semua menyaksikan perjuangan putri-putri Indonesia untuk merebut Piala Uber. Maria Kristin dan kawan-kawan telah berjuang habis-habisan. Babak demi babak telah mereka lewati. Keringat mengguyur seluruh tubuh mereka. Perjuangan keras mereka lakukan demi kebanggaan bangsa kita.

Mereka bahkan tidak takut jatuh dan bangun di atas lapangan disaksikan ribuan mata penonton. Sorak sorai dukungan dari penonton telah mereka dapatkan. Sejak awal mereka didukung oleh rakyat Indonesia untuk kembali merebut Piala Uber dari tangan China. Semangat membara mereka torehkan. Buktinya adalah mereka mampu mengempaskan tim-tim unggulan.

Sayang, di final tim Uber kita kalah dari tim terkuat dunia: China. Kekalahan mereka tidak begitu mengecewakan rakyat. Mereka sudah berjuang habis-habisan. Mereka tidak memiliki rasa takut untuk menghadapi lawan yang begitu tangguh. Kalau mereka sampai kalah, memang sampai di situlah perjuangan mereka.

Ada satu hal yang tampak dari pertandingan final itu, yaitu semangat juang yang ditunjukkan oleh tim Piala Uber kita. Mereka pantang menyerah. Semangat mereka terus berkobar demi Indonesia tercinta ini. Patriotisme mereka sangat tampak dalam pertandingan itu baik di tunggal maupun di ganda.

Setiap orang mesti memiliki semangat juang dalam hidup ini. Semangat juang itu ditunjukkan dengan kerja keras dan pantang menyerah. Orang yang memiliki semangat juang biasanya akan menuai hasil yang menggembirakan.

Di balik semangat juang itu ada semangat berkorban. Orang yang ingin berhasil dalam hidupnya mesti memiliki semangat berkorban. Tidak ada orang yang berhasil dalam hidupnya dengan cara bermalas-malasan. Apalagi dalam dunia persaingan yang semakin kuat sekarang ini. Semangat juang mesti selalu diandalkan dalam menghadapi persaingan-persaingan yang ada. Orang yang tidak memiliki semangat juang dan berkorban tidak akan bertahan dalam hidupnya. Ia akan cepat keluar dari persaingan yang begitu ketat.

Karena itu, orang mesti memiliki iman yang kuat dalam menghadapi persaingan ini. Iman yang kuat itu ditunjukkan dalam semangat juang dan berkorban yang tinggi. Orang yang beriman itu orang yang berani bertarung dalam kancah persaingan. Orang yang pantang menyerah di kala menghadapi tantangan. Orang beriman itu bukan pengecut. Ia terus maju apa pun resiko yang akan dihadapinya.

Orang yang beriman itu tentu sudah siap dengan berbagai strategi untuk menghadapi berbagai persaingan dan tantangan yang akan dihadapinya. Jadi orang beriman itu tidak berjuang dengan tangan hampa. Ia mesti melengkapi dirinya dengan berbagai hal yang menunjang dirinya dalam menghadapi berbagai persaingan itu. ‘Perlengkapan’ yang paling utama adalah Tuhan. Orang beriman selalu mengandalkan Tuhan dalam hidupnya. Ia menyusun strateginya bersama Tuhan. Dengan demikian ia memiliki kekuatan untuk menghadapi berbagai persaingan dan tantangan.

Mari kita berusaha untuk senantiasa menghadapi berbagai persaingan dan tantangan bersama Tuhan. Hanya Tuhanlah yang mampu membantu kita berjuang dalam kancah persaingan ini. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

sumber:http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2009/10/bersama-tuhan-dalam-kancah-persaingan.html

Selasa, 15 Februari 2011

Rabu,16 Februari 2011 (Inspirasi Hari Ini)-Berani Menghadapi Resiko Hidup

Albert Schweitzer lahir pada tahun 1875 di Alsace Hulu. Sewaktu kecil ia sering sakit-sakitan dan lamban dalam baca tulis. Ketika berusia delapan tahun, ia mampu bermain organ dengan baik. Setelah dewasa, kecerdasannya makin menonjol. Ia kemudian mampu meraih tiga gelar doktor di bidang filsafat, teologi dan musik. Pada usia 30 tahun, keriernya terus menanjak. Ia pernah ikut konser musik dan menjadi penulis buku.

Suatu hari, ia membaca artikel tentang Kongo di Afrika. Satu kalimat yang sangat menyentuh Schweitzer adalah “Sementara kita sibuk berkotbah, mereka menderita sakit dan mati di depan kita tanpa berbuat apa-apa.”

Schweitzer tersentak dan tergerak untuk berbuat sesuatu. Sekalipun sudah memiliki tiga gelar doktor, ia memutuskan untuk kuliah lagi di fakultas kedokteran. Setelah selesai, ia akan pergi ke Kongo, tetapi teman-temannya menghalanginya. Mereka menasihatinya untuk menyumbang uang saja, sehingga tidak perlu meninggalkan kariernya yang cemerlang.
Namun Schweitzer dan istrinya tetap memutuskan untuk pergi ke Kongo pada tahun 1913. Di sana mereka melayani orang sakit dan menderita selama 50 tahun. Ia rela meninggalkan segala sesuatu di belakangnya demi sesamanya yang menderita. Banyak warga Kongo tertolong oleh pelayanan Schweitzer dan istrinya.

Jarang kita menemukan orang-orang yang sudah mapan dalam hidupnya untuk memulai suatu kehidupan yang belum pasti. Kalau orang diminta untuk memilih mempertahankan hidup yang sudah mapan dengan suatu kondisi yang kurang menyenangkan, pasti orang akan memilih yang pertama. Orang tidak peduli akan penderitaan sesamanya.

Namun Schweitzer punya pandangan yang lain. Ia memilih untuk melayani orang-orang yang menderita sakit. Ia berani mengambil resiko atas hidupnya demi keselamatan sesamanya. Hal ini tentu saja butuh suatu pengalaman iman yang kuat akan Tuhan. Hanya orang yang punya iman yang besar kepada Tuhan yang mampu mengubah hidupnya.

Tentu saja Schweitzer mendasarkan keputusannya pada kasihnya kepada sesama. Iman itu biasanya disertai dengan kasih akan sesama. Kasih yang menuntut suatu perbuatan nyata bagi sesama yang membutuhkan.

Sebagai orang beriman, kita juga diajak untuk berani menghadapi resiko dalam perjalanan hidup kita. Tentu saja hal ini menjadi suatu jawaban iman kita kepada Tuhan yang kita sembah. Karena itu, dibutuhkan suatu keberanian untuk mengambil langkah-langkah hidup yang benar yang berlawanan dengan pandangan-pandangan umum. **

Frans de Sales, SCJ

sumber:http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2009/10/berani-menghadapi-resiko-hidup.html

Selasa,15 Februari 2011 (Inspirasi Hari Ini)-Usaha Mencintai Budaya Sendiri

Beberapa waktu lalu bangsa kita dikejutkan oleh klaim Malaysia atas lagu Rasa Sayange, Angklung dan Reog Ponorogo. Menurut pemerintah Malaysia, ketiga unsur seni ini milik mereka. Karena itu, mereka menjadikannya hak paten atas ketiga hal ini. Kalau bangsa lain menciptakan hal yang sama, mereka mesti meminta ijin kepada pemerintah Malaysia.

Reaksi dari masyarakat dan pemerintah Indonesia sangat beragam. Banyak protes terjadi terhadap ulah Malaysia ini. Soalnya adalah tiga unsur seni itu berasal dari tanah air ini. Karena itu, pemerintah Malaysia tidak punya hak untuk mematenkannya. Reaksi paling keras dilakukan terhadap Reog Ponorogo di Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta. Berbagai atraksi menentang ditunjukkan. Bahkan ancaman-ancaman pun dikeluarkan oleh para pecinta reog.


Pertanyaan besar bagi kita sebagai bangsa adalah mengapa pematenan terhadap produk kita ini bisa terjadi? Ada berbagai jawaban atas pertanyaan ini. Disinyalir bahwa ada sejumlah pemburu benda budaya dari Malaysia. Mereka langsung mendatangi penduduk, terutama desa-desa di Sumatra. Dengan uang puluhan juta rupiah, naskah-naskah Melayu bersejarah itu berpindah tangan. Tindakan selanjutnya adalah pengklaiman terhadap produk-produk budaya ini.


Namun hal yang lebih utama adalah Malaysia tahu betul bahwa bangsa kita sedang dilanda sindrom cinta produk dari luar negeri. Segala lapisan masyarakat di tanah air sedang menggandrungi produk-produk budaya dari luar negeri. Misalnya, musik rock, olahraga keras seperti smack down, coca cola dan minuman sejenisnya, McDonald, dan berbagai super market dari luar negeri yang merajalela di seantero negeri ini.


Masyarakat Indonesia sedang mencurahkan seluruh perhatian untuk produk-produk budaya dari luar negeri ini. Karena itu, mereka lupa bahwa produk-produk budaya dalam negeri yang memiliki nilai seni tinggi mesti dipatenkan. Masyarakat Indonesia sedang mengalami xenomania (mencintai secara berlebihan produk dari luar negeri).


Dari peristiwa ini, kita diajak untuk mencintai budaya lokal yang kita miliki. Produk-produk budaya kita sebenarnya tidak kalah hebat dengan produk-produk dari luar negeri. Soalnya adalah apakah bangsa ini dapat mencintai kebudayaannya sendiri? Ini pertanyaan yang mesti terus-menerus dijawab oleh setiap insan dari bangsa ini.


Melestarikan budaya sendiri berarti kita ingin menemukan jati diri kita sebagai bangsa. Suatu bangsa yang memiliki harga diri. Suatu bangsa yang memiliki suatu identitas yang jelas meski kita memiliki banyak budaya, bahasa dan suku. Kekayaan budaya yang kita miliki itu semestinya kita perjuangkan dalam kehidupan kita. Dengan demikian produk-produk budaya kita itu tetap menjadi milik kita. Siapa lagi yang mesti mencintai budaya kita, kalau bukan kita sendiri? **

Frans de Sales, SCJ

sumber:http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2009/10/usaha-mencintai-budaya-sendiri.html

Senin, 14 Februari 2011

Senin,14 Februari 2011 (Inspirasi Hari Ini)-Berjuang Meraih Sukses

Setelah berhenti kuliah, Steve Jobs, CEO Apple Computer dan Studio Animasi Pixar, mengalami masa-masa yang tidak selalu menyenangkan. Ia tidak punya kamar kost, sehingga menumpang tidur di lantai kamar teman-temannya.

“Saya mengembalikan botol Coca-Cola agar dapat pengembalian 5 sen untuk membeli makanan. Saya berjalan tujuh mil melintasi kota setiap Minggu malam untuk mendapat makanan enak di biara Hare Krishna. Saya menikmatinya. Dan banyak yang saya temui saat itu karena mengikuti rasa ingin tahu dan intuisi, ternyata kemudian sangat berharga,” kata Steve Jobs.

Suatu hari ia tertarik pada Reed College yang mungkin waktu itu adalah yang terbaik di Amerika Serikat dalam hal kaligrafi. Di seluruh penjuru kampus, setiap poster, label dan petunjuk ditulis tangan dengan sangat indahnya. “Karena sudah DO (drop out), saya tidak harus mengikuti perkuliahan normal. Saya memutuskan mengikuti pelajaran. Saya belajar jenis-jenis huruf serif dan sanserif, membuat variasi spasi antarkombinasi kata dan kiat membuat tipografi yang hebat,” kata Steve Jobs tentang pelajaran yang baru.

Menurutnya, semua itu merupakan kombinasi cita rasa keindahan, sejarah dan seni yang tidak dapat ditangkap melalui sains. Sangat menakjubkan. Saat itu, ia sama sekali tidak melihat manfaat kaligrafi bagi kehidupannya. Namun sepuluh tahun kemudian, ketika ia mendisain komputer Macintosh yang pertama, ilmu itu sangat bermanfaat. Macintosh adalah komputer pertama yang bertipografi cantik.

Ia berkata, “Seandainya saya tidak DO dan mengambil pelajaran kaligrafi, Macintosh tidak akan memiliki sedemikian banyak huruf yang beragam bentuk dan proporsinya. Dan karena Windows menjiplak Macintosh, maka tidak ada PC yang seperti itu. Andaikata saya tidak DO, saya tidak berkesempatan mengambil pelajaran kaligrafi dan PC tidak memiliki tipografi yang indah.”

Apa yang dihasilkan oleh Steve Jobs tidak dalam sekejap. Ia berproses. Ia mengalami jatuh dan bangun. Ia mengalami betapa hidup itu menuntut suatu perjuangan. Kalau saja ia berhenti berjuang, kesuksesan tidak akan ia raih seperti sekarang ini.

Kesuksesan itu tidak diraih dalam waktu yang singkat. Orang mesti mengalami berbagai proses untuk meraih sukses itu. Hal ini tumbuh dalam diri orang-orang yang memiliki keberanian untuk menata hidupnya menjadi lebih baik. Orang yang pengecut biasanya akan gagal di tengah jalan.

Sebagai orang beriman, kita mesti berani untuk mengalami proses kehidupan ini. Kita tidak bisa mengharapkan bulan jatuh dari langit untuk kita nikmati. Kebahagiaan itu tidak datang dalam waktu yang singkat. Namun kebahagiaan itu sudah dimulai, ketika kita memiliki tekad untuk meraih sukses.

Untuk itu, orang yang ingin sukses dalam hidupnya mesti berani berjuang. Ia mesti berani bekerja keras, karena kesuksesan itu biasanya disertai dengan keringat yang membasahi sekujur tubuh.

Mari kita terus-menerus berjuang sambil tetap menaruh iman dan pengharapan kita kepada Tuhan. Dia selalu menyertai kita dengan meringankan perjuangan kita dalam meraih sukses. Tuhan memberkati. **


sumber:http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2009/10/berjuang-meraih-sukses.html

Jumat, 11 Februari 2011

Sabtu,12 Februari 2011 (Inspirasi Hari ini)-Berjuang Bersama Tuhan

Steve Jobs, CEO Apple Computer dan Studio Animasi Pixar, ternyata memiliki kisah hidup yang unik. Kisah ini dimulai sebelum ia lahir. Ibu kandungnya adalah mahasiswi belia yang hamil karena "kecelakaan". Ibunya memberikan ia kepada seseorang untuk diadopsi. Dia bertekad bahwa anaknya harus diadopsi keluarga sarjana. Ia diadopsi seorang pengacara dan istrinya.

Sialnya, begitu ia lahir, tiba-tiba pasangan ini berubah pikiran, karena ingin bayi perempuan. Maka orangtua angkatnya sekarang, yang ada di daftar urut berikutnya, mendapatkan telepon larut malam dari seseorang: "Kami punya bayi laki-laki yang batal dipungut, apakah Anda berminat?

Mereka menjawab, "Tentu saja." Ibu kandungnya lalu mengetahui bahwa ibu angkat anaknya tidak pernah lulus kuliah dan ayah angkatnya bahkan tidak tamat SMA. Dia menolak menandatangani perjanjian adopsi. Sikapnya baru melunak beberapa bulan kemudian, setelah orangtua angkat anaknya berjanji akan menyekolahkannya sampai perguruan tinggi.

Dan, 17 tahun kemudian Steve Jobs betul-betul kuliah. Namun, ia memilih universitas yang sangat mahal, sehingga seluruh tabungan orangtuanya habis untuk biaya kuliah. “Setelah enam bulan, saya tidak melihat manfaatnya. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan dalam hidup saya dan bagaimana kuliah akan membantu saya menemukannya. Saya sudah menghabiskan seluruh tabungan yang dikumpulkan orangtua saya seumur hidup mereka. Maka, saya pun memutuskan berhenti kuliah. Saya yakin, itu yang terbaik. Saat itu rasanya menakutkan, namun sekarang saya menganggapnya sebagai keputusan terbaik yang pernah saya ambil,” kata Steve Jobs saat pelepasan mahasiswa Unversitas Stanford beberapa tahun lalu.

Ia menjadi seorang yang sukses dalam hidupnya. Keputusan itu penuh resiko. Namun ia berani menghadapi apa pun resiko itu.

Dalam hidup ini kadang-kadang orang mesti berani mengambil resiko. Orang tidak bisa hanya mencari aman dalam hidup ini. Kesuksesan dan kemajuan yang dicapai oleh berbagai orang menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang berani melintasi batas-batas kemapanan yang ada. Mereka ingin sesuatu yang lebih dalam hidup mereka. Karena itu, mereka berjuang.

Kisah Steve Jobs menjadi salah satu pendorong bagi kita untuk berani mengambil langkah-langkah berani untuk kesuksesan dan kemajuan dalam hidup kita. Namun orang tidak asal berani. Orang mesti memiliki perhitungan-perhitungan yang matang dalam usaha-usahanya.

Sebagai orang beriman, kita yakin Tuhan akan selalu menjadi pendorong bagi hidup kita. Tuhan tidak pernah meninggalkan kita berjuang sendiri dalam hidup ini. Tuhan senantiasa membantu kita untuk meraih sukses dan kemajuan.

Karena itu, mari kita berusaha untuk senantiasa berjuang bersama Tuhan dalam hidup ini. Kita serahkan seluruh hidup kita kepada Tuhan. Dia pasti membantu kita. Tuhan memberkati. **

sumber:http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2009/10/berjuang-bersama-tuhan.html

Jumat,11 Februari 2011 (Inspirasi Hari Ini)-Hidup Ini Anugerah Tuhan

Hidup ini sering terjadi keajaiban-keajaiban. Orang mengalami keajaiban itu sebagai bentuk penyertaan Tuhan atas dirinya. Pengalaman tentang keajaiban Tuhan pernah dialami oleh murid-murid Yesus. Pada waktu Raja Herodes memerintah wilayah Palestina, ia menyuruh tentaranya menangkap para pengikut Yesus. Bahkan ada yang dibunuh.

Petrus, misalnya, ditangkap dan dipenjarakan tanpa suatu pengadilan apa pun. Petrus diawasi oleh empat regu masing-masing dengan empat prajurit. Mungkin ia dianggap sebagai orang yang paling berbahaya. Petrus tidak bisa berjumpa dengan para pengikut Yesus yang lain.
Namun para pengikut yang lain mendoakan keselamatan Petrus. Mereka berdoa dengan sangat tekun, sehingga Tuhan mendengarkan doa-doa mereka. Keajaiban pun terjadi. Meskipun tangan dan kakinya terbelenggu oleh rantai, Petrus pun terlepas dari penjara. Rupanya ada malaikat Tuhan yang datang untuk membebaskan Petrus yang tidak bersalah.

Sementara ia tertidur nyenyak, malaikat itu datang dan menepuk punggungnya. Rantai yang membelenggu tangan dan kakinya itu dengan mudah terlepas. Ia pun berjalan dengan bebas meninggalkan penjara. Tidak ada seorang prajurit pun yang mampu menahannya untuk pergi dari penjara itu. Ia diselamatkan oleh Tuhan yang mahapengasih dan penyayang. Petrus mengalami hal ini sebagai anugerah dari Tuhan bagi dirinya. Untuk itu, ia mensyukuri rahmat Tuhan itu.

Kita sering mendengar adanya keajaiban-keajaiban di jaman modern ini. Ada orang yang merasa bahwa keajaiban yang ia alami itu berasal dari dirinya sendiri. Karena itu, ia mulai membanggakan kemampuan dirinya. Ia mulai pamer. Ini berbahaya bagi kehidupan.

Sebenarnya, keajaiban itu berasal dari Tuhan. Tuhan itu sumber segala-galanya. Tuhan yang memampukan seseorang untuk memiliki kekuatan dalam menjalani kehidupan ini. Kekuatan dan kemampuan yang kita miliki itu berasal dari Tuhan. Dialah yang memberi kehidupan ini kepada kita.

Pengalaman Petrus dalam kisah tadi menunjukkan bahwa manusia semestinya tidak membanggakan kemampuan atau kekuatan yang ada dalam dirinya. Untuk itu, kerendahan hati sangat dituntut dari diri seorang yang beriman kepada Tuhan. Orang beriman itu mesti berani mengakui kemampuan yang dimilikinya sebagai rahmat yang datang dari Tuhan. Tuhanlah yang memberi daya kekuatan untuk kehidupan kita.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa menyerahkan seluruh hidup kita kepada Tuhan. Artinya, kita mengakui keterbatasan kita di hadapan Tuhan. Kita membiarkan Tuhan bekerja dalam diri kita. Untuk itu, kita mesti membuka hati kita lebar-lebar bagi kehadiran Tuhan di dalam diri kita. Dengan demikian kita mengalami damai dan sejahtera. Kasih Tuhan senantiasa menyertai kita. Tuhan memberkati. **

sumber:http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2009/10/hidup-ini-anugerah-tuhan.html

Rabu, 09 Februari 2011

Kamis,10 Februari 2011 (Inspirasi hari ini)-Belajar Mendengarkan Penderitaan Sesama

Seorang pemuda termasuk seorang yang cepat bergaul.Ia seorang yang sangat supel.Ia punya banyak teman di lingkungan sekitarnya.Ia di kenal baik oleh orang-orang di lingkungannya
Suatu malam,sepulang dari kuliah,ia tidak langsung masuk ke rumah,karena ada tetangga yang sedang asyik ngobrol.Lalu ia segera gabung dengan mereka dalam pembicaraan mereka.Ternyata lama-kelamaan ia semakin jauh terlibat.Dan baru ia ketahui bahwa salah seorang temannya pernah menggunakan ekstasi jenis popeye.Ia mengaku tidak merasa ada sugesti(kepingin) untuk mencoba lagi obat-obatan haram itu.Ketika ia tanyakan alasan ia meminum obat-obatan itu,ia mengaku karena malu cintanya ditolak cewek.

Persoalan bagi pemuda itu adalah apakah ia harus menjauhi temannya atau tetap berteman saja seperti biasa?Selama ini ia tidak pernah sekalipun menawarkan obat-obatan itu kepadanya.Yang membuat ia bingung adalah ada tulisan yang mengatakan pergaulan yang jahat merusak diri.

Menerima kehadiran oranglain tidaklah mudah.Apalagi orang yang mestinya diterima itu seorang yang berbuat jahat.Kiranya banyak orang akan menolak kehadiran orang yang berbuat jahat itu.Ketika seseorang mau menerima seorang yang berbuat jahat,banyak orang akan menolaknya.Inilah dilema yang sering dihadapi dalam hidup bersama.

Memang cara yang paling gampang adalah meninggalkan atau menolak teman-teman yang kedapatan melakukan suatu kejahatan.Kenapa pusing-pusing memikirkan mereka?Lagipula kalau bergaul dengan mereka nanti bisa-bisa kena getah dari tindakan mereka yang ilegal itu.Jangan ambil resiko bila itu membahayakan dirimu.
Saya yakin dengan sikap ini selesailah masalahmu.

Namun rasanya jawaban ini bukanlah yang dikehendaki.Orang mesti tanggap dan peka terhadap masalah sosial yang terjadi di lingkungan sekitarnya.Situasi itu sekaligus mendorong orang untuk ikut bertanggungjawab atas kesejahteraan masyarakat.Dengan cara ini,orang tidak perlu menjauhi teman-temannya yang melakukan hal ilegal.

Manusia diberi bekal untuk berkarya secara konkrit ditengah masyarakat yang sakit.Ini bisa menjadi suatu panggilan untuk berkarya ditengah panggilan mereka yang membutuhkan.Kemampuan untuk mendengarkan 'oranglain' yang berkisah tentang diri dan perjuangannya bisa menjadi kesempatan untuk membimbing sesama ke jalan yang benar.Membantu mereka keluar dari masalah yang sedang mereka hadapi.

Dalam masyarakat di mana aspek individualistis dominan,banyak orang tidak mampu mendengarkan penderitaan oranglain dengan baik.Mereka sibuk dengan diri dan masalahnya sendiri-sendiri.Sebagai orang beriman,kita diajak untuk senantiasa memasang telinga kita untuk setiap bentuk penderitaan sesama.Kita mengulurkan tangan kita membantu mereka.Kita memberi mereka tempat untuk bangkit dari keterpurukan hidup mereka.Kita menerima kehadiran mereka.Tuhan memberkati.***


sumber:http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2009/10/belajar-mendengarkan-penderitaan-sesama.html

Selasa, 08 Februari 2011

Rabu,9 Februari 2011 (Inspirasi Hari Ini)-Teguh Pada Iman akan Tuhan

Menjelang Natal tiba, di beberapa gereja di Kota ini memberikan paket untuk orang miskin. Biasanya disebut Paket Natal. Tujuan utama dari paket ini sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama yang kekurangan. Biasanya banyak orang yang merasa masih kekurangan datang untuk mendapatkan paket ini. Isi paket ini berupa sembilan bahan pokok yang dapat membantu warga untuk kelangsungan hidup mereka.

Suatu kali, seorang bapak protes karena ia tidak kebagian paket. Padahal ia sangat membutuhkan paket itu untuk anaknya yang tinggal di desa. Menurutnya, anaknya itu orang yang tidak mampu yang sangat membutuhkan bantuan dari orang lain. Panitia yang mendengar pengaduannya memberikan tambahan paket bagi bapak itu.

Melihat hal itu beberapa orang lain iri. Mereka juga ingin mendapatkan tambahan paket. Mereka juga protes kepada panitia. Salah seorang anggota panitia meminta mereka untuk mengerti, karena mereka sudah mendapatkan paket. Lagi pula orang tidak bisa terlalu banyak menuntut. Ini kan pemberian. Jadi sebenarnya mereka tidak punya hak untuk menuntut. Diberi atau tidak, itu bukan urusan mereka. Akhirnya, mereka mau menerima penjelasan dari panitia.
Hari itu banyak orang merasakan kegembiraan dan kebahagiaan. Mereka mendapatkan perhatian dari sesama melalui Paket Natal itu. Orang-orang yang mendapatkan Paket Natal itu merasa puas. Ternyata di dunia ini masih ada orang-orang yang memiliki kemurahan hati bagi sesamanya.

Mengapa gereja mempunyai kepedulian terhadap sesama yang berkekurangan? Jawabannya sangat sederhana, yaitu karena Tuhan mencintai manusia. Tuhan memelihara hidup manusia dan menjaganya dari hari ke hari. Cara Tuhan memelihara kita manusia itu dengan berbagai cara. Salah satunya adalah melalui sesama yang peduli terhadap orang lain di sekitarnya.

Tuhan mencintai manusia sedemikian rupa, sehingga Ia selalu melindunginya. Ke mana pun kita pergi, Tuhan senantiasa menjaga kita. Tuhan selalu peduli terhadap hidup kita. Tuhan tidak ingin kita mati binasa. Tuhan selalu menghendaki agar kita memiliki hidup bahagia di dunia ini dan di akhirat. Karena itu, kita tidak perlu takut kepada orang-orang yang ingin membinasakan hidup kita. Mereka hanya bisa membunuh tubuh yang fana ini. Mereka tidak bisa membunuh jiwa kita. Tuhan selalu melindungi kita.

Sebagai orang-orang beriman, kita dipanggil untuk senantiasa menyerahkan hidup kita ke dalam lindungan Tuhan. Artinya, kita ingin agar hanya kehendak Tuhan sendirilah yang selalu terjadi dalam diri kita. Memang ada begitu banyak tantangan dan godaan yang mesti kita hadapi dalam dunia ini. Namun kalau kita selalu berpegang teguh pada iman kita akan Tuhan, saya yakin kita akan tetap bertahan.

Mari kita membangun hidup yang senantiasa mengandalkan kehendak Tuhan yang mesti terjadi dalam hidup kita. Kita biarkan Tuhan terlibat dalam diri kita. Kita biarkan Tuhan menguasai seluruh hidup kita. Dengan demikian, kita menjadi orang-orang yang selalu percaya kepada Tuhan. Tuhan memberkati. **



sumber:http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/2009/10/teguh-pada-iman-akan-tuhan.html

Senin, 07 Februari 2011

Selasa,8 Februari 2011(Inspirasi Hari Ini)-Menjaga Komitmen Hidup Berkeluarga

Suatu pagi, seorang bapak datang kepada seorang pastor. Ia baru saja bertengkar dengan istrinya yang telah memberinya lima orang anak. Dia merasa sangat kesal terhadap istrinya. Menurutnya, istrinya telah merendahkan martabatnya sebagai seorang lelaki dan kepala keluarga. Karena itu, ia ingin menceraikan istrinya. Ia sudah bosan hidup dalam konflik terus-menerus dengan istrinya.

Kepada pastor, ia berkata, “Pastor, saya sudah tidak tahan lagi hidup dengan istri saya. Dia selalu meremehkan saya. Kalau boleh, saya menceraikan dia.”

Pastor itu tersenyum mendengar pengaduan bapak itu. Beberapa saat kemudian, ia berkata kepadanya, “Orang beriman itu mesti selalu setia. Apa pun situasinya.”

Bapak itu terkejut mendengar kata-kata pastor itu. Ia tidak percaya mendengar kata-kata pastor itu. Ia tahu dan sadar bahwa ia mesti selalu setia kepada istrinya. Tetapi kali ini ia sudah tidak sabar. Ia tidak ingin hidup lebih lama dengan istrinya. Lantas ia berkata, “Tetapi pastor, kesetiaan saya sudah habis. Apa saya harus memaksakan diri?”

Pastor itu tersenyum mendengar kata-kata bapak itu. Lalu ia berkata, “Bapak, tidak semua orang dipanggil dan dipilih untuk menjadi suami dari istri bapak. Pasti dia punya hal-hal yang sangat baik. Pasti dia punya keunggulan-keunggulan yang hanya boleh dimiliki oleh bapak. Cobalah setia kepadanya walaupun ia meremehkan bapak.”

Setiap orang dipanggil dan dipilih oleh Tuhan untuk hidup bersama yang lain. Dalam kehidupan berkeluarga, setiap orang dipanggil secara khusus untuk menjadi suami atau istri untuk orang tertentu saja. Ada perbedaan-perbedaan yang begitu besar di antara dua insan yang membangun keluarga. Tetapi perbedaan-perbedaan itu menjadi rahmat yang menguatkan. Perbedaan-perbedaan itu menjadi kekayaan yang dapat digunakan untuk memajukan kehidupan berkeluarga.

Ada kalanya di antara dua insan itu terjadi kesalahpahaman. Ada banyak faktor yang menyebabkan hal itu. Kalau ada konflik, mereka mesti dapat menyelesaikannya dengan kepala dingin. Konflik tidak diselesaikan dengan sensasi. Mereka mesti terus-menerus berusaha untuk menyelesaikan konflik itu. Tuhan menghendaki mereka tetap setia dalam panggilan hidup berkeluarga itu.

Untuk itu, setiap keluarga mesti tetap setia pada komitmen yang telah mereka ikrarkan pada saat perkawinan mereka. Ketika mereka menikah, mereka bersumpah setia satu sama lain dalam untung dan malang. Maka mereka mesti tetap setia pada komitmen itu. Mereka mesti memelihara komitmen itu dalam perjalanan hidup mereka.

Hidup berkeluarga itu juga suatu panggilan dari Tuhan. Tuhan menghendaki agar keluarga-keluarga membangun cinta kasih dan persaudaraan. Dalam konteks ini, suami istri dipanggil untuk saling menyucikan diri dengan saling mencintai. Ketidaksetiaan itu melukai hidup berkeluarga.

Karena itu, saya mengajak keluarga-keluarga untuk tetap bertahan dalam hidup berumah tangga. Yakinlah, Tuhan senantiasa menyertai dan memberikan rahmatNya bagi keluarga-keluarga. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

Minggu, 06 Februari 2011

Senin,7 Februari 2011 (Inspirasi Hari Ini)-Dipanggil Menjadi Pembawa Keselamatan

Ada seorang bernama Cikwan. Ia pernah masuk penjara, karena perbuatannya yang keji. Ia pernah menjadi perampok di Lampung. Ia pernah menjadi preman yang ditakuti. Padahal dulu ia seorang penganut Agama Katolik yang taat. Ia setia mengikuti ibadat dan Perayaan Ekaristi.
Cikwan mengaku, ia melakukan hal itu karena rasa tanggung jawabnya terhadap istri dan anak-anaknya. Ketika ia merantau di Lampung, penghasilannya tidak cukup untuk hidupnya sendiri. Akibatnya, ia nekat. Ia menjadi preman dan mulai merampok untuk mempertahankan hidupnya. Suatu ketika, ia ditangkap polisi dan dijebloskan ke dalam penjara.

Di penjara itu, ia bertemu dengan seorang polisi yang seiman dengannya. Ia mendapat banyak nasihat dari polisi itu. Setelah masa tahanan selesai, ia pun kembali ke kampung halamannya. Ia berkumpul kembali dengan istri dan anak-anaknya yang sama sekali tidak tahu kegiatannya sebagai preman dan perampok. Mereka menerima kehadirannya dengan baik. Mereka mendorongnya untuk giat dalam kehidupan rohani.

Godaan untuk menjadi perampok terus-menerus mengiang di telinganya. Ia menahan diri terhadap godaan itu. Awalnya ia berhasil. Namun lama-kelamaan ia tidak bisa menahan diri. Ia jatuh lagi ke dalam dunia gelap kehidupan para preman dan perampok. Namun tidak lama ia hidup dalam dunia gelap itu. Ia dapat keluar dari situasi itu. Menurut Cikwan, hal itu terjadi karena Tuhan terus-menerus mengetuk hatinya. Tuhan memanggilnya kembali ke jalan yang benar.

Ia berkata, “Tuhan begitu baik kepada saya. Saya seorang penjahat, tetapi Tuhan mau menerima saya kembali.”

Ada kalanya manusia terperosok ke dalam kegelapan hidup. Banyak faktor mempengaruhi kehidupan manusia. Salah satu yang dialami Cikwan adalah faktor ekonomi dan tanggungjawab terhadap keluarganya. Kesulitan ekonomi membuat orang menghalalkan segala cara. Namun apa yang dilakukan oleh Cikwan bukanlah suatu solusi yang benar. Ia menyadari itu. Ia berhasil keluar dari kegelapan hidup itu.

Pertobatan selalu ada. Tuhan tidak pernah menginginkan seorang berdosa mati binasa. Yang diinginkan Tuhan adalah keselamatan orang berdosa. Di jaman Yesus, ada begitu banyak orang berdosa yang disingkirkan oleh masyarakat. Tetapi justru Yesus menerima kehadiran mereka. Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan manusia dari belenggu dosa.

Ketika para ahli agama mempersoalkan tindakan Yesus yang menerima kehadiran orang-orang berdosa, Ia menjawab, “Bukan orang sehat yang memerlukan dokter, melainkan orang sakit. Aku menginginkan belas kasihan, bukan persembahan.” Artinya, kehadiran Yesus itu untuk membawa manusia kepada keselamatan. Ia tidak menghendaki ada orang yang tidak selamat.

Ada banyak orang berdosa di sekitar kita. Mungkin termasuk kita sendiri. Tugas kita adalah membawa semakin banyak orang kepada Tuhan. Tugas kita adalah menyelamatkan semakin banyak orang. Mari kita membuka hati kita untuk menerima semua orang berdosa yang datang kepada kita. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

Jumat, 04 Februari 2011

Jumat,4 Februari 2011 (Ziarah Batin 2011)-Berbuat Kasih Itu Indah

Suatu hari seorang bapak berjanji kepada anaknya untuk mengirim pulsa. Tetapi ia sendiri tidak punya uang. Anaknya menunggu hingga malam, tetapi kiriman pulsa tidak datang-datang juga. Ia kesal. Lantas ia membanting-banting pintu kamar kosnya. Ia tidak percaya kalau bapaknya tidak menepati janji.

Beberapa saat kemudian, ia menelephon bapaknya. “Pak, mana janjinya? Pulsa saya sudah habis,” kata anak itu.

Dengan perasaan bersalah, bapaknya menjawab, “Tidak usah kuatir, nak. Bapak akan mengirimimu pulsa. Bapak sedang di jalan.”
“Yah, tetapi ini sudah malam. Pulsa saya tinggal lima ribu rupiah,” kata anaknya.

Bapaknya hanya geleng-geleng kepala. Ia tidak punya uang di tangan. Ia juga tidak bisa mentransfer pulsa, karena ia juga hanya punya lima ribu rupiah. Lantas ia berkata, “Nantilah, nak. Kita lihat besok pagi saja. Ini kan sudah malam.”

Anak itu sangat kecewa terhadap bapaknya. Bapaknya banyak berjanji, tetapi tidak bisa menepatinya. Sejak saat itu, anak itu tidak banyak berharap lagi sama bapaknya. Ia kehilangan kepercayaan terhadap bapaknya.

Dalam hidup ini ada dua sisi yang menentukan, yaitu kata-kata dan perbuatan. Orang yang mau sukses dalam hidup itu mesti melaksanakan dua hal ini dalam hidupnya. Kalau ia hanya berkata-kata dengan janji-janji yang muluk-muluk, ia akan kehilangan kepercayaan. Ia tidak berhasil dalam hidupnya, karena ia tidak melaksanakan apa yang dikatakannya.

Kalau orang berani melakukan perbuatan nyata, ia akan menemukan kesuksesan hidup. Ia menjadi orang yang mudah dipercaya, karena kata-kata yang ia ucapkan selaras dengan perbuatannya.

Dalam hidup beriman juga demikian. Orang beriman yang sejati itu orang yang mampu melaksanakan apa yang diucapkannya. Orang berani berbuat sesuatu untuk hidupnya. Dalam salah satu kotbahnya, Yesus berkata, “Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu, ‘Tuhan, Tuhan’ akan masuk surga, melainkan orang yang melakukan kehendak Tuhan di surga.”

Apa yang dikehendaki oleh Tuhan bagi manusia? Tuhan menghendaki agar manusia saling mengasihi. Dalam hidup ini kasih itu mesti nyata, bukan hanya kata-kata. Kasih yang nyata itu ditunjukkan dengan perhatian terhadap sesama. Setiap orang membutuhkan perhatian. Karena itu, ketika kita memberi perhatian kepada sesama berarti kita memberi perhatian untuk diri kita sendiri.

Mari kita saling mengasihi, karena Tuhan sudah lebih dahulu mengasihi kita. Dengan kasih itu kita ingin berbuat baik bagi sesama kita. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

Rabu, 02 Februari 2011

Rabu,2 Februari 2011 (Inspirasi Hari Ini)-Tuhan Menjamin Hidup Kita

Ada seorang arsitek yang meninggalkan kehidupan kota.Ia merasa bosan dengan hingar bingar kota.Baginya,kehidupan kota sudah terkontaminasi.Ia menjual seluruh harta miliknya untuk membuat sebuah padepokan di kaki gunung.Di sana ia hidup damai dan tentram bersama istri dan beberapa anaknya yang masih kecil.

Ia juga membuat beberapa padepokan yang bisa dipakai untuk penginapan.Banyak keluarga yang mendatangi padepokannya untuk menikmati istirahat di akhir pekan.Melihat suasana yang begitu damai dan tenang,banyak keluarga merasakan damai dan bahagia.Hasilnya adalah mereka menjadi giat dalam bekerja.Suasana akhir pekan itu memotivasi mereka untuk bekerja dengan sungguh-sungguh.

Kepada para pengunjung,ia meminta mereka untuk menikmati apa yang disediakan oleh alam di sekitarnya.Ia menganjurkan agar mereka mau makan singkong atau umbi-umbian,makan dengan lauk ikan dari kolam yang ada di padepokan itu.Ia juga mengharapkan mereka mandi air dingin yang ada di sekitar situ.

Namun para pengunjung itu tidak begitu peduli dengan anjurannya.Mereka membawa sendiri makanan dari kota.Mereka membawa bekal makanan yang berlimpah.Arsitek itu berkata,"Anugerah alam sudah begitu banyak,namun orang masih menjamin dirinya secara berlebihan.Itu kerakusan."

Apa yang kita kejar dalam hidup ini?Kalau kita jujur,kita akan mengatakan bahwa yang kita kejar dalam hidup ini adalah kebahagiaan.Kita ingin hidup bahagia.Kita ingin memiliki keluarga yang bahagia.Pekerjaan yang kita miliki itu untuk kebahagiaan kita.
Namun banyak orang sering lupa akan tujuan hidup ini.Orang merasa bahwa harta yang banyak itulah jaminan bagi kebahagiaan hidupnya.Karena itu,orang berlomba-lomba mengumpulkan harta kekayaan.Kawan bisa jadi lawan,karena perebutan harta kekayaan.Bahkan antar saudara pun bisa terjadi permusuhan karena ingin menguasai harta kekayaan.

Kisah tadi mau mengungkapkan ketergantungan hidup manusia itu pada Tuhan yang menciptakan kita.Sebagai orang beriman,ketergantungan kita pada Tuhan mesti selalu menjadi hal utama dalam hidup ini.Penyerahan diri secara total kepada Tuhan akan membawa kita kepada kebahagiaan.Mengapa?Karena Tuhan itu sumber kebahagiaan sejati.Hanya Tuhan yang mampu memberikan kebahagiaan itu kepada kita.Hanya Dia semata yang dapat memelihara hidup kita.Tuhan menjamin hidup kita.Tuhan memberkati.***

Frans de Sales,SCJ

Selasa, 01 Februari 2011

Selasa,1 Februari 2011 (Inspirasi Hari Ini)-Membangun Keselarasan Hidup

KIta sering menyaksikan para pejabat baru yang diambil sumpah jabatan.Dengan yakin,mereka mengucapkan sumpah dengan didampingi oleh pemuka agama masing-masing yang memegang kitab suci.Para pejabat itu bejanji setia kepada sumpah mereka untuk bekerja dengan sebersih-bersihnya.Banyak orang kagum menyaksikan sumpah jabatan seperti itu.
Namun beberapa lama kemudian kita juga menyaksikan pejabat yang sama menjadi topik utama berita di berbagai media massa.Mereka terlibat atau tertangkap pihak berwenang entah karena tidak disiplin,menyelewengkan kekuasaan atau melakukan korupsi dalam berbagai bentuk.Kita dibuat tercengang dan berdecak getir.

Mengapa orang yang tampaknya begitu baik bisa jatuh ke dalam perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum?Kita tidak habis pikir.Rasanya belum begitu lama pejabat itu gencar memerangi kejahatan,korupsi,tetapi nyatanya dia sendiri tertangkap tangan.

Mengucapkan sesuatu itu tidak begitu sulit asalkan tidak bisu.Kita yakin bahwa mereka semua mengerti,tahu isi yang diucapkan dalam sumpah jabatan itu.Namun tahu atau mengerti saja belumlah cukup.Orang mesti memiliki kehendak baik untuk melaksanakan apa yang dijanjikannya.Orang mesti berjuang untuk menjaga keselarasan antara apa yang diucapkan dengan cara hidupnya.Ini tidak mudah.Ada banyak godaan dan tantangan yang mesti dihadapi.

Kata-kata yang diucapkan seseorang itu membawa konsekuensi yang besar bagi hidupnya.Ia bisa mendapatkan kepercayaan yang besar dari orang-orang di sekitarnya.Namun dengan kata-kata yang dia ucapkan,ia dapat ditolak oleh orang-orang di sekitarnya.Ada ungkapan bahwa kata-kata itu bagaikan pedang bermata dua.Orang bisa menggunakannya untuk hal-hal yang baik.Tetapi orang juga bisa menggunakannya untuk hal-hal yang jelek.

Karena itu,orang mesti menjaga kata-kata yang hendak diucapkannya.Orang mengatakan bahwa janji itu adalah hutang.Sebesar janji kita,sebesar itu pula utang yang kita miliki.Dalam hidup sehari-hari,kita mesti menyelaraskan antara kata-kata yang yang kita ucapkan dengan perbuatan nyata kita.Kalau ada ketimpangan,kita tidak bisa dipercaya.Kalau kita banyak janji namun tanpa berbuat,kita akan disebut sebagai orang yang suka membual.Kita bagai tong kosong nyaring bunyinya.

Dari kata-kata dan perbuatan nyata yang kita lakukan orang akan menilai kualitas diri kita.Baik atau buruknya diri kita dapat dilihat dari keselarasan antara kata-kata dan pebuatan itu.Karena itu,sebagai orang beriman,kita mesti berani menghidup semangat untuk melaksanakan apa yang telah kita janjikan atau sumpahkan.Hanya dengan melaksanakannya dengan baik,kita menjadi orang-orang yang berkenan kepada Tuhan dan sesama.Tuhan memberkati***

Frans de Sales,SCJ